04 Juni 2024

50 Peribahasa Jawa dan Artinya yang Bisa Jadi Teladan Hidup

Peribahasa Jawa ini juga ada yang bisa jadi teladan sebagai orang tua, lho!

Menurut S. Prawiroatmojo, peribahasa Jawa didefinisikan sebagai perumpamaan, ungkapan, atau semacam pepatah, tapi tidak menggunakan arti sesungguhnya.

Perumpamaan, ungkapan, dan pepatah dalam istilah bahasa Jawa dinamakan paribasan, bebasan, maupun Ian saloka.

Paribasan, bebasan, dan saloka sebagai jenis kata yang termasuk dalam kelompok tembung entar.

Tembung entar sendiri merupakan kata perumpamaan atau kiasan yang sering digunakan untuk mengungkap sesuatu secara tidak langsung.

Ada banyak teladan hidup dalam peribahasa Jawa yang bisa dicontoh Moms dan Dads.

Yuk, tengok sederet peribahasa Jawa untuk jadi motivasi sehari-hari!

Baca Juga: 45 Kata-kata Tetap Semangat Bahasa Inggris, Bikin Maju!

Kumpulan Peribahasa Jawa

Kumpulan Peribahasa Jawa
Foto: Kumpulan Peribahasa Jawa (Pinterest.com)

Di samping, penggunaannya juga merupakan bagian dari pelestarian sastra Jawa.

Ada begitu banyak peribahasa Jawa, berikut beberapa di antaranya:

1.Ana dina, ana upa.” (Ada hari, ada nasi)

Selama orang mau bekerja dengan tekun pasti akan mendapat rezeki, yang dalam hal ini diibaratkan melalui nasi.

2.Kebo gupak ajak-ajak.” (Kerbau penuh lumpur mengajak kotor yang bersentuhan dengannya)

Peribahasa Jawa ini merupakan peringatan bahwa orang yang yang mempunyai sifat dan perbuatan buruk cenderung suka memengaruhi orang lain mengikuti perbuatannya.

Karena itu, kita dinasihati untuk jauhilah orang seperti itu.

3.Ngundhuh wohing pakerti.” (Memetik buah perbuatan sendiri)

Ini merupakan kiasan untuk orang yang melakukan perbuatan buruk pasti akan memperoleh keburukan pula di kemudian hari.

4.Witing tresna jalaran saka kana.” (Awal cinta karena biasa berdekatan)

Ini merupakan nasihat bagi laki-laki maupun perempuan agar berhati-hati dalam berteman, karena kedekatan dapat menumbuhkan cinta.

5.Anak polah, bapa kepradhah.” (Anak meminta, bapak meluluskannya)

Peribahasa Jawa ini merupakan peringatan bagi orangtua agar bertanggung jawab terhadap kehidupan anak-anaknya.

Orang tua harus mempertimbangkan dengan cermat permintaan Si Kecil, mengenai baik, buruk, dan manfaatnya.

Baca Juga: 83 Kata-Kata Bucin Bikin Baper, Bijak, Lucu, hingga Rindu

6.Nabok nyilih tangan.” (Memukul pinjam tangan orang lain)

Kiasan terhadap orang licik yang tidak berani menghadapi musuhnya secara terang-terangan, namun meminta bantuan orang lain dengan sembunyi-sembunyi.

7. "Mikul dhuwur mendhem jero.”
Seorang anak yang menjunjung tinggi derajat orangtuanya.

8. "Becik ketitik, ala ketara.”
Perbuatan baik akan selalu dikenali, dan perbuatan buruk nantinya juga akan terbongkar.

9. "Dhemit ora ndulit, setan ora doyan.”
Berupa doa dan harapan agar selalu diberi keselamatan, tiada suatu halangan, dan rintangan.

10. "Kakehan gludug kurang udan.”
Terlalu banyak bicara, tapi tidak pernah memberi bukti.

11. “Kekudhung walulang macan.” (Berkerudung kulit harimau)

Peribahasa Jawa ini menggambarkan orang yang berusaha mencapai keinginannya menggunakan pengaruh dari penguasa atau orang yang ditakuti masyarakat.

12.Emban cindhe, emban siladan.” (Menggendong dengan selendang, menggendong dengan rautan bambu)

Nasihat peribahasa Jawa yang kebanyakan ditujukan pada orangtua maupun penguasa agar tidak membeda-bedakan perhatiannya terhadap anak atau rakyat.

Yang disukai jangan lantas diberi kemudahan, sementara yang tidak disukai terus-menerus dipersulit hidupnya.

Baca Juga: Qurban: Sejarah, Hukum, Dalil dan Aturan Pelaksanaan

13.Kegedhen empyak kurang cagak.” (Kebesaran atap kurang tiang)

Gambaran orang yang berbuat sesuatu melebihi kemampuannya.

Dengan memaksakan diri, sebagaimana dikiaskan rumah yang atapnya terlampau besar dengan sedikit tiang, besar kemungkinan rumah (cita-citanya) tidak dapat didirikan (terwujud).

14.Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan.” (Bukan saudara bukan kerabat, kalau mati ikut kehilangan)

Ungkapan terhadap jasa seseorang yang cukup besar bagi masyarakat, sehingga ketika yang bersangkutan meninggal dunia, semua orang akan merasa kehilangan.

15.Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang.” (Tersandung di tempat yang rata, terbentur ke langit).

Suatu kejadian yang jarang terjadi. Ini merupakan peringatan agar orang selalu waspada dan berhati-hati dalam berbuat sesuatu.

16. "Desa mawa cara, negara mawa tata.”
Setiap daerah memiliki adat istiadat atau aturan yang berbeda.

17. "Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan.”
Meski tidak ada ikatan darah, namun terasa sudah seperti bagian dari keluarga, yang jika ada duka, ikut merasa sedih dan kehilangan.

18. "Ngajari bebek nglangi.”
Pekerjaan yang tidak ada manfaatnya.

19. "Adigang, adigung, adiguna.”
Mengandalkan kekuatan, kekuasaan, dan kepintarannya.

20.Janma tan kena ingina.” (Manusia jangan dihina)

Peringatan bahwa orang bisa saja berbeda antara pikiran dan penampilannya. Jika dilihat dari penampilannya mungkin akan keliru karena banyak orang suka menyembunyikan kemampuan yang jauh berbeda dengan apa yang kelihatan.

21.Kaya kali ilang kedhunge, pasar ilang kumandhange.” (Seperti sungai kehilangan lubuk, pasar kehilangan gema)

Gambaran situasi dan kondisi zaman ketika adat, serta tradisi mulai terkikis dan berganti dengan nilai-nilai baru yang belum sepenuhnya dimengerti masyarakat.

22.Utha-uthu nggoleki selane garu.” (Ke sana ke mari mencari celah sawah yang dibajak)

Semangat seseorang untuk terus berjuang tanpa lelah dan tidak malu dalam usaha mencari nafkah lewat pekerjaan apapun yang ada di sekitarnya.

Baca Juga: 40 Kata-kata Jawa Bijak, dari yang Kuno Hingga Bikin "Ambyar"!

23.Mburu uceng kelangan deleg.” (Mengejar ikan kecil, uceng, kehilangan tongkat untuk menyeberangi sungai)

Perumpamaan terhadap usaha memperoleh hasil yang relatif kecil dengan mengabaikan usaha lain yang telah dijalankan, akhirnya justru rusak.

24.Sadawa-dawane lurung isih dawa gurung.” (Sepanjang-panjangnya lorong, masih lebih panjang kerongkongan)

Manusia suka membagikan informasi dari mulut ke mulut, jadi itu menyebar dalam waktu singkat ke berbagai kalangan.

25.Kaya suruh lumah-kurebe beda, nanging yen gineget padha rasane.”

Seperti daun sirih, warna atas dan bawahnya beda, tapi kalau digigit sama rasanya.

26.Ngelmu iku kelakone kanthi laku.” (Menguasai ilmu itu tercapainya lewat proses, perjalanan, lahir maupun batin)

Menurut pandangan Jawa, menjadikan ilmu pengetahuan itu perilaku penyerapannya memerlukan kekuatan indra batin, serta penghayatan pribadi, bukan mengandalkan pikiran saja.

27. "Sepi ing pamrih, rame ing gawe.”
Melakukan pekerjaan tanpa pamrih.

28. "Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.”
Hidup rukun pasti akan hidup sentosa, sebaliknya jika selalu bertikai pasti akan berpisah.

29. "Golek banyu apikulan warih, golek geni adedamar." (Mencari air berbekal sepikul air, mencari api berbekal pelita).

Mencari kebaikan hanya dapat ditemukan jika berbekal kebaikan pula. Mencari kebaikan dari orang lain harus memberikan kebaikan terlebih dulu kepada mereka.

30. "Jer basuki mawa beya." (Untuk bahagia perlu biaya).

Untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan perlu biaya. Biaya di sini dapat diartikan sebagai pengorbanan atau kerja keras. Tidak mungkin orang meraih impiannya dengan mudah.

Baca Juga: Tips Berhubungan saat Puasa Ramadan, Wajib Tahu Moms!

Peribahasa Jawa yang Bisa Jadi Moto Hidup

Perempuan Bahagia
Foto: Perempuan Bahagia (Freepik.com/holiak)

Berikut kumpulan peribahasa jawa yang bisa jadi moto hidup.

31. "Ancik-ancik pucuking eri": Orang yang berada di tempat yang berbahaya.
32. "Anak polah bapak kepradha":: Anak bertingkah, orang tua yang bertanggung jawab.
33. "Angon mangsa": Menunggu waktu tepat atau mencari waktu yang baik.
34.
"Asu gedhe menang kerahe": Orang besar biasanya lebih kuat, menang.
35. "Bapa kesulah anak kepolah": Orang tua yang dihukum, anak juga ikut merasakan.
36. "Becik ketitik ala ketara": Segala tindakan baik maupun buruk pasti akan kelihatan.
37. "Busuk ketekuk, pinter keblinger": Orang bodoh maupun pintar suatu saat akan menemui kesulitan.
38. "Cedhak kebo gupak": Bergaul dengan orang jahat akan tertular menjadi jahat.
39. "Ciri wanci lelai ginawa mati": Kebiasaan/watak buruk seseorang tak akan hilang sampai mati.
40. "Crah agawe bubrah, rukun agawe santosa": Rukun membuat kokoh, pertengkaran membuat kekacauan.
41. "Cur-curan banyu kendhi": Orang yang bersumpah untuk membuktikan kejujurannya.
42. "Desa mawa cara, negara mawa tata": Setiap tempat atau daerah pasti mempunyai adat dan aturan sendiri-sendiri.
43. "Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan": Walaupun orang lain tetapi kalau sedang menderita ikut merasakan.
44. "Durung pecus keselak besus": Belum pandai bekerja tapi sudah berkeinginan macam-macam.
45. "Adigang adigung adiguna": Menonjolkan kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian yang dimiliki.
46. "Aja rumangsa bisa, nanging bisa a rumangsa": Jangan merasa bisa, tapi sebaiknya mawas diri.
47. "Aja ngomong waton, nanging ngomonga nganggo waton": Jangan asal bicara, tetapi bicaralah dengan alasan yang jelas.
48. "Ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono": Kehormatan diri seseorang dari ucapannya sedangkan harga diri tubuh dari pakaian.
49. "Alon-alon waton kelakon": Pelan-pelan saja asalkan sampai/selesai.
50. "Ana catur mungkur": Orang yang tidak mau mendengarkan pergunjingan atau keluh kesah yang tidak baik.

Baca Juga: Cara Menulis Kutipan Langsung dan Tidak Langsung, Pahami!

Itulah beberapa di antara peribahasa Jawa yang bisa jadi teladan Moms dan Dads.

Semoga bisa jadi landasan membentuk kepribadian diri dan sekitar, ya!

  • https://titikdua.net/peribahasa-jawa/
  • http://repositori.kemdikbud.go.id/18924/1/bbs_CPJHHTDF_1573620162.pdf

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.