Masa Iddah: Aturan, Hak, Larangan, dan Lama Waktunya
Dalam Islam, ketika seorang perempuan mengalami perceraian atau kematian suami, akan mengalami masa iddah.
Umumnya, yang diketahui oleh banyak orang adalah bahwa saat menjalani masa iddah, seorang perempuan tidak boleh menikah lagi.
Namun, apa saja sebenarnya ketentuan Islam dalam mengatur masa iddah perempuan?
Baca Juga: 10 Dampak Psikologis Anak Broken Home, Tak Hanya Kesepian!
Pengertian Masa Iddah
Masa iddah merupakan sebuah waktu yang dimiliki oleh wanita ketika dirinya ditinggal wafat atau diceraikan oleh suami.
Waktu ini ditujukan sebagai waktu wanita untuk menahan menikah lagi dengan pria baru.
Masa iddah juga sering disebut sebagai waktu bagi seorang istri untuk mengetahui kekosongan rahimnya.
Mengutip dari NU Online hal ini dijelaskan oleh Syekh Abu Bakar ibn Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifâyatul Akhyâr yang berbunyi,
الْعدة اسْم لمُدَّة مَعْدُودَة تَتَرَبَّص فِيهَا الْمَرْأَة ليعرف بَرَاءَة رَحمهَا وَذَلِكَ يحصل بِالْولادَةِ تَارَة وبالأشهر أَو الْأَقْرَاء
Artinya:
“Iddah adalah nama masa tunggu tertentu bagi seorang wanita guna mengetahui kekosongan rahimnya. Kekosongan tersebut bisa diketahui dengan kelahiran, hitungan bulan, atau dengan hitungan quru’ (masa suci).”
Jika pada kasus perceraian terkhusus talak 1, maka masa iddah ditujukan sebagai waktu untuk sepasang suami istri kembali berpikir ulang untuk rujuk atau tidak.
Pada masa iddah, masih ada sejumlah hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak, baik suami maupun istri.
Yuk, Moms simak informasi mengenai masa iddah mulai dari hak dan kewajiban serta akibatnya jika melanggar!
Baca Juga: Kumpulan Kata-Kata Single Parent untuk Anaknya, Mengharukan!
Ketentuan Masa Iddah
Waktu masa iddah untuk setiap perempuan juga berbeda, tergantung kondisi dan talak yang diterima.
Pada masa iddah, masih ada sejumlah hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak, baik suami maupun istri.
Apa saja hak dan kewajiban perempuan saat masa iddah? Syekh Abu Syuja dalam al-Ghâyah wa al-Taqrîb mengatakan:
"Perempuan yang ber-iddah dari talak raj‘i (bisa dirujuk), wajib diberi tempat tinggal dan nafkah.
Sedangkan perempuan yang ditalak ba’in, wajib diberi tempat tinggal tanpa nafkah kecuali sedang hamil.
Kemudian perempuan yang ditinggal wafat suaminya wajib ber-ihdad, dalam arti tidak berdandan dan tidak menggunakan wewangian.
Selain itu, perempuan yang ditinggal wafat suaminya dan putus dari pernikahan wajib menetap di rumah kecuali karena kebutuhan,” (Al-Ghâyah wa al-Taqrîb, terbitan Alam al-Kutub, hal. 35).
Baca Juga: Cerai dalam Islam, dari Hukum, Syarat, Hingga Hak Asuh Anak
Berapa Lama Masa Iddah dalam Islam?
Masa iddah memiliki waktu periode yang berbeda-beda pada setiap wanita yang mengalaminya.
Ini karena jika wanita yang ditalak 1 oleh suaminya masih memiliki kesempatan untuk rujuk kembali. Berbeda dengan wanita yang ditalak 3 atau ditinggal wafat oleh suaminya.
Pada umumnya seorang wanita yang mengalami masa iddah harus menjalaninya selama 4 bulan 10 hari dan tidak boleh lebih atau kurang.
Selama masa idah wanita juga tidak boleh keluar rumah kecuali ada kepentingan seperti bekerja atau memenuhi kebutuhan hidup.
Jadi, selama masa idah wanita dilarang keras untuk menikah atau menerima lamaran pria baru.
Jika hal tersebut dilanggar, wanita tersebut berhak menerima konsekuensinya seperti pernikahan barunya dianggap tidak sah.
Baca Juga: 20 Tips Move On Setelah Putus, Antigalau dan Ampuh!
Tujuan Adanya Masa Iddah
Perlu Moms ketahui bukan hanya tentang masa iddah berapa lama, tapi juga Moms perlu mengetahui kenapa harus ada masa iddah.
Terkait hal ini, dijelaskan lengkap dalam hukum Islam, terutama hukum terkait kekeluargaan.
Bahwa Allah SWT berfirman yang terkandung dalam Al-Quran dan mengatur terkait masa idah itu sendiri.
Berikut ini penjelasan penting kenapa harus ada masa iddah:
1. Perlindungan Hukum
Masa iddah memberikan perlindungan hukum bagi wanita setelah perceraian atau kematian suaminya.
Selama periode ini, status pernikahan mereka tetap sah dan tidak dapat menikah kembali.
Baca Juga: Perbedaan Talak 1 2 3 dalam Islam, Wajib Tahu, ya Moms!
2. Menenangkan Kedua Pihak yang Bercerai
Hal pertama yang mendasari kenapa harus ada masa iddah, yaitu bertujuan baik untuk menenangkan kedua belah pihak yang telah bercerai.
Tujuannya untuk memberikan suatu jangka waktu baik bagi suami dan istri yang mungkin saja masih tersulut emosi menghadapi masalah rumah tangga yang telah mengkeruh.
Sehingga akhirnya jalan perceraian yang dipiih.
Pada titik ini, masa idah memiliki fungsi dan peran untuk memberikan waktu agar pasangan suami istri yang bertikai menjadi tenang kembali.
Ketika kedua belah pihak telah tenang setelah mengalami pertikaian, maka selanjutnya kejernihan pikiran akan muncul kembali dan bisa menyelesaikan masalah dengan baik.
Tujuannya untuk memperbaiki hubungan agar tetap dapat bersilaturahmi, terutama berkaitan dengan mengurus dan membesarkan anak.
3. Identifikasi Kehamilan
Masa iddah umumnya berlangsung sekitar 3 atau 4 bulan.
Sehingga saat masa idah berlangsung dapat diketahui apakah istri sedang hamil atau tidak.
Dengan demikian hal ini akan menjadi kepastian hukum mengenai bapak dari jabang bayi, dan tidak akan menimbulkan fitnah.
Hal ini juga diatur secara detail di Undang-undang Republik Indonsia.
Lebih tepatnya dalam Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kopilasi Hukum Islam Pasal 2, yang menyatakan bahwa:
“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Kemudian bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.”
Dalam kutipan di atas dijelaskan terkait berlalu jangka waktu tunggu bagi seorang wanita yang putus perkawinannya.
Jangka waktu tersebut merujuk pada masa iddah itu sendiri.
Identifikasi kehamilan saat masa iddah juga penting dalam hal warisan dan tanggung jawab terkait anak-anak.
4. Kesempatan Pemulihan
Ini juga memberikan kesempatan bagi wanita untuk memulihkan diri secara emosional dan mental setelah pengalaman perceraian atau kematian suami.
Selain itu, membantu wanita yang baru saja ditinggal meninggal oleh suami atau mengalami perceraian untuk memulihkan kondisi mental mereka bisa dilakukan dengan beberapa cara:
- Berikan Dukungan Emosional
Berikan dukungan emosional yang kuat dengan mendengarkan cerita mereka tanpa menilai, memberikan perhatian yang tulus, dan menyediakan bahu untuk mereka menangis atau berbicara tentang perasaan mereka.
- Berikan Ruang untuk Berduka
Biarkan mereka merasakan dan mengungkapkan emosi mereka tanpa rasa takut atau rasa bersalah.
Dukungan untuk mengatasi rasa sedih, marah, atau kebingungan sangat penting untuk memulihkan mental mereka.
- Bantu Membangun Kembali Rasa Percaya Diri
Seringkali, wanita yang mengalami kehilangan suami atau perceraian merasa rendah diri atau kehilangan harga diri.
Bantulah mereka untuk membangun kembali rasa percaya diri dengan memberikan pujian, mengingatkan mereka akan kekuatan dan kualitas positif yang mereka miliki, dan mendorong mereka untuk menetapkan tujuan yang realistis untuk masa depan.
- Bantu Menjalani Tugas Sehari-hari
Bantu mereka dalam tugas sehari-hari yang mungkin terasa berat bagi mereka, seperti mengurus anak-anak, menyelesaikan tugas rumah tangga, atau mencari pekerjaan jika diperlukan.
- Ajak untuk Terlibat dalam Aktivitas Positif
Moms juga bisa mendorong mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan atau bermanfaat bagi mereka, seperti olahraga, seni, atau relawan.
Aktivitas ini dapat membantu mengalihkan perhatian dari kesedihan dan membantu membangun jaringan sosial yang kuat.
- Bantu Mereka untuk Mendapatkan Bantuan Profesional
Jika mereka merasa perlu, dorong mereka untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater yang dapat memberikan dukungan dan alat yang mereka butuhkan untuk mengatasi kesulitan mereka.
- Beri Waktu
Ingatlah bahwa proses penyembuhan mental memerlukan waktu.
Beri mereka ruang dan kesempatan untuk mengatasi perasaan mereka dengan cara mereka sendiri, dan bersikap sabar serta bersedia untuk mendukung mereka sepanjang perjalanan.
Baca Juga: 15+ Jenis Jin Menurut Islam, Ada yang Bisa Picu Perceraian!
Hak Perempuan Selama Masa Iddah
Melansir NU Online, penjelasan dari Syekh Muhammad ibn Qasim dalam kitab Fathul Qarib dapat disampaikan beberapa kesimpulan tentang hak dan kewajiban perempuan saat masa iddah, yakni:
1. Perempuan dalam Masa Iddah dari Talak Raj‘i
Suami bisa saja rujuk kapan pun selama masa iddah, tanpa melalui akad baru dan tanpa pula melalui rida istri.
Istri berhak mendapat tempat tinggal layak, nafkah, pakaian, dan biaya hidup lainnya dari mantan suami.
Itu semua adalah hak perempuan, kecuali jika dia nusyuz (durhaka) sebelum diceraikan atau di tengah-tengah masa iddah-nya.
Hal itu berdasarkan firman Allah SWT:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا۟ ٱلْعِدَّةَ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنۢ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُۥ ۚ لَا تَدْرِى لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرً
"Yā ayyuhan-nabiyyu iżā ṭallaqtumun-nisā`a fa ṭalliqụhunna li'iddatihinna wa aḥṣul-'idda
wattaqullāha rabbakum, lā tukhrijụhunna mim buyụtihinna wa lā yakhrujna illā ay ya`tīna bifāḥisyatim mubayyinah,
wa tilka ḥudụdullāh, wa may yata'adda ḥudụdallāhi fa qad ẓalama nafsah, lā tadrī la'allallāha yuḥdiṡu ba'da żālika amrā."
Artinya: "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu idah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.
Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.
Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.
Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru," (Q.S At-Talaq Ayat 1).
Dan juga sabda Rasulullah SAW:
“Perempuan ber-idah yang bisa dirujuk oleh (mantan) suaminya berhak mendapat kediaman dan nafkah darinya,” (Syekh Abu Syuja, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, terbitan Alam al-Kutub, hal. 35).
2. Perempuan dalam Masa Iddah dari Talak Ba’in
Baik karena khulu‘, talak tiga, atau karena fasakh dan tidak dalam keadaan hamil, berhak mendapat tempat tinggal saja tanpa mendapat nafkah.
Kecuali jika dia durhaka sebelum ditalaknya atau di tengah masa idahnya.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.
Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya." (QS At Talaq: 6).
Sebagaimana didukung pula dalam hadis lainnya mengenai kisah Fathimah binti Qois RA ketika diceraikan oleh suaminya, kemudian Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada nafkah untukmu kecuali jika engkau dalam keadaan hamil,” (HR. Abu Daud no. 2290).
3. Perempuan dalam Masa Iddah dari Talak Ba’in dan dalam Keadaan Hamil
Berhak mendapat tempat tinggal dan nafkah saja, namun tidak berhak atas biaya lainnya.
Hanya saja terjadi perbedaan pendapat, apakah nafkah itu gugur karena nusyuz atau tidak. Namun, ada dalil khusus yang menerangkan hal ini.
Dari Al Furai’ah binti Malik bin Sinan yang merupakan saudari Abu Sa’id Al Kudri, dia berkata:
“Dia datang kepada Rasulullah SAW meminta izin kepada beliau untuk kembali kepada keluarganya di Bani Khudrah karena suaminya keluar mencari beberapa budaknya yang melarikan diri hingga setelah mereka berada di Tharaf Al Qadum dia bertemu dengan mereka lalu mereka membunuhnya."
Dia berkata, “Aku meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk kembali kepada keluargaku karena suamiku tidak meninggalkan rumah dan harta untukku,”
Ia berkata, “Kemudian aku keluar hingga setelah sampai di sebuah ruangan atau di masjid, beliau memanggilku dan memerintahkan agar aku datang."
Kemudian beliau berkata, “Apa yang tadi engkau katakan?”
Kemudian aku kembali menyebutkan kisah yang telah saya sebutkan, mengenai keadaan suamiku.
Kemudian beliau bersabda, “Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa iddah.”
Dia berkata, “Aku melewati masa iddah di tempat tersebut selama empat bulan sepuluh hari,” (HR. Abu Daud no. 2300, At Tirmidzi no. 1204).
4. Perempuan dalam Masa Iddah karena Ditinggal Wafat Suaminya
Tidak berhak mendapat nafkah walaupun dalam keadaan hamil karena kondisinya ia ditinggal wafat oleh suaminya.
Hal ini cukup berbeda dengan jenis masa iddah lainnya.
Ini karena ketika ditinggal wafat oleh suami tidak ada kewajiban keluarga dari suami untuk menafkahi istri yang ditinggal tersebut.
Larangan Perempuan Selama Masa Iddah
Bukan hanya perlu mendapatkan hak, selama masa idah pun perempuan harus memenuhi kewajibannya, yakni:
1. Tidak Boleh Berdandan
Perempuan yang ditinggal wafat suaminya berkewajiban untuk ihdad, yakni tidak bersolek dan tidak berdandan.
Ini meliputi mengenakan pakaian bewarna mencolok semisal kuning atau merah yang dimaksudkan untuk berdandan.
Juga tidak diperkenankan mengenakan wewangian, baik pada badan atau pakaian dimana yang niatnya untuk berdandan. Mengenai masa ihdaad disebutkan dalam hadits:
“Tidak dihalalkan bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung (menjalani masa ihdaad) atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, yaitu (selama) empat bulan sepuluh hari,” (HR. Bukhari no. 5334 dan Muslim no. 1491).
Ummu Athiyah radhiyallahu ‘anha berkata:
“Kami dilarang ihdaad (berkabung) atas kematian seseorang di atas tiga hari kecuali atas kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari.
Selama masa itu kami tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh memakai pakaian yang berwarna kecuali pakaian ashab."
"Dan kami diberi keringanan bila hendak mandi seusai haid untuk menggunakan sebatang kayu wangi.
Dan kami juga dilarang mengantar jenazah,” (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 2739).
Baca Juga: Menikah Dengan Janda atau Duda? Yuk, Simak 10 Tips Berikut!
2. Tidak Boleh Keluar Rumah Jika Bukan untuk Urusan Penting
Ini berlaku untuk perempuan yang ditinggal wafat suami dan juga perempuan yang telah putus dari pernikahan, baik karena talak bain sughra, talak bain kubra, atau karena fasakh.
Secara garis besar tidak ada hak bagi mantan suaminya ataupun yang lain untuk mengeluarkannya wanita yang tengah melewati masa idah dari rumah.
Selain itu, dia juga tidak boleh keluar dari rumah itu walaupun diridai oleh mantan suaminya kecuali karena ada kebutuhan.
Adapun kebutuhan keluar rumahnya di siang hari hanya untuk bekerja dan belanja kebutuhan.
Sebenarnya, untuk kebutuhan mendesak pada malam hari, perempuan dalam masa idah boleh keluar rumah.
Dengan catatan, dia kembali pulang dan bermalam di rumah tersebut kecuali memang ada ketakutan yang menimpa diri, anak-anak, dan hartanya.
3. Tidak Boleh Menikah Dulu
Perempuan yang tengah menjalani masa idah dari talak raj‘i tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki lain atau menerima lamaran baru walaupun berupa sindiran.
Allah berfirman: “Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya,” (QS Al-Baqarah: 235).
Apakah Perempuan yang Sedang dalam Masa Iddah Boleh Menerima Lamaran?
Perempuan yang sedang menjalani idah karena ditinggal wafat atau ditalak ba’in suaminya tidak boleh menerima lamaran terang-terangan, tetapi boleh menerima lamaran berupa penawaran.
Sebagaimana firman Allah SWA:
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.
Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf,” (QS Al-Baqarah: 235).
Konsekuensi Jika Melanggar Masa Iddah
Tentu Moms mungkin bertanya tentang konsekuensi yang akan terjadi jika melanggar masa iddah.
Dilansir dari berbagai sumber, jika masa iddah dilanggar, konsekuensinya yaitu dapat membatalkan keabsahan nikah.
Hal ini mengingat dan menimbang ketentuan masa iddah menjadi salah satu syarat sah pernikahan seorang janda.
Terkait ini juga menjadi pertimbangan Kementerian Agama Indonesia dalam nenentukan dan membuat UU Perkawinanan 1/1974 pasal 2 ayat (1), yang berbunyi:
"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu".
Baca Juga: Ibu Melahirkan Sendiri di Rumah tanpa Bantuan, Apakah Aman?
Apakah Masa Iddah Berlaku untuk Suami?
Dalam Islam, masa iddah tidak berlaku bagi suami seperti halnya bagi istri. Masa iddah adalah periode tertentu yang diwajibkan hanya untuk wanita setelah perceraian atau ditinggal wafat oleh suaminya.
Tujuan utamanya adalah untuk memastikan kebersihan nasab, memberi waktu pemulihan emosional, dan menghormati hubungan pernikahan yang telah berakhir.
Namun, meskipun tidak ada masa iddah formal bagi suami, Islam mengajarkan pentingnya introspeksi dan tanggung jawab moral.
Seorang pria yang menceraikan istrinya dianjurkan untuk memberikan waktu dan ruang bagi dirinya dan mantan istri untuk menyelesaikan urusan emosional serta kewajiban, terutama jika ada anak yang perlu diperhatikan.
Islam juga menekankan adab dan etika dalam menyikapi perceraian, termasuk menghindari tindakan yang dapat melukai perasaan mantan istri.
Secara garis besar, meskipun pria tidak memiliki masa iddah secara hukum, mereka tetap diingatkan untuk menjalani perceraian atau kematian pasangan dengan bijaksana dan penuh tanggung jawab.
Dari pernyataan di atas, maka menjadi penting untuk menaati masa iddah.
Hal ini karena dapat memberikan konsekuensi bukan hanya dalam segi agama namun juga dalam segi hukum.
- https://blog.justika.com/perceraian/masa-iddah-berapa-lama/
- https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/ketentuan-masa-iddah-perempuan-dalam-islam
- https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/hak-dan-kewajiban-perempuan-selama-masa-iddah-DE3LX
- https://tafsirweb.com/10981-surat-at-talaq-ayat-1.html
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.