Bayi Prematur Berisiko Tinggi Terkena Epilepsi, Benarkah?
Proses kelahiran buah hati, tidak selalu sesuai rencana. Karena satu dan lain hal, serta khususnya terkait masalah medis, bayi bisa saja dilahirkan terlalu dini. Bayi yang lahir prematur ini berisiko mengalami gangguan kesehatan karena kondisi organ tubuh yang belum sempurna.
Nah, berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis American Academy of Neurology, bayi yang lahir prematur ternyata juga berisiko mengalami epilepsi saat dewasa.
"Kami menemukan hubungan yang kuat antara kelahiran prematur dan risiko epilepsi dan risiko tampaknya meningkat secara dramatis sebelum kelahiran terjadi selama kehamilan," kata penulis studi Casey Crump, MD, PhD, dari Stanford University di Stanford, California seperti dilansir dari sciencedaily.com.
Baca Juga: 7 Cara Merawat Bayi Prematur di Rumah
Bayi Prematur Berisiko Tinggi Terkena Epilepsi
Foto: freepik.com
Penelitian tersebut melibatkan 630.090 orang dewasa di Swedia yang berusia 25 hingga 37 tahun. Para responden ini diikuti selama empat tahun. Peserta yang mengembangkan epilepsi diidentifikasi melalui catatan rumah sakit serta pantauan resep untuk obat yang mengobati epilepsi.
Dari total responden tersebut, 27.953 telah lahir prematur dan 922, atau 0,15 persen dari total peserta penelitian, telah dirawat di rumah sakit untuk epilepsi selama penelitian.
Studi ini pun menemukan bahwa orang dewasa yang dilahirkan sangat prematur, yakni di usia kehamilan 23-31 minggu, lima kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit untuk epilepsi sebagai orang dewasa. Hal ini dibandingkan dengan orang dewasa yang terlahir jangka penuh yakni usia kehamilan 37-42 minggu.
Orang dewasa yang lahir prematur antara 32-34 minggu kehamilan hampir dua kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit untuk epilepsi dan orang dewasa yang lahir antara 35 dan 36 minggu adalah satu setengah kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit untuk epilepsi dibandingkan dengan mereka yang dirawat di rumah sakit.
"Gangguan lain juga lebih sering terjadi pada orang yang lahir prematur, termasuk cerebral palsy dan penyakit lain pada sistem saraf pusat," kata Crump.
Crump menuturkan, ada kemungkinan bahwa hubungan antara kelahiran prematur dan epilepsi dapat dijelaskan oleh penurunan aliran oksigen ke otak dalam rahim selama kehamilan. Hal ini mengarah ke kelahiran prematur atau perkembangan otak abnormal yang dihasilkan dari kelahiran prematur itu sendiri.
Sementara itu, bayi prematur memililiki risiko kejang paling tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran dan khususnya dalam bulan pertama kehidupan.
Untuk itu, Crump pun mengimbau agar upaya pencegahan kelahiran prematur sebaiknya dilakukan calon ibu sejak dini. "Pencegahan kelahiran prematur yang lebih efektif sangat dibutuhkan untuk mengurangi beban epilepsi di kemudian hari," imbuhnya.
Baca Juga: Ini Masalah Kesehatan yang Sering Dialami Bayi Prematur
Bagaimana Mengenali Tanda Epilepsi pada Bayi?
Foto: epilepsy.com
Menurut Epilepsy Foundation, kejang pada bayi baru lahir dapat terlihat sangat berbeda dari yang terjadi pada anak yang lebih tua dan orang dewasa.
Kadang-kadang, orang tua berpikiran bayi yang sehat tampak kejang padahal mereka hanya memunculkan apa yang disebut refleks Moro. Ini dapat terjadi jika bayi terkejut, atau gelisah, yang terlihat mirip dengan gerakan menggigil.
Di sisi lain, mengenali kejang pada bayi bisa sangat sulit untuk dikenali. Sistem saraf bayi prematur ini masih terus berkembang. Kadang-kadang gerakan tiba-tiba dari bayi prematur dapat disalahartikan sebagai kejang.
Berikut tanda dan gejala epilepsi pada bayi yang perlu diketahui Moms:
- Gerakan tersentak-sentak
- Kekakuan anggota tubuh atau seluruh tubuh
- Gerakan mata, wajah, bibir, atau lidah yang tidak biasa
Baca Juga: 5 Cara Tepat Menambah Berat Badan Bayi Prematur
Bayi prematur memang terbukti lebih berisiko mengalami epilepsi saat dewasa nanti. Nah, jika Si Kecil lahir prematur dan mengalami gejala-gejala di atas, sebaiknya Moms segera menemui dokter untuk tindakan lebih lanjut ya.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.