13 Puisi Hari Pahlawan Karya Penyair Terkenal, Penuh Makna
Hari Pahlawan Nasional diperingati setiap tahunnya pada tanggal 10 November.
Peringatan ini bertepatan dengan perjuangan rakyat Surabaya pada 10 November 1945 silam.
Kegiatan Hari Pahlawan dirayakan dengan menggunakan twibbon, mengucapkan Hari Pahlawan, hingga membaca puisi dari tokoh-tokoh ternama, salah satunya Chairil Anwar.
Temukan sederet puisi Hari Pahlawan yang bisa jadi referensi Moms ataupun Si kecil di sekolah!
Baca Juga: 25+ Nama Pahlawan Nasional Indonesia dan Kisah Perjuangannya
1. Penyelamat Ibu Pertiwi (Agung Dwi Prasetyo)
Seperti hujan yang turun membasahi bumi
Menjadikan tanah kering menjadi subur
Seperti itulah para pahlawan
Menjadikan negara ini merdeka dari pejajahan
Tak terukur perjuangan yang kau lakukan
Tak terhitung berapa banyak darah yang tertumpah
Demi tercapainya kemerdekaan
Demi mengusir para penjajah yang serakah
Usai sudah kini perjuanganmu
Tinggalah kami di sini yang menikmati
Hasil jerih payah engkau dahulu
Terimakasih para pahlawanku
2. Dipenogoro (Chairil Anwar)
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak genta. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
inasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Februari 1943
Baca Juga: 9 Ide Baju Pahlawan Indonesia Si Kecil, Langsung Check Out!
3. Maju Tak Gentar (Gus Mus)
Maju tak gentar
Membela yang mungkar
Maju tak gentar
Hak orang diserang
Maju tak gentar
Pasti kita menang!
4. Penjajah Harus Pergi dari Indonesia (Mochamad Hayyu Al Fatha)
Penjajah itu sudah merusak persatuan
Persatuan bangsa Indonesia
Karena mereka telah membunuh pahlawanku
Mereka juga telah menyengsarakan rakyat Indonesia
Maka dari itu kita harus melawan para penjajah
Demi Indonesia merdeka kita harus bersatu
Agar bangsa Indonesia bisa tetap harmonis
Dan bersatu agar bangsa Indonesia
Menjadi bangsa yang makmur
5. Sebuah Jaket Berlumur Darah (Taufik Ismail)
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan!
Baca Juga: Biografi Frans Kaisiepo dan Perannya dalam Kemerdekaan RI
6. Derai-derai Cemara (Chairil Anwar)
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
Sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
7. Gugur (W.S. Rendra)
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya
Ketika anaknya memegang tangannya,
Ia berkata:
”Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata:
“Lihatlah, hari telah fajar!
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya!
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menancapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
Kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata:
“Alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
Baca Juga: Perjanjian Roem Royen: Latar Belakang dan Isi Perjanjiannya
8. Lagu Seorang Geriliya (W.S. Rendra)
Engkau melayang jauh, kekasihku
Engkau mandi cahaya matahari
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
Engkau berkudung selendang katun di kepalamu
Engkau menjadi suatu keindahan
Sementara dari jauh
Resimen tank penindas terdengar menderu
Malam bermandi cahaya matahari
Kehijauan menyelimuti medan perang yang membara
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku
Engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
Dan darah muncrat dari dadaku
Maka di saat seperti itu
Kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
Bersama kakek-kakekku yang telah gugur
Di dalam berjuang membela rakyat jelata
9. Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang (W.S. Rendra)
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
1960
10. Surabaya (Mustofa Bisri)
Jangan anggap mereka kalap
Jika mereka terjang senjata sekutu lengkap
Jangan dikira mereka nekat
Karena mereka cuma berbekal semangat
Melawan seteru yang hebat
Jangan sepelekan senjata di tangan mereka
Atau lengan yang mirip kerangka
Tengoklah baja di dada mereka
Jangan remehkan sesobek kain di kepala
Tengoklah merah putih yang berkibar
Di hati mereka
Dan dengar pekik mereka
Allahu Akbar!
Dengarlah pekik mereka
Allahu Akbar!
Gaungnya menggelegar
Mengoyak langit
Surabaya yang murka
Allahu Akbar
Menggetarkan setiap yang mendengar
Semua pun jadi kecil
Semua pun tinggal seupil
Semua menggigil
Surabaya,
O, kota keberania
O, kota kebanggaan
Mana sorak-sorai takbirmu
Yang membakar nyali kezaliman?
Mana pekik merdekamu
Yang menggeletarkan ketidakadilan?
Mana arek-arekmu yang siap
Menjadi tumbal kemerdekaan
Dan harga diri
Menjaga ibu pertiwi
Dan anak-anak negeri
Ataukah kini semuanya ikut terbuai
Lagu-lagu satu nada
Demi menjaga
Keselamatan dan kepuasan
Diri sendiri
Allahu Akbar!
Dulu Arek-arek Surabaya
Tak ingin menyetrika Amerika
Melinggis Inggris
Menggada Belanda
Murka pada Gurka
Mereka hanya tak suka
Kezaliman yang angkuh mereja-lela
Mengotori persada.
Mereka harus melawan
Meski nyawa yang menjadi taruhan
Karena mereka memang pahlawan
Surabaya
Di manakah kau sembunyikan
Pahlawanku?
Baca Juga: Hari Sumpah Pemuda: Tema, Sejarah, Hingga Rangkaian Acara
11. Dongeng Pahlawan (W.S. Rendra)
Pahlawan telah berperang dengan panji-panji
berkuda terbang dan menangkan putri.
Pahlawan kita adalah lembu jantan
melindungi padang dan kaum perempuan.
Pahlawan melangkah dengan baju-baju sutra.
Malam tiba, angin tiba, ia pun tiba pula.
Adikku lanang, senyumlah bila bangun pagi-pagi
karna pahlawan telah berkunjung di tiap hati.
12. Atas Kemerdekaan (Sapardi Djoko Damono)
Kita berkata: jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya: langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala
Terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
Mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba
Sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
Sementara seekor ular melilit pohon itu,
'Inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah'
Baca Juga: Biografi Sutan Syahrir, Perdana Menteri Pertama Indonesia
13. Karawang Bekasi (Chairil Anwar)
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan,
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Baca Juga: Biografi Pattimura Singkat, Pahlawan dari Tanah Maluku!
Itulah puisi Hari Pahlawan yang bisa Moms bacakan untuk mengenang jasa para pahlawan.
Mari rayakan Hari Pahlawan dengan lebih bermakna dengan puisi-puisi yang menyentuh hati.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.