“Nak, Kok Malah Teriak-Teriak Sih… Udah Dong Rewelnya…!!”
Cerita Pengantar
Cuaca di luar dingin karena hujan sedari pagi. Berbeda dengan cuaca di kepala Mama Mora. Menyusun laporan untuk deadline sore ini membuat otaknya panas ngebul. Keningnya berkerut menatap tabel penuh angka di layar laptopnya.
“Ma… Ma…” Rasya, putrinya yang baru berusia 1 tahun muncul sambil menarik-narik ujung bajunya.
“Sebentar ya Nak, Mama masih kerja….” jawab Mama Mora dengan pandangan yang tetap lekat ke layar laptop.
“Maa… hmmm… hmmm…” suara Rasya kali ini lebih kencang dengan intonasi yang lebih tinggi. Sambil menunjuk-nunjuk keluar rumah. Nampaknya Rasya ingin ditemani melihat hujan di luar rumah sambil dinyanyikan lagu Tik Tik Tik Bunyi Hujan.
“Iya nanti ya Nak….” Mama Mora otomatis ikut menaikkan volume suaranya.
“HEMMM… HUUUAAAAA…” Rasya berteriak dan menangis sambil memukul-mukulkan tangan mungilnya ke tubuh ibunya.
“Duh Rasya, kenapa sih nggak bisa dibilangin, kan Mama masih kerja!” kali ini Mama Mora bangun dari duduknya sambil menghardik Rasya. Mendengar Mamanya marah, Rasya kemudian menangis semakin kencang sambil membanting tubuhnya di lantai, dan memukul-mukulkan tangannya ke lantai.
“Nak, kok malah teriak-teriak sih… Udah dong rewelnya...!!”
Kini bukan hanya kepalanya yang panas, Mama Mora merasakan kesal yang menyesakkan dadanya.
Halo Moms and Dads!
Merasa akrab dengan kisah Mimi dan Mama Mora di atas? Wajarkah jika hal tersebut terjadi pada anak saya? Lalu, sebagai orangtua, apa yang sebaiknya saya lakukan? Adakah tips agar anak mampu mengelola dan mengekspresikan emosinya dengan baik?
Moms and Dads akan mendapatkan jawabannya di dalam Orami Parenting Eduseries, Seri Mengajarkan Kecerdasan Emosi Pada Balita. Ini dia yang akan Anda pelajari:
- Apa itu kecerdasan emosi? dan kenapa itu penting?
- Bagaimana tahap perkembangan emosi pada balita?
- Mengasah kecerdasan emosi sejak dini, apakah manfaat yang akan didapatkan?
- Apa saja latihan-latihan yang dapat membantu mengembangkan kecerdasan emosi anak?
Bagian 1: Apa Itu Kecerdasan Emosi dan Kenapa Itu Penting?
Moms and Dads, rasanya hampir setiap orang tua bangga ketika anak mendapat nilai tinggi, menduduki peringkat teratas, apalagi menjadi juara di sekolah. Kecerdasan akademik dan berpikir logis memang penting, namun kemampuan mengelola diri, terutama dalam menghadapi situasi sulit akan menjadi fondasi sukses anak dimasa mendatang. Anak yang cerdas emosi akan mampu memahami emosi yang dirasakan, serta mengelola dan mengekspresikannya dengan baik.
Kecerdasan intelektual (IQ) yang biasa diukur dari skor IQ merupakan kemampuan belajar, menerima, mempelajari, dan memahami informasi baru. Sementara, kecerdasan emosional (EQ) terlihat dari bagaimana anak mengelola diri dan menempatkan diri dalam pergaulan sosial. Misalnya, ketika ia menghadapi situasi yang tidak nyaman atau ketika ia berada di lingkungan baru. Idealnya, IQ dan EQ bisa berjalan beriringan untuk mencapai sukses.
Goleman (1998) menyebutkan, IQ hanya memprediksi 20% kesuksesan dimasa mendatang. Sementara, 80% lainnya ditentukan oleh EQ. Meskipun seorang individu memiliki cukup pengetahuan dan ide-ide cemerlang, jika ia tidak berhasil mengendalikan emosi dan perasaannya, ia bisa mengalami kesulitan ketika berusaha membangun hubungan sosial atau karier yang sukses (Cotru, 2012).
Catatan Kecil:
Moms and Dads, setelah memahami pentingnya cerdas emosi untuk masa depan anak, yuk mulai sekarang kita luangkan waktu untuk turut mengasah aspek ini. Coba ganti pertanyaan “Sudah bikin PR belum?” dengan “Apa yang bikin Adek senang hari ini?” Selamat mencoba! 😊
Bagian 2: Bagaimana Tahap Perkembangan Emosi Pada Balita?
Moms and Dads, tiap fase tumbuh kembang memiliki ciri khas yang berbeda serta tuntutan perkembangan yang berbeda pula.
- Masa bayi (0-2 tahun)
Moms and Dads, emosi yang muncul pada bayi cenderung berasal dari sensasi fisik seperti rasa lapar, lelah, dan ketidaknyamanan. Bayi cenderung menangis untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan cara mengisap tangan atau jari.
Bayi mulai bisa merespons emosi yang ditampilkan oleh orang lain dengan cara menangis, tersenyum atau tertawa. Pada masa ini pula, bayi mulai dapat mengenali orang yang familiar dengannya dan menangis ketika tidak ada orang yang ia kenal di dekatnya atau ketika bertemu dengan orang baru.
Mungkin saja fase ini akan menjadi sangat melelahkan bagi orangtua, ya. Namun, justru menjadi saat terbentuknya ikatan emosi yang kuat antara bayi dengan orangtuanya, membangun rasa percaya, dan perasaan aman terhadap lingkungan sekitarnya. Moms and Dads yang selalu ada untuk anak pada fase ini, akan membantunya tumbuh menjadi individu yang memiliki kepercayaan diri yang kuat.
- Masa balita (2-4 tahun)
Balita mulai bisa berjalan dan bergerak dengan lebih mandiri. Seiring dengan hal ini, emosi pada balita menjadi lebih kompleks. Balita mulai bisa merasakan dan mengekspresikan perasaannya dengan lebih terbuka, mengemukakan idenya, melakukan eksplorasi dan berharap untuk mengambil keputusan sendiri. Pada fase ini juga balita mulai belajar mengenai berbagi, cara mengkomunikasikan keinginan dengan cara yang sesuai dan bernegosiasi.
Tantangan bagi Moms and Dads adalah untuk menyeimbangkan antara memberi kebebasan anak bereksplorasi dan menetapkan batasan aman untuk keselamatan anak. Terlalu membebaskan anak untuk melakukan apa yang diinginkannya bisa membuat anak tumbuh menjadi individu yang manja dan menuntut lingkungan sekitar untuk memenuhi apa yang diinginkannya.
Sementara, jika Anda terlalu banyak menetapkan batasan dan larangan bagi anak, ia akan cenderung pasif dan mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri dikemudian hari.
Moms and Dads tetap bisa menunjukkan rasa sayang kepada anak sambil menerapkan kedisiplinan. Adanya rutinitas harian serta aturan yang dijalankan bersama oleh anak dan Anda, bisa menjadi strategi disiplin yang dapat diterapkan.
Catatan kecil:
Moms and Dads, tahukah bahwa emosi (emotion) merupakan singkatan dari energy in motion? Sejatinya emosi memiliki energi yang tidak kasat mata. Tak heran ketika Moms and Dads sedang merasakan emosi marah atau kesal, anak bisa tiba-tiba ikut menangis atau rewel. Jadi, langkah awal untuk mengasah cerdas emosi pada anak dimulai dari mengelola emosi Moms and Dads sendiri dulu. Yuk semangat!
Bagian 3: Mengasah Kecerdasan Emosi Sejak Dini, Apakah Manfaat yang Akan Didapatkan?
Jalinan otak manusia berkembang paling cepat dimasa 5 tahun pertama kehidupan. Pada periode ini, sel-sel otak (neurons) bertumbuh dan saling membuat koneksi. Neurons ini ibarat benih yang perlu disiram dan dipupuk dengan rutin, agar tumbuh menjadi tanaman yang subur. Berikut adalah manfaat bagi anak yang cerdas mengelola emosinya:
- Mampu menceritakan apa yang dirasakan
Anak akan memiliki pemahaman, perasaan dan emosi adalah hal yang wajar dirasakan. Ada perasaan yang menyenangkan, ada juga yang tidak menyenangkan. - Punya motivasi diri yang baik
Ketika menghadapi tantangan, anak mampu mengelola ketidaknyamanannya. Ia bisa mengatasinya dan mengelola diri agar bisa tetap mencapai tujuan. - Tenang dalam menghadapi perubahan
Anak yang sudah terbiasa mengelola perasaannya dengan baik, cenderung tidak meledak-ledak. Mereka akan lebih stabil. Hal ini karena mereka sudah terbiasa untuk memberi jeda ketika merasakan emosi dan mengekspresikannya. - Bisa menempatkan diri di lingkungan
Anak yang terlatih untuk mengelola emosi paham bahwa semua orang juga bisa merasakan perasaan berbeda-beda, baik yang nyaman maupun tidak. Mereka jadi bisa lebih berempati. Misalnya, ketika melihat temannya kehilangan mainan. Anak yang cerdas emosi bisa paham bahwa teman tersebut merasa sedih karena sudah kehilangan sesuatu yang dianggap berharga. Lantas anak bisa mencoba untuk menghibur temannya ini agar tidak sedih.
Catatan Kecil:
Moms and Dads, manfaat ini tentunya akan didapat jika Anda konsisten melatih anak untuk mengelola emosinya. Butuh usaha, proses dan waktu. Jangan putus asa ketika anak tidak cepat menunjukkan perubahan yang diinginkan. Setiap anak memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda. Seperti prinsip investasi jangka panjang, anak yang senantiasa dilatih mengelola emosi akan menuai hasilnya dimasa mendatang.
Bagian 4: Apa Saja Latihan-Latihan yang Dapat Membantu Mengembangkan Kecerdasan Emosi Anak?
Moms and Dads, sebenarnya melatih cerdas emosi sejak balita itu mudah, lho! Mari kita ingat dengan prinsip ABCD.
A | ajak anak kenali emosi
Validasi terhadap apa yang dirasakan anak. Contohnya, "Adek marah karena Mama nggak menenemani lihat hujan ya?”
Validasi menjadi bagian penting, karena di sini anak belajar untuk mengenali apa yg ia rasakan. Melalui hal ini, anak juga belajar untuk mengembangkan logikanya, dengan cara berpikir mengenai apa yang ia rasakan. Anak juga belajar mengenali ragam emosi, bukan hanya marah saja. Ada juga loh emosi yang namanya senang, sedih, kecewa, bangga, puas dan sebagainya.
B | bangun Ikatan Emosional dengan Anak
Anak yang punya ikatan emosional yang kuat dengan orangtua cenderung lebih stabil. Ikatan emosional ini ibaratnya pondasi dalam sebuah rumah bagi anak, karena anak paham ada orangtua yang sayang, peduli, menghargai, dan menerima mereka apa adanya. Ketika anak merasa tidak nyaman, ia tahu bahwa ada orangtua yang selalu bisa menjadi sumber rasa nyaman bagi dirinya.
C | contoh
Beri contoh strategi mengelola emosi yang sehat. Misalnya, ketika dalam masa pandemi ini orang tua panik dan belanja berlebih. Perilaku inilah yang akan dicontoh oleh anak. Anak nanti cenderung bereaksi berlebihan terhadap rasa khawatir.
Sementara kalau Moms and Dads mempraktekkan tetap tenang, jaga diri, dan menerapkan pola hidup bersih sehat. Hal inilah yang akan diteladani. Anak jadi bisa punya strategi yang rasional ketika menghadapi konflik.
D | dampingi anak hadapi emosi
Dampingi ketika anak sedang merasakan emosi yang tidak nyaman, ya Moms and Dads. Selama mendampingi anak, Anda bisa mengajak anak untuk rileks dan menceritakan apa yang ia rasakan. Dengan demikian, anak merasa bahwa orangtua adalah figur yang tetap setia hadir, menemani mereka melalui masa sulit. Anak pun bisa paham, merasakan emosi yang kurang nyaman adalah wajar. Meskipun, anak sedang berada di kondisi yang tidak baik, ia tetap berharga di mata orang tuanya.
Catatan Kecil:
Moms and Dads, penting bagi orangtua untuk tetap tenang dan percaya diri. Usahakan untuk merespons segala emosi anak dengan kepala dan hati yang dingin.
Jika Moms and Dads merasa kewalahan, coba ambil jeda sejenak untuk bernapas, minum atau mencuci muka. Setelah merasa lebih lega, barulah kembali menghadapi anak. Kembali lagi, butuh usaha konsisten untuk membangun karakter anak cerdas emosi. Selamat mencoba dan terus semangat!
QUOTE PENUTUP
"When we can talk about our feelings, they become less overwhelming, less upsetting, and less scary"
-Fred Rogers-
Moms and Dads, jadilah yang pertama mereview Orami Parenting Eduseries!
Baca seri Orami Parenting Eduseries lainnya!
Seri ini bekerjasama dengan IDEplus (Lembaga Pendidikan Soft Skill untuk Anak dan Remaja):
Website: www.ideplus.co.id/
Instagram: @ideplus.id
Pranala Luar/Referensi
- Goleman D. (1998). Working with emotional intelligence, Random House Inc., New York
- Andrei Cotru_ et al. (2012). EQ vs. IQ which is most important in the success or failure of a student? Procedia - Social and Behavioral Sciences 46 5211 – 5213
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.