19 Desember 2023

Biografi Dewi Sartika, Pahlawan Pendidikan Indonesia

Simak cerita hidupnya di sini!
Biografi Dewi Sartika, Pahlawan Pendidikan Indonesia

Foto: Edura.unj.ac.id

Dewi Sartika merupakan seorang tokoh pendidikan wanita di Indonesia. Ia lahir pada 4 Desember 1884 di Bandung, Jawa Barat.

Dewi Sartika dikenal sebagai pendiri sekolah wanita pertama di Indonesia, yaitu Sekolah Kautsar. Melalui usahanya, ia berjuang untuk memberikan akses pendidikan yang setara bagi perempuan.

Selain itu, Dewi Sartika juga aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan mengadvokasi pentingnya pendidikan bagi mereka.

Dedikasinya dalam bidang pendidikan dan perjuangan untuk kesetaraan gender, menjadikan Dewi Sartika sebagai salah satu tokoh inspiratif dalam sejarah pendidikan Indonesia.

Baca Juga: Biografi Teuku Umar, Perjuangan Pahlawan Nasional dari Aceh

Masa Kecil Dewi Sartika

Dewi Sartika
Foto: Dewi Sartika (Pinterest.com)

Dewi Sartika lahir dari keluarga Priyayi Sunda terkemuka, yakni R. Rangga Somanegara (ayah) dan R. A. Rajapermas (ibu).

Ayahnya adalah seorang pejuang kemerdekaan yang akhirnya dihukum dibuang ke Pulau Ternate oleh pemerintah Hindia Belanda hingga meninggal di sana.

Meskipun pada saat itu bertentangan dengan adat istiadat, orang tua Dewi Sartika tetap gigih dalam keputusan mereka untuk menyekolahkannya di sekolah Belanda.

Setelah kematian ayahnya, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya (kakak ibunya), yang menjabat sebagai patih di Cicalengka.

Dari pamannya, ia mendapatkan pendidikan tentang adat kesundaan, sementara pengetahuan budaya Barat diperolehnya melalui pendidikan dari seorang nyonya Asisten Residen berkebangsaan Belanda.

Sejak kecil, Dewi Sartika telah menunjukkan bakat sebagai pendidik dan tekadnya untuk memajukan pendidikan.

Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, ia sering melakukan praktek mengajar kepada anak-anak pembantu di kepatihan.

Ia mengajarkan membaca, menulis, dan bahasa Belanda kepada mereka dengan menggunakan papan tulis yang terbuat dari papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting sebagai alat bantu pembelajaran.

Baca Juga: Biografi Muhammad Yamin, Sang Pelopor Sumpah Pemuda

Pendidikan

Sejak kecil, ketika Dewi Sartika mengikuti pendidikan dasar di Cicalengka, minatnya dalam bidang pendidikan sangat menonjol.

Sejak masih anak-anak, ia sering berperan sebagai seorang guru. Misalnya, ia sering bermain sekolah-sekolahan dengan teman-temannya, dan Dewi kecil selalu mengambil peran sebagai guru.

Ketika berusia 10 tahun, ia sudah mampu membaca dan menulis, serta pemahaman beberapa pepatah dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu di kepatihan.

Hal ini sangat menghebohkan karena pada saat itu jarang sekali ada anak-anak yang memiliki kemampuan seperti itu, dan lebih mengejutkannya lagi, mereka diajarkan oleh seorang anak perempuan.

Ia pun mulai berpikir tentang memberikan kesempatan kepada anak-anak perempuan di sekitarnya untuk mendapatkan pendidikan.

Oleh karena itu, ia berjuang keras untuk mendirikan sebuah sekolah di Bandung.

Baca Juga: Biografi Tjokroaminoto, Dijuluki Raja Jawa Tanpa Mahkota

Mendirikan Sekolah Isteri

Raden Dewi Sartika
Foto: Raden Dewi Sartika (Budaya.jogjaprov.go.id)

Perjuangan Dewi Sartika dalam mendirikan sekolah ternyata tidak sia-sia, karena ia mendapatkan bantuan dari kakeknya yang bernama R.A.A. Martanegara, serta dari Den Hamer yang menjabat sebagai Inspektur Kantor Pengajaran pada saat itu.

Pada tahun 1904, ia berhasil mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama "Sekolah Isteri."

Sekolah ini awalnya hanya memiliki dua kelas, yang ternyata tidak mencukupi untuk menampung seluruh kegiatan sekolah.

Oleh karena itu, ia harus meminjam sebagian ruangan di Kepatihan Bandung untuk menjadi ruang kelas tambahan.

Pada awalnya, sekolah ini hanya memiliki 20 siswi, yang diajarkan berbagai keterampilan seperti berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam, dan pelajaran agama.

Sekolah Isteri terus mendapatkan dukungan positif dari masyarakat, sehingga jumlah siswinya terus bertambah.

Bahkan hingga ruang di Kepatihan Bandung yang sebelumnya dipinjam pun sudah tidak cukup untuk menampung mereka semua.

Untuk mengatasi masalah ini, sekolah ini akhirnya dipindahkan ke lokasi yang lebih luas.

Dalam waktu sekitar enam tahun sejak pendiriannya, pada tahun 1910, sekolah ini berganti nama menjadi "Sekolah Keutamaan Istri" dan tidak hanya mengalami perubahan nama, tetapi juga menambahkan beragam pelajaran baru ke dalam kurikulumnya.

Dewi Sartika dengan tekun mendidik anak-anak perempuan dengan harapan agar mereka dapat menjadi ibu rumah tangga yang baik, mandiri, berpengetahuan, dan terampil.

Oleh karena itu, ia memberikan banyak pelajaran yang berkaitan dengan keterampilan rumah tangga selama proses pengajaran.

Untuk mengatasi biaya operasional sekolah, ia bekerja keras untuk mengumpulkan dana.

Jerih payahnya tidak dianggap sebagai beban, melainkan sebagai kepuasan batin karena ia berhasil mendidik kaum perempuan di sekitarnya.

Salah satu sumber semangatnya adalah dukungan dari berbagai pihak, terutama dari suaminya, Raden Kanduruan Agah Surawinata, yang telah banyak membantunya dalam perjuangannya, baik dengan tenaga maupun pemikiran.

Dalam beberapa tahun berikutnya, di berbagai wilayah Pasundan, muncul beberapa Sekolah Isteri lainnya yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang serupa dengan Dewi Sartika.

Pada tahun 1912, sudah ada sekitar 9 Sekolah Isteri di berbagai kota dan kabupaten.

Ketika memasuki usianya yang kesepuluh, yaitu pada tahun 1914, nama Sekolah Isteri diganti menjadi "Sakola Kautamaan Istri" (Sekolah Keutamaan Perempuan).

Baca Juga: Biografi Gatot Soebroto, Pahlawan Pembela Rakyat Kecil

Wafatnya Dewi Sartika

Dewi Sartika wafat pada tanggal 11 September 1947 di Tasikmalaya. Upacara pemakamannya diselenggarakan dengan sederhana di pemakaman Cigagadon, Desa Rahayu, Kecamatan Cineam.

Tiga tahun kemudian, makamnya dipindahkan ke kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jl. Karang Anyar, Bandung.

Meskipun para pahlawan lainnya memilih jalur perjuangan melalui perang frontal dengan mengangkat senjata,

Dewi Sartika memilih perjuangan melalui bidang pendidikan.

Walaupun bentuk dan cara perjuangan yang ditempuhnya berbeda dengan para pahlawan lainnya, namun ia tetap dianggap sebagai seorang pahlawan.

Hal ini disebabkan karena ia telah melakukan sesuatu yang dianggap heroik bagi bangsanya sesuai dengan kondisi zaman ketika itu.

Baca Juga: 13 Tempat Wisata Purwakarta yang Hits dan Menarik, Apa Saja?

Demikian informasi seputar Dewi Sartika, pahlawan nasional wanita yang memperjuangkan pendidikan.

  • https://www.infobiografi.com/biografi-dan-profil-lengkap-dewi-sartika/
  • https://www.biografiku.com/biografi-dewi-sartika/
  • https://budaya.jogjaprov.go.id/berita/detail/1130-pahlawan-perintis-pendidikan-perempuan-jawa-barat-raden-dewi-sartika-1884-1947

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.