Tata Cara Salat Kafarat Jumat Terakhir Ramadan dan Hukumnya
Salah satu pembahasan yang sering dibicarakan di penghujung Ramadan adalah salat kafarat Jumat terakhir Ramadan.
Mengutip dari NU Online, salat ini dilakukan dengan sejumlah rakaat salat fardu, dari Subuh sampai Isya, sebanyak 17 rakaat.
Beberapa orang meyakini bahwa tradisi salat kafarat Jumat terakhir Ramadhan bisa mengganti salat yang ditinggalkan semasa hidup sampai 70 tahun.
Banyak juga yang melakukannya untuk melengkapi berbagai kekurangan dalam salat yang dilakukan karena was-was.
Yuk, Moms simak selengkapnya di bawah ini.
Baca Juga: Tata Cara Salat Idul Fitri, Lengkap dari Awal sampai Akhir
Tata Cara Salat Kafarat Jumat Terakhir Ramadan
Berikut adalah tata cara salat kafarat, lengkap dengan bacaannya. Yuk, simak, jika Moms dan keluarga akan melaksanakannya!
- Niat salat kafarat
أُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ كَفَّارَةً لِمَا فَاتَني مِنَ الصَّلَاةِ لِلَّهِ تَعَالَى
Ushollii arba'a raka'atin kafaraatallimaafatanii minash-shalatilillahita'alaa
Artinya: "Aku (berniat) salat empat rakaat sebagai kafarat salat yang tertinggal karena Allah Ta'ala."
- Membaca Al-Fatihah satu kali
- Membaca surah Al-Qadr 15 kali
- Terakhir, membaca surah Al-Kautsar 15 kali
- Rukuk
- I'tidal
- Sujud
- Dilakukan sebanyak 4 rakaat dan tanpa tahiat awal
- Tahiat akhir
- Salam
- Setelah salam, membaca istigfar 10 kali, membaca salawat 100 kali
- Terakhir, membaca basmalah, hamdalah, dan syahadat serta doa kafarat 3 kali.
Berikut bacaan doanya:
اللَّهُمَّ لَا يَنْفَعُكَ طَاعَتِي، وَلَا تَضُرُّكَ مَعْصِيَتِي، تَقَبَّلْ يَا مَنْ إِذَا وَعَدَ وَفَى وَإِذَا تَوَعَدَ تَجَاوَزَ وَعَفَى، اِغْفِرْ لِيْ لِعَبْدِ ظَلَمَ نَفْسَهُ نَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ بَطَرِ الغِنَى وَجَهْدِ الفَقْرِ، إِلهِي خَلَقْتَنِيْ وَلَمْ أَكُنْ شَيْئًا وَرَزَقْتَنِي وَلَمْ أَكُنْ شَيْئًا وَارْتَكُبْتُ الْمَعَاصِيْ، فَإِنِّي مُقِرٌّ لَكَ بِذُنُوبِي فَإِنْ عَفَوْتَ عَنِّي فَلَا يَنْقُصُ مِنْ مُلْكِكَ شَيْئًا، وَإِنْ عَذَّبْتَنِيْ فَلَا يَزِدُ فِي سُلْطَانكَ شيْئًا إِلهِي أَنْتَ تَجِدُ مَنْ تُعَذِّبُهُ غَيْرِي، وَأَنَا لَا أَجِدُ مَنْ يَرْحَمُنِي غَيْرَكَ اغْفِرْلِيْ مَا بَيْنِي وَبَيْنَكَ، وَغْفِرْلِيْ مَابَيْنِي وَبَيْنَ خَلْقِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَا رَجَاءَ السَّائِلِيْنَ وَيَا أَمَانَ الخَائِفِيْنَ، إِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ الْوَاسِعَةِ أَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَتَابِعُ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ بِالْخَيْرَاتِ، رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
Allahumma yaa man laa tan-fa’uka tha’atii wa laa tadhurruka ma’shiyatii taqabbal minnii ma laa yanfa’uka waghfirlii ma laa yadhurruka ya man idzaa wa ‘ada wa fii wa idzaa tawa’ada tajaa wa za wa’afaa ighfirli’abdin zhaalama nafsahu wa as’aluka.
Allahumma innii a’udzubika min bathril ghinaa wa jahdil faqri ilaahii khalaqtanii wa lam aku syai’an wa razaqtanii wa lam aku syaii’in wartakabtu al-ma’ashii fa-innii muqirun laka bi-dzunuubii.
Fa in ‘afawta ‘annii fala yanqushu min mulkika syai’an wa-in adzdzaabtanii falaa yaziidu fii sulthaanika syay-’an.
Ilaahii anta tajidu man tu’adzdzi buhu ghayrii wa-anaa laa ajidu man yarhamanii ghaiyraka aghfirlii maa baynii wa baynaka waghfirlii ma baynii wa bayna khlaqika yaa arhamar rahiimiin wa yaa raja’a sa’iliin wa yaa amaanal khaifiina irhamnii birahmatikaal waasi’aati anta arhamur rahimiin yaa rabbal ‘aalaamiin.
Allahummaghfir lil mukminiina wal mukminaat wal musliimina wal muslimaat wa tabi’ baynana wa baynahum bil khaiyrati rabbighfir warham wa anta khairur-rahimiin wa shallallaahu ‘alaa sayidina Muhammadin wa ‘alaa alihii wa shahbihi wasallama tasliiman katsiiran amiin.
Artinya: “Yaa Allah, yang mana segala ketaatanku tiada artinya bagiMu dan segala perbuatan maksiatku tiada merugikanMu.
Terimalah diriku yang tiada artinya bagiMu. Dan ampunilah aku yang mana ampunanMu itu tidak merugikan bagiMu.
Ya Allah, bila Engkau berjanji pasti Engkau tepati janjiMu. Dan apabila Engkau mengancam, maka Engkau mau mengampuni ancamanMu.
Ampunilah hambaMu ini yang telah menyesatkan diriku sendiri, aku telah Engkau beri kekayaan dan aku mengumpat di saat aku Engkau beri miskin.
Wahai Tuhanku Engkau ciptakan aku dan aku tak berarti apapun.
Dan Engkau beri aku rizki sekalipun aku tak berarti apa-apa, dan aku lakukan perbuatan semua ma’siat dan aku mengaku padaMu dengan segala dosa-dosaku.
Apabila Engkau mengampuniku tidak mengurangi keagunganMu sedikitpun, dan bila Kau siksa aku maka tidak akan menambah kekuasaanMu, wahai Tuhanku, bukankah masih banyak orang yang akan Kau siksa selain aku.
Namun bagiku hanya Engkau yang dapat mengampuniku. Ampunilah dosa-dosaku kepadaMu. Dan ampunilah segala kesalahanku di antara aku dengan hamba-hambaMu.
Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih dan tempat pengaduan semua pemohon dan tempat berlindung bagi orang yang takut. Kasihanilah aku dengan pengampunanMu yang luas.
Engkau yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Engkaulah yang memelihara seluruh alam yang ada.
Ampunilah segala dosa-dosa orang mu’min dan mu’minat, muslimin dan muslimat dan satukanlah aku dengan mereka dalam kebaikan.
Wahai Tuhanku ampunilah dan kasihilah. Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Washollallahu ‘Ala sayyidina Muhammadin wa’ala alihi wasohbihi wasalim tasliiman kasiira. Aamiin.”
Baca Juga: Doa Kamilin, Doa yang Dipanjatkan Usai Salat Tarawih
Hukum Salat Kafarat Jumat Terakhir Ramadan
Para ulama memiliki dalil dan argumen berbeda mengenai boleh atau tidaknya pelaksanaan salat kafarat Jumat terakhir Ramadan ini, Moms.
Mengutip NU Online, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) Jawa Barat, Ustaz Mohammad Mubasysyarum Bih, menjelaskannya.
Para ulama berpandangan bahwa salat kafarat Jumat terakhir Ramadan tidak memiliki hadis atau kitab-kitab hukum Islam yang jelas.
Jadi, bolehnya salat kafarat ini tergolong sebagai upaya mensyariatkan ibadah yang tidak disyariatkan atau melakukan ibadah yang rusak.
Pengkhususan pelaksanaan salat kafarat Jumat terakhir Ramadan juga tidak memiliki dasar yang jelas dalam syariat.
Menurut pakar fikih otoritatif dari ulama mazhab Syafi'i, Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj, salat kafarat Jumat terakhir Ramadhan adalah haram, bahkan kufur.
"Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa salat 5 waktu di Jumat ini (Jumat terakhir Ramadan) selepas menjalankan salat Jumat;
mereka meyakini salat tersebut dapat melebur dosa salat-salat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup;
yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar," ujarnya.
Pandangan ini direspons oleh Syekh Abdul Hamid al-Syarwani dalam Hasyiyah al-Syarwani ‘ala al-Tuhfah dengan menyebut bahwa salat kafarat menyalahi seluruh mazhab.
Hadis tentang salat kafarat ini juga tidak dapat dibuat dalil karena tidak memiliki sanad yang jelas.
Baca Juga: Tata Cara Salat Wajib 5 Waktu: Niat, Bacaan, dan Doanya
Meski demikian, ada juga ulama yang memperbolehkan salat kafarat Jumat terakhir Ramadan ini, Moms.
Bertendensi pada pendapat Al-Qadli Husain yang mengqada salat fardu yang diragukan ditinggalkan.
Pendapat tersebut ditulis oleh Syekh Sulaiman al-Jamal dalam Hasyiyah al-Jamal.
"Al-Qadli Husain berkata, bila seseorang mengqada salat fardu yang ditinggalkan secara ragu, yang diharapkan dari Allah salat tersebut dapat mengganti kecacatan dalam salat fardhu atau paling tidak dianggap sebagai salat sunah.
Saya mendengar bahwa sebagian ashab-nya Bani Ashim berkata, bahwa ia mengqada seluruh salat seumur hidupnya satu kali dan memulai mengqadanya untuk kedua kalinya.
Al-Ghuzzi mengatakan, ini adalah faedah yang agung, yang jarang sekali dikutip oleh ulama," tulisnya.
Sementara itu, Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami, dalam kitab Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Bara’ah min al-Ikhtilaf mengatakan bahwa:
Keraguan dalam ibadah badan atau harta, boleh menggantungkan niat qadanya, bila betul ada tanggungan, statusnya wajib, bila tidak, berstatus sunah.
Para ulama berpandangan dengan pertimbangan bahwa tidak ada orang yang meyakini keabsahan salat yang baru saja ia kerjakan, terlebih salat yang dulu-dulu.
Adanya larangan salat kafarat ini karena ada kekhawatiran salat tersebut cukup untuk mengganti salat yang ditinggalkan selama setahun.
Namun, para ulama berpandangan saat kekhawatiran itu hilang maka hukum haram hilang.
Mengikuti amaliyah para pembesar ulama dan para wali Allah yang ahli makrifat billah, di antaranya Sayyidi Syekh Fakr al-Wujud Abu Bakr bin Salim, Habib Ahmad bin Hasan al-Athas, al-Imam Ahmad bin Zain al-Habsyi dan banyak lainnya.
Salat kafarat Jumat terakhir Ramadan ini juga rutin dilakukan dan diimbau oleh para pembesar ulama di Yaman.
Bahkan di masjid Zabid Yaman, salat kafarat ini rutin dilakukan secara berjamaah.
Dengan demikian, mengikuti amaliyah para wali dan ulama ahli makrifat tanpa diketahui dalil istinbathnya dari hadis Nabi, sudah cukup untuk menjadi argumentasi membolehkan salat kafarat ini.
Baca Juga: Tata Cara Salat Idul Fitri, Lengkap dari Awal sampai Akhir
Kesimpulan soal Boleh Tidaknya Salat Kafarat
Dari berbagai penjelasan di atas, baik yang membolehkan maupun yang mengharamkan, Ustaz Mubasysyarum Bih menggarisbawahi.
Menurutnya, salat kafarat yang diyakini sebagai pengganti salat fardu yang ditinggalkan selama satu tahun, sama sekali tidak dibenarkan.
Sebab, kewajiban bagi orang yang meninggalkan salat, baik sengaja atau lupa, adalah mengqadanya satu per satu, ulama tidak ikhtilaf dalam hal ini.
Sementara salat kafarat dimaksudkan sebagai langkah antisipasi saja.
Itulah informasi seputar hukum salat kafarat yang bisa Moms ketahui. Semoga membantu, ya Moms.
- https://www.nu.or.id/ramadhan/hukum-shalat-kafarat-di-jumat-akhir-ramadhan-EI1ID
- https://jatim.nu.or.id/keislaman/penjelasan-lengkap-shalat-kafarat-pada-jumat-terakhir-ramadhan-LNFxi
- https://www.nu.or.id/nasional/shalat-kafarat-di-jumat-akhir-ramadhan-ini-penjelasan-hukumnya-2jD4o
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.