Rumah Sakit Jakarta Bisa Kolaps Karena COVID-19, Penting Kembali Lakukan PSBB
Hingga hari ini, jumlah pertambahan kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta kian meningkat dan tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Menurut data terakhir, hingga hari Kamis (10/9/2020) jumlah kasus COVID-19 di Jakarta mencapai 48.393 ribu kasus dengan total kasus yang sembuh 36.383 ribu dan jumlah kasus yang meninggal dunia mencapai 1.317.
Dengan kondisi ini, bukan tidak mungkin bisa terjadi situasi di mana rumah sakit Jakarta kolaps. Lalu, seperti apa gambaran dari kondisi di Jakarta di tengah pandemi yang masih terjadi?
Baca Juga: COVID-19 Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Anak, Ini Langkah yang Dapat Dilakukan
Rumah Sakit di Jakarta Diperkirakan Kolaps pada Akhir September 2020
Foto: Orami Photo Stock
Kasus COVID-19 yang terus meningkat menyebabkan kapasitas rumah sakit yang digunakan sebagai rujukan COVID-19 hampir penuh hingga mencapai 83 persen dari total rumah sakit yang disediakan.
Bahkan, tim Koalisi Warga untuk Lapor Covid-19 bersama Nanyang Technological University dan Social Resilience Lab memprediksi jika jumlah penambahan kasus COVID-19 di Jakarta terus meningkat, maka kapasitas rumah sakit di ibu kota tidak akan mampu menampung pasien COVID-19 pada minggu keempat bulan September 2020.
Mengutip Media Indonesia, menurut Peneliti dari Nanyang Technological University Sulfikar Amir penambahan kasus COVID-19 di Jakarta meningkat drastis setiap harinya.
Misalnya, pada minggu pertama bulan September 2020, ada lebih dari 1.000 kasus positif COVID-19 baru di ibu kota.
Dalam penelitiannya, Sulfikar menggunakan model Gaussian dan hasilnya akibat rumah sakit yang penuh sedangkan jumlah kasus terus bertambah, maka kematian warga yang positif COVID-19 akan melonjak menjadi 3 ribu orang pada akhir Oktober 2020.
Baca Juga: Dari Persatuan Dokter Emergensi Indonesia, Ini Panduan Mencuci Tangan untuk Hindari Virus COVID-19
Belajar dari Kasus COVID-19 di Italia
Foto: Orami Photo Stock
Italia sempat mengalami dampak yang cukup parah saat pertama kali negaranya terinfeksi COVID-19.
Bahkan pada bulan Maret 2020, awal kasus COVID-19, rumah sakit di Italia menerima pasien COVID-19 setiap 5 menit dan dikabarkan hampir kolaps.
Meski demikian, sejak 31 Juli 2020 sejumlah rumah sakit di Italia sudah kosong dari pasien COVID-19. Sementara itu, kematian akibat COVID-19 di wilayah utara Italia yang jadi awal mula pandemi berada di angka 0.
Tentu jumlah tersebut merosot jauh dibandingkan pada saat pertama kali Italia terserang COVID-19. Meskipun tetap ada penambahan kasus, namun Italia optimis bisa mengendalikan angka infeksi dan kematian COVID-19 akibat virus berbahaya tersebut.
Setelah mengarungi momen yang buruk, kini Italia bangkit menjadi lebih baik dan pemerintahan Italia pun konsisten menerakan lockdown sepanjang pandemi COVID-19.
Selain itu, pemerintah Italia juga selalu update dan megikuti arahan dari komite teknis dan ilmiah.
Bahkan sejak Maret lalu, pemerintah Italia terus melakukan pembatasan dan akan diperpanjang hingga 15 Oktober setelah Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mendesak agar tidak melonggarkan lockdown.
Sebab, dengan lockdown, pemerintah Italia mampu merespons lebih cepat apabila terdapat klaster-klaster baru. Pihaknya juga menyadari bahwa virus Corona bisa kembali kapan pun dan kondisi di seluruh dunia belum stabil.
Meskipun kebijakan lockdown yang dilakukan oleh pemerintah Italia menimbulkan kerugian ekonomi. Namun, di sisi lain pihaknya lebih mementingkan kesehatan dan nyawa masyarakatnya.
"Kesehatan warga Italia berada dan akan selalu menjadi prioritas," kata Conte.
Meski keputusannya itu mengundang banyak kritik, namun menurut Conte, keputusannya itu terbukti lebih efisien dalam menekan laju penyebaran COVID-19 ketimbang memaksa menjalankan roda perekonomian di tengah pandemi.
Baca Juga: 3 Tahapan Kondisi Kesehatan Mental Saat Pandemi COVID-19, Wajib Tahu!
Apa yang Harus Dilakukan agar Rumah Sakit di Jakarta Tidak Kolaps
Foto: Orami Photo Stock
Mengutip IDN Times, Sulfikar beserta tim koalisi LaporCOVID-19 memberikan beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta agar rumah sakit tidak kolaps yakni:
- Memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)dengan menutup minimal 70 persen aktivitas dan sarana publik selama 6 minggu dengan masa evaluasi per 3 minggu.
- Pemprov DKI Jakarta diminta tegas dalam memberlakukan work from home (WFH) bagi para pelaku bisnis dan perkantoran. Dan hanya pelaku usaha di bidang esensial yang diperbolehkan beroperasi dengan syarat dan ketentuan protokol kesehatan. Hal ini sekaligus mencegah adanya penambahan kasus akibat klaster-klaster perkantoran.
- Meningkatkan contact tracing dan testing secara masif untuk mengetahui sekaligus mengurangi penyebaran COVID-19 di masyarakat.
- Menambah fasilitas ruang perawatan atau isolasi di rumah sakit rujukan COVID-19.
Mengutip Detik Health, untuk menekan laju kenaikan kasus COVID-19, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun sudah memutuskan untuk melakukan PSBB total sejak 14 September 2020.
Anies juga mengingatkan masyarakat untuk tidak keluar rumah jika bukan urusan mendesak. WFH pun juga akan kembali dilaksanakan.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.