04 September 2024

7 Cerita Dongeng Sunda Singkat dan Pesan Moral di Dalamnya

Bisa menjadi pembelajaran baru bagi Si Kecil, lho!
7 Cerita Dongeng Sunda Singkat dan Pesan Moral di Dalamnya

Foto: Freepik.com

Cerita dongeng Sunda merupakan bagian dari kekayaan budaya Jawa Barat yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Dongeng-dongeng ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga mengandung nilai-nilai moral yang menjadikannya alat pendidikan bagi generasi muda.

Melalui kisah-kisah yang menarik dan penuh makna, cerita dongeng Sunda menggambarkan kehidupan masyarakat Sunda dengan segala kebijaksanaan dan kearifannya.

Baca Juga: Cerita Dongeng Kelinci dan Kura-Kura, Sarat Pesan Moral!

Contoh Dongeng Sunda Singkat

Berikut ini kumpulan cerita dongeng Sunda yang bisa Moms bacakan pada Si Kecil.

Cerita Dongeng Sunda Si Kabayan

Dongeng Si Kabayan
Foto: Dongeng Si Kabayan (Dongeng.kamikamu.co.id)

Si Kabayan adalah seorang pemuda yang terkenal di desanya karena kecerdasannya, tetapi sayangnya dia juga terkenal karena kemalasannya yang luar biasa.

Dia sering mencari cara-cara cerdik untuk menghindari pekerjaan fisik, lebih suka merencanakan trik daripada bekerja keras.

Si Kabayan telah menikah dengan seorang perempuan bernama Nyi Iteung, yang sangat rajin dan penuh semangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Suatu hari, ia diminta oleh mertuanya untuk memetik buah nangka yang sudah matang.

Meskipun dengan berat hati, Kabayan mengiyakan permintaan tersebut.

Namun, ketika ia sampai di pohon nangka yang berada di pinggir sungai dengan batang yang menjorok di atas sungai, ia menghadapi masalah.

Nangkanya terlalu besar untuk diangkat, jadi ia mengambil keputusan untuk menghanyutkannya ke sungai dan pulang duluan.

Ketika ia kembali ke rumah, mertuanya bertanya di mana nangkanya.

Kabayan menjelaskan bahwa nangkanya belum datang karena ia sudah memerintahkan buah itu untuk berjalan sendiri pulang.

Sang mertua, kesal dengan jawaban tersebut, mengingatkan bahwa buah nangka tidak bisa pulang sendiri, dan Kabayan menanggapinya dengan sindiran.

Pesan Moral: Dari cerita ini adalah bahwa kecerdikan tanpa kerja keras dan keterampilan praktis tidak akan membawa hasil.

Kabayan menghadapi konsekuensi ketidakmampuannya untuk menyelesaikan tugas dengan baik karena kemalasannya.

Selain itu, cerita ini juga mengingatkan kita untuk tidak mencari jalan pintas dalam menghadapi tanggung jawab, tetapi untuk selalu menyelesaikannya dengan sungguh-sungguh dan tanggung jawab.

Baca Juga: Kumpulan Cerita Rakyat Indonesia yang Kaya Makna, Baca yuk!

Cerita Dongeng Sunda Asal-usul Telaga Warna

Cerita Dongeng Sunda Asal-usul Telaga Warna
Foto: Cerita Dongeng Sunda Asal-usul Telaga Warna (Ceritadongeng-indonesia.blogspot.com)

Pada zaman dahulu, di Kerajaan Kutatanggeuhan, hiduplah Raja Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah yang sangat dihormati oleh rakyatnya karena kepemimpinan mereka yang bijaksana.

Mereka merasa sedih karena tidak memiliki seorang pewaris yang akan melanjutkan tahta kerajaan mereka.

Meskipun berbagai tabib dan dukun telah dicoba, belum ada yang berhasil membawa berita gembira tentang kehadiran seorang anak.

Sang raja dan ratu semakin merasa khawatir karena tidak ada tanda-tanda kehamilan.

Tetapi mereka tidak menyerah, dan dengan penuh tekad, Prabu Swarnalaya memutuskan untuk pergi ke hutan yang dalam untuk melakukan pertapaan.

Sementara itu, di istana, Ratu Purbamanah tetap setia dan penuh doa, berharap suaminya akan kembali dengan berita baik.

Dan akhirnya, doanya terjawab. Ratu Purbamanah mengandung seorang bayi yang sangat dinanti-nantikan oleh kedua orangtuanya.

Kabar bahagia ini menyebar dengan cepat ke seluruh kerajaan, dan rakyat merasa bersyukur.

Namun, kebahagiaan mereka semakin bertambah ketika mereka menyaksikan sang putri, yang diberi nama Dewi Kuncung Biru, tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik.

Dewi Kuncung Biru tumbuh dengan sifat yang manja dan terlalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya.

Karena kasih sayang berlebihan yang mereka berikan, Dewi Kuncung Biru menjadi sombong dan tidak menghargai orang lain.

Suatu hari, menjelang ulang tahunnya yang ke-17, Dewi Kuncung Biru meminta hadiah yang tidak masuk akal: ia ingin semua helai rambutnya dihiasi dengan emas dan permata.

Meskipun permintaan itu tidak masuk akal, Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah mencoba memenuhi keinginan putrinya dengan mengumpulkan perhiasan mahal dari seluruh kerajaan.

Namun, ketika Dewi Kuncung Biru melihat hadiahnya, ia merasa kecewa dan marah, dan dengan sombongnya, ia melempar perhiasan-perhiasan itu ke lantai hingga semuanya pecah berantakan.

Tindakan sombong Dewi Kuncung Biru ini memicu kemarahan alam. Hujan deras turun dan badai melanda, mengakibatkan banjir yang melanda kerajaan.

Tanah di sekitar istana terbelah, dan air bah menghancurkan kerajaan yang telah dibangun dengan susah payah.

Ketika badai mereda, yang tersisa adalah sebuah telaga yang indah yang diberi nama "Telaga Warna" karena airnya yang dapat berubah-ubah warna.

Konon, warna-warna yang ada di Telaga Warna berasal dari batu-batuan perhiasan yang pecah dan tersebar di dasar danau.

Pesan Moral: Dari cerita ini adalah pentingnya bersikap rendah hati dan bersyukur atas apa yang telah diberikan kepada kita.

Cerita Dongeng Sunda Bebek Bertelur Emas

Si Angsa Bertelur Emas
Foto: Si Angsa Bertelur Emas (Lizstoryplanet.com)

Dongeng Sunda tentang Bebek Bertelur Emas mengisahkan tentang seseorang yang hidup sebatang kara di sebuah dusun.

Dia miliki hanya satu ekor bebek warisan kedua orang tuanya.

Suatu hari, bebek tersebut bertelur sebuah telur emas.

Gadis cilik itu sangat gembira dan menjual telur emas itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Suatu hari, gadis cilik dan bebeknya bertemu dengan seorang pengemis. Gadis cilik merasa kasihan dan memberi telur emas kepunyaannya ke pengemis.

Pengemis benar-benar mengucapkan terima kasih pada gadis cilik itu.

Kabar tentang gadis yang mempunyai bebek bertelur emas menyebar sampai ke pelosok negeri. Seorang penyihir jahat yang mengetahui mengenai telur emas itu juga punya niat cari tahu.

Penyihir jahat juga menyamar jadi seorang nenek. Saat menyaksikan gadis cilik dan bebeknya lewat, dia panggil gadis cilik itu.

Setelah mengetahui tentang bebek bertelur emas, penyihir jahat meminta gadis cilik untuk memberikan bebeknya.

Gadis cilik menolak, tetapi penyihir jahat berhasil membawa bebek tersebut. Namun, bebek tersebut tidak bisa bertelur emas lagi karena telah kehilangan kebahagiaannya

Pesan Moral: Dari cerita ini adalah bahwa kebaikan, kerelaan untuk berbagi, dan sikap belas kasihan lebih berharga daripada kekayaan material.

Baca Juga: 7 Cara Membacakan Dongeng untuk Anak, Si Kecil Pasti Senang!

Cerita Dongeng Sunda Asal-usul Gunung Geulis

Ilustrasi Membacakan Dongeng
Foto: Ilustrasi Membacakan Dongeng

Dahulu kala, hiduplah sepasang suami dan istri yang telah lama menikah namun belum juga diberkahi dengan seorang anak.

Sang suami sangat merindukan keturunan, dan suatu malam, ia mendapat petunjuk melalui mimpinya untuk pergi ke gunung di sebelah timur desanya dan bertapa di sana.

Sang istri mendukung keputusan suaminya dan memintanya untuk mengikuti petunjuk tersebut.

Setelah tiba di gunung yang dimaksud, sang suami memulai pertapaan selama 40 hari 40 malam.

Pada malam terakhir, ia bertemu dengan seorang putri cantik yang sebenarnya merupakan makhluk gaib berwujud ular besar.

Sang suami terpesona oleh kecantikan putri tersebut dan menikahinya.

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama, dan sang istri yang ditinggalkan merasa gelisah.

Ia akhirnya menyusul suaminya ke gunung dan menemukan suaminya dililit oleh ular tersebut.

Sang istri ingin menyelamatkan suaminya, tetapi terjebak dalam perdebatan dengan suaminya yang memahami bahwa ular tersebut sebenarnya adalah putri yang cantik.

Keputusan tergesa-gesa membawa kepada kematian keduanya. Namun, yang lebih aneh, jasad mereka menghilang, dan gunung tersebut diberi nama Gunung Geulis.

Pesan Moral: Dari cerita ini adalah pentingnya berhati-hati dalam membuat keputusan yang impulsif dan memahami konsekuensi dari tindakan kita.

Cerita Dongeng Sunda Kancil dan Buaya

Buaya dan Kancil Cerdik
Foto: Buaya dan Kancil Cerdik (YouTube/Riri Cerita Anak Interaktif)

Pada suatu hari, si kancil melihat banyak pohon berbuah di seberang sungai, tetapi aliran sungai yang deras membuatnya kesulitan untuk menyeberang.

Dengan kepintarannya, kancil memiliki ide cerdik. Ia memanggil seorang buaya yang berada di dekatnya dengan janji memberikan daging segar kepada seluruh buaya di sungai.

Tentu saja, buaya tersebut memanggil teman-temannya, dan kancil pun meminta para buaya untuk berbaris rapi agar ia dapat menghitung mereka dengan benar.

Para buaya percaya dan membentuk jembatan dengan harapan mendapatkan daging segar.

Namun, kancil hanya memanfaatkan kesempatan ini untuk menyeberang sungai tanpa berniat memberi daging.

Ketika sudah di seberang, Kancil mengungkapkan kebohongannya dan tertawa dengan bangga.

Para buaya marah, tetapi Kancil sudah lari menjauh, meninggalkan pesan bahwa kecerdasan harus digunakan untuk tujuan yang baik.

Pesan Moral: Dari cerita ini adalah pentingnya menggunakan kecerdasan dan kreativitas kita untuk tujuan yang baik dan jujur.

Kancil menunjukkan cara yang salah dengan memanipulasi para buaya hanya untuk keuntungan sendiri.

Cerita Dongeng Sunda Asal Usul Situ Bagendit

Situ Bagendit
Foto: Situ Bagendit (YouTube.com/BMI Music Record)

Dahulu kala, di utara kota Garut, hiduplah seorang janda kaya raya bernama Nyi Endit.

Meski memiliki kekayaan melimpah, Nyi Endit terkenal sebagai sosok yang sangat kikir dan sombong.

Ia tidak pernah mau membantu warga desa yang membutuhkan, bahkan ketika mereka tengah dilanda kesulitan.

Suatu hari, musim paceklik datang dan banyak warga desa yang kelaparan.

Alih-alih membantu, Nyi Endit malah mengadakan pesta besar di rumahnya, tanpa sedikit pun memikirkan kondisi orang-orang di sekitarnya.

Para warga hanya bisa menatap dengan iri dan sedih melihat kemewahan yang dipamerkan Nyi Endit.

Di tengah kemeriahan pestanya, datanglah seorang pengemis tua.

Pengemis itu berjalan dengan tertatih-tatih menuju Nyi Endit dan meminta sedikit makanan.

Namun, alih-alih diberi makanan, pengemis tersebut justru diusir dengan kasar oleh Nyi Endit.

"Pergi dari sini, pengemis kotor! Kau tidak pantas berada di pestaku," kata Nyi Endit dengan nada angkuh.

Namun, pengemis itu tidak pergi. Ia menatap Nyi Endit dengan tajam dan berkata, "Nyi Endit, kau begitu serakah. Karena keserakahanmu, kau akan menerima balasannya."

Ia kemudian menantang Nyi Endit dan para pengawalnya untuk mencabut sebuah ranting yang tertancap di tanah.

"Jika kau bisa mencabutnya, maka kau termasuk orang yang mulia di dunia ini," ujarnya.

Tentu saja, Nyi Endit yang sombong itu menerima tantangan tersebut.

Ia mencoba mencabut ranting tersebut, begitu juga dengan para pengawalnya, namun tak seorang pun yang berhasil.

Ranting itu seolah-olah menancap sangat kuat di tanah.

Dengan tenang, pengemis itu kemudian mencabut ranting tersebut dengan mudah.

Seketika, dari lubang bekas ranting itu, keluar air yang deras dan tak berhenti mengalir.

Air tersebut terus menggenang dan meluas, menenggelamkan rumah Nyi Endit beserta seluruh desanya.

Dalam waktu singkat, seluruh area berubah menjadi sebuah danau besar.

Danau itulah yang kemudian dikenal sebagai Situ Bagendit.

Dari peristiwa ini, masyarakat di sekitar Garut belajar bahwa kekayaan yang disertai kesombongan dan ketamakan tidak akan membawa kebaikan, melainkan kehancuran.

Pesan Moral:
Cerita ini mengajarkan kita bahwa harta adalah titipan Tuhan yang bisa hilang kapan saja.

Sifat sombong dan serakah hanya akan membawa kehancuran, dan kita harus selalu siap membantu orang lain selama kita masih mampu.

Cerita Dongeng Sunda Asal Usul Tangkuban Perahu

Asal Usul Tangkuban Perahu
Foto: Asal Usul Tangkuban Perahu (YouTube.com/TV Anak Indonesia)

Dahulu kala, di Jawa Barat, hiduplah seorang putri raja yang sangat cantik bernama Dayang Sumbi.

Ia adalah seorang putri yang terkenal akan kecantikannya, namun juga dikenal bijaksana.

Dayang Sumbi memiliki seorang putra yang tampan bernama Sangkuriang.

Sejak kecil, Sangkuriang tumbuh sebagai anak yang kuat dan cerdas. Ia memiliki seekor anjing peliharaan bernama Tumang, yang tidak diketahui oleh Sangkuriang, sebenarnya adalah penjelmaan dewa sekaligus ayah kandungnya.

Suatu hari, Sangkuriang pergi berburu di hutan bersama Tumang.

Namun, ketika dalam perjalanan, Sangkuriang tidak berhasil mendapatkan buruan apapun.

Dalam kekesalannya, ia pun mengusir Tumang dan memukulnya hingga terluka parah.

Tumang yang terluka lari ke dalam hutan dan tak pernah kembali lagi.

Ketika Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang telah mengusir Tumang, ia sangat marah dan tanpa berpikir panjang, mengusir Sangkuriang dari istana.

Sangkuriang yang masih muda dan tak berdaya, akhirnya pergi mengembara jauh dari rumahnya.

Bertahun-tahun kemudian, setelah berkelana dan dewasa, Sangkuriang memutuskan untuk kembali ke tempat asalnya.

Sesampainya di sana, ia bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik.

Tanpa menyadari bahwa wanita tersebut adalah ibunya sendiri, Dayang Sumbi, Sangkuriang jatuh cinta padanya dan melamarnya.

Dayang Sumbi, yang tetap awet muda karena rahmat ilahi, merasa aneh karena pemuda itu sangat mirip dengan putranya yang hilang bertahun-tahun lalu.

Namun, karena masih ragu, ia tidak langsung menolak lamaran Sangkuriang.

Dayang Sumbi akhirnya meminta dua syarat yang mustahil untuk dipenuhi sebagai cara untuk menggagalkan pernikahan.

Syarat pertama, Sangkuriang harus membendung sungai Citarum.

Syarat kedua, ia harus membuat sebuah perahu besar untuk menyeberangi sungai tersebut.

Sangkuriang harus menyelesaikan kedua syarat ini sebelum matahari terbit.

Sangkuriang yang sangat mencintai Dayang Sumbi, segera bermeditasi dan meminta bantuan makhluk-makhluk gaib untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Dengan bantuan mereka, Sangkuriang hampir menyelesaikan kedua syarat tersebut sebelum fajar.

Melihat hal ini, Dayang Sumbi merasa khawatir bahwa Sangkuriang benar-benar akan berhasil memenuhi syarat-syaratnya.

Untuk menggagalkan upaya tersebut, Dayang Sumbi memerintahkan para pengawalnya untuk menebarkan laron sutra merah di sisi timur agar terlihat seperti cahaya matahari yang terbit.

Sangkuriang yang melihat cahaya tersebut mengira bahwa fajar telah tiba.

Merasa usahanya gagal, ia marah besar. Dalam kemarahannya, Sangkuriang menendang perahu besar yang hampir selesai itu hingga terbalik.

Perahu yang terbalik tersebut kemudian berubah menjadi sebuah gunung yang sekarang dikenal dengan nama "Gunung Tangkuban Perahu," yang dalam bahasa Sunda berarti "perahu yang terbalik."

Pesan Moral:

Cerita ini mengajarkan pentingnya mengendalikan emosi serta mematuhi aturan dan norma yang ada.

Selain itu, dongeng ini juga memberikan pelajaran bahwa hubungan keluarga harus dihormati dan dipertahankan dengan bijak.

Baca Juga: Dongeng Putri Duyung, Yuk Ceritakan untuk Si Kecil!

Demikian beberapa dongeng Sunda yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang bisa Moms ketahui.

Semoga beberapa dongeng ini bisa menjadi bahan pelajaran untuk Si Kecil, ya.

  • https://dongeng.kamikamu.co.id/kisah-kabayan-memetik-buah-nangka-matang-jawa-barat/
  • https://ceritadongeng-indonesia.blogspot.com/2015/07/asal-usul-telaga-warna.html

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.