28 Juni 2024

Kejang pada Bayi: Tanda, Penyebab, dan Cara Mengatasi

Ketahui apa saja jenis kejang pada bayi berikut ini

Kejang pada bayi dapat membuat orang tua khawatir.

Kondisi ini dapat muncul secara tiba-tiba dan menimbulkan kepanikan, terutama bagi mereka yang belum pernah mengalaminya sebelumnya.

Kejang pada bayi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari demam tinggi hingga gangguan neurologis.

Penting bagi orang tua untuk memahami penyebab, gejala, dan penanganan awal yang tepat agar dapat memastikan keselamatan serta kesehatan si kecil.

Baca Juga: 9 Cara Menurunkan Panas pada Bayi, Ampuh dan Aman!

Penyebab Kejang pada Bayi

Bayi kejang
Foto: Bayi kejang (Freepik.com)

Bayi baru lahir dan anak-anak berusia dini memiliki risiko tinggi mengalami kejang.

Risiko kejang pada bayi paling tinggi ada pada tahun pertama setelah lahir dan terutama dalam bulan pertama kehidupan.

Hal ini terutama terjadi pada bayi yang lahir terlalu dini atau bayi prematur.

Kejang terjadi ketika sel-sel di otak memiliki aktivitas listrik abnormal, dan untuk sementara waktu mengganggu sinyal listrik normal otak.

Epilepsi adalah penyebab kejang yang paling umum.

Selain itu, hal-hal seperti trauma kelahiran, gangguan otak, dan ketidakseimbangan kimiawi, dapat memicu kejang pada bayi.

Sering kali, dokter tidak dapat menentukan alasan bayi kejang yang spesifik.

Penyebab kejang pada bayi dapat dibedakan menjadi dua kategori utama: penyebab non-struktural dan penyebab struktural.

Berikut adalah penjelasan yang memisahkan kedua kategori tersebut:

Penyebab Struktural

Penyebab struktural ini biasanya berkaitan dengan masalah pada otak yang disebabkan oleh kerusakan fisik atau perkembangan abnormal.

Berikut adalah beberapa penyebab struktural kejang pada bayi:

1. Malformasi Otak

Beberapa bayi lahir dengan kelainan struktural pada otak yang bisa menyebabkan kejang.

Contohnya termasuk malformasi kortikal, lissencephaly, dan heterotopia neuronal.

3. Kerusakan Otak Akibat Cedera Perinatal

Cedera yang terjadi selama proses persalinan, seperti asfiksia (kekurangan oksigen), bisa menyebabkan kerusakan pada otak dan memicu kejang.

4. Tumor Otak

Meskipun jarang, tumor otak bisa menjadi penyebab kejang pada bayi. Tumor ini bisa bersifat jinak atau ganas.

5. Hemorrhage (Pendarahan)

Pendarahan di otak, yang bisa disebabkan oleh trauma atau kondisi medis seperti aneurisma, dapat memicu kejang.

6. Stroke Neonatal

Bayi dapat mengalami stroke, yang terjadi ketika aliran darah ke bagian otak terganggu, menyebabkan kerusakan otak dan kejang.

7. Kista Arachnoid

Kista berisi cairan yang berkembang di antara otak dan membran yang menutupinya dapat menyebabkan kejang jika ukurannya cukup besar untuk menekan jaringan otak di sekitarnya.

Penyebab Non Struktural

Penyebab non-struktural kejang pada bayi adalah faktor-faktor yang tidak melibatkan kerusakan fisik atau perkembangan abnormal pada struktur otak.

Berikut adalah beberapa penyebab non-struktural kejang pada bayi:

1. Demam Tinggi (Febrile Seizures)

Kejang demam adalah jenis kejang yang paling umum pada bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh yang cepat, biasanya akibat infeksi.

Kejang ini biasanya terjadi pada suhu tubuh di atas 38°C (100.4°F).

2. Infeksi

Infeksi bakteri atau virus, seperti meningitis (peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang) atau ensefalitis (peradangan otak), dapat memicu kejang.

Infeksi ini menyebabkan peradangan dan gangguan fungsi otak sementara.

3. Gangguan Metabolik

Ketidakseimbangan metabolik dalam tubuh dapat menyebabkan kejang. Contoh gangguan metabolik termasuk:

  • Hipoglikemia: Kadar gula darah yang sangat rendah.
  • Hipokalsemia: Kadar kalsium darah yang rendah.
  • Hiponatremia: Kadar natrium darah yang rendah.

4. Keracunan

Paparan terhadap racun atau bahan kimia tertentu, termasuk obat-obatan yang tidak sesuai dosis, dapat menyebabkan kejang pada bayi.

Misalnya, keracunan timbal atau overdosis obat.

5. Kurangnya Oksigen ke Otak

Kekurangan oksigen ke otak (hipoksia) dapat terjadi selama proses kelahiran (asfiksia perinatal) atau akibat kondisi medis lainnya.

Hipoksia dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak sementara yang dapat memicu kejang.

6. Kelainan Genetik atau Neurologis

Beberapa bayi mungkin dilahirkan dengan kondisi genetik atau neurologis yang membuat mereka lebih rentan terhadap kejang.

Misalnya, sindrom Dravet atau sindrom West adalah kelainan genetik yang dapat menyebabkan kejang pada bayi.

Baca Juga: 5 Cara Menyendawakan Bayi dengan Benar Setelah Menyusui

Tanda Kejang pada Bayi

Kondisi kejang identik dengan tubuh yang seperti tersentak-sentak, bergetar dan kehilangan kesadaran sementara.

Namun, tanda-tanda kejang pada bayi sering kali lebih halus dan bisa berbeda dengan kejang pada orang dewasa.

Menurut Uchicago Medicine, tanda kejang pada bayi harus diketahui, karena itu adalah periode kritis perkembangan otak, sehingga konsekuensinya bisa jauh lebih parah.

Jika otak bayi tidak dapat memproses informasi dengan baik, maka mereka mungkin kehilangan banyak dalam hal perkembangannya.

Berikut adalah penjelasan tentang tanda-tanda kejang pada bayi:

  • Kedutan pada tangan, kaki, atau wajah yang tidak terkendali.
  • Gerakan mengayun atau menyentak tiba-tiba dan berulang dari lengan atau kaki.
  • Mengalami kesulitan bernapas atau napas yang tidak teratur.
  • Berhenti bernapas sementara (apnea).
  • Tatapan kosong atau tidak fokus.
  • Gerakan mata yang tidak normal seperti bergerak cepat ke satu sisi atau bergerak tidak teratur.
  • Kulit menjadi pucat atau kebiruan, terutama di sekitar bibir dan ujung jari.
  • Tidak responsif terhadap rangsangan suara atau sentuhan.
  • Muntah atau terlihat sangat lemas.

Jenis Kejang pada Bayi

Bayi menangis
Foto: Bayi menangis (Freepik.com)

Terdapat beberapa jenis kejang yang bisa dialami bayi.

Moms bisa mencari tahu terlebih dahulu sehingga bisa mengetahui cara menghilangkan kejang pada bayi yang tepat.

1. Kejang Karena Demam

Kejang akibat demam ditandai dengan bayi akan terlihat seperti memutar matanya, dan anggota tubuhnya terlihat kaku atau tersentak-tersentak.

Hingga 4 dari setiap 100 anak usia 6 bulan hingga 5 tahun bisa mengalaminya karena dipicu oleh demam tinggi. Biasanya, di atas 39 derajat.

2. Kejang Infantil

Kejang tipe langka ini terjadi selama tahun pertama bayi, namun biasanya saat bayi berusia 4 dan 8 bulan).

Bayi mungkin akan menekukkan badan menekuk ke depan atau melengkungkan punggungnya saat lengan dan kakinya kaku.

Kejang ini cenderung terjadi ketika seorang anak bangun atau tidur, atau setelah menyusui.

Bayi dapat mengalami ratusan kejang ini dalam sehari.


3. Kejang Fokus/Fokal

Bayi akan terlihat berkeringat, muntah, pucat, dan mengalami kejang atau kekakuan pada satu kelompok otot, seperti jari, lengan, atau kaki.

Bayi juga bisa tersedak, menjerit, menangis, dan kehilangan kesadaran.

4. Kejang Absen (Petit Mal)

Bayi tampak menatap dengan tatapan kosong atau melamun. Dia mungkin berkedip cepat atau tampak sedang mengunyah.

Hal ini biasanya berlangsung kurang dari 30 detik dan dapat terjadi beberapa kali sehari.

5. Kejang Atonik (Serangan Drop)

Bayi mengalami kehilangan otot secara tiba-tiba yang membuatnya lemas dan tidak responsif.

Kepalanya mungkin akan terjatuh tiba-tiba, atau jika sedang merangkak atau berjalan, bayi mungkin terjatuh ke lantai.

6. Kejang Tonik

Pada kejang jenis ini, bagian tubuh bayi seperti lengan dan kaki atau seluruh tubuhnya tiba-tiba menjadi kaku.

7. Kejang Mioklonik

Sekelompok otot, biasanya di leher bayi, bahu, atau lengan atas, mulai tersentak.

Kejang ini biasanya terjadi beberapa kali sehari selama beberapa hari berturut-turut.

Baca Juga: Kejang Otot: Gejala, Penyebab, Cara Mengatasi, dan Cara Mencegahnya

Cara Mendiagnosis Kejang pada Bayi

Bayi baru lahir
Foto: Bayi baru lahir (Freepik.com)

Mendiagnosis kejang pada bayi memerlukan evaluasi yang komprehensif oleh tenaga medis.

Berikut adalah langkah-langkah umum yang biasanya dilakukan dalam proses diagnosis:

1. Riwayat Medis Lengkap

Dokter akan mengumpulkan informasi lengkap tentang riwayat kesehatan bayi.

Termasuk riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat keluarga, dan riwayat perkembangan bayi.

2. Deskripsi Kejang

Orang tua akan diminta untuk mendeskripsikan secara rinci gejala kejang yang terlihat.

Termasuk durasi, frekuensi, jenis gerakan, dan kondisi sebelum dan sesudah kejang.

3. Pemeriksaan Fisik

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk mencari tanda-tanda infeksi, gangguan metabolik, atau kondisi lain yang mungkin memicu kejang.

4. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan ini untuk mengevaluasi fungsi otak dan sistem saraf bayi, termasuk refleks, tonus otot, dan respons sensorik.

5. Tes Darah dan Urin

Tes ini dilakukan untuk memeriksa adanya gangguan metabolik, infeksi, atau ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan kejang.

6. Elektroensefalogram (EEG)

EEG digunakan untuk merekam aktivitas listrik di otak dan dapat membantu mengidentifikasi pola kejang serta menentukan jenis dan lokasi kejang.

7. Pencitraan Otak

Tes pencitraan seperti MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau CT scan (Computed Tomography) digunakan untuk melihat struktur otak dan mencari kelainan struktural yang mungkin menjadi penyebab kejang.

Diagnosis yang akurat memerlukan kombinasi dari informasi klinis, hasil tes laboratorium, dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan penyebab kejang dan menetapkan rencana pengobatan yang tepat.

Baca Juga: 11+ Obat Epilepsi di Apotek untuk Kendalikan Gejala Kejang

Pertolongan Pertama saat Bayi Kejang

Bayi kejang
Foto: Bayi kejang (Freepik.com)

Walaupun tampak menakutkan, American Academy of Pediatrics mengatakan bahwa kejang pada bayi biasanya bukan keadaan darurat medis.

Ini karena sebagian besar kejang pada bayi akan berakhir dengan sendirinya dalam waktu lima menit.

Pertolongan pertama untuk bayi yang mengalami kejang sangat penting untuk memastikan keselamatan bayi dan meminimalkan risiko komplikasi.

Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil:

1. Tetap Tenang dan Tempatkan Bayi dengan Aman

Usahakan tetap tenang agar dapat memberikan pertolongan dengan efektif.

Letakkan bayi di tempat yang datar dan aman, seperti di lantai atau tempat tidur.

Pastikan area di sekitar bayi bebas dari benda-benda yang dapat melukai.

2. Pastikan Jalan Napas Bayi Terbuka

Posisikan bayi di sisi tubuhnya untuk mencegah tersedak jika muntah dan untuk menjaga jalan napas tetap terbuka.

Longgarkan pakaian di sekitar leher dan kepala bayi untuk membantu pernapasan.

Setelah kejang berhenti, periksa pernapasan dan kondisi bayi.

Jika bayi tidak bernapas, segera lakukan tindakan resusitasi (CPR) dan hubungi layanan darurat.

3. Jangan Menahan Gerakan dan Perhatikan Durasi

Jangan mencoba menahan gerakan kejang bayi atau memasukkan benda apa pun ke dalam mulut bayi.

Catat waktu mulai dan berakhirnya kejang. Jika kejang berlangsung lebih dari 5 menit, segera hubungi dokter atau bawa bayi ke rumah sakit.

Terutama jika ini adalah kejang pertama kali atau jika bayi mengalami demam tinggi.

Dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat, Moms dapat membantu memastikan keselamatan bayi dan mendapatkan penanganan medis yang diperlukan sesegera mungkin.

Cara Mengatasi Kejang pada Bayi

Selain pertolongan pertama pada bayi kejang yang bisa dilakukan ada beberapa cara untuk mengatasi kejang berulang pada Si Kecil.

Moms bisa mengikuti beberapa tips di bawah ini, saat Si Kecil kembali kejang-kejang.

1. Konsumsi Obat Anti Epilepsi

Kebanyakan orang dengan kejang menggunakan obat anti-epilepsi untuk mengontrol kejang mereka.

Dokter anak dapat berdiskusi dengan Moms apakah obat ini adalah pilihan terbaik untuk Si Kecil.

Meskipun obat ini bertujuan untuk menghilangkan kejang pada bayi, tidak menghentikan kejang saat sedang terjadi, dan tidak menyembuhkan epilepsi.

Sebagian besar anak berhenti mengalami kejang setelah mereka menggunakan obat yang sesuai untuk mereka.

Seperti semua obat lainnya, obat ini pun dapat menyebabkan efek samping bagi beberapa anak.

Beberapa efek samping hilang saat tubuh terbiasa dengan pengobatan, atau jika dosisnya disesuaikan.

Jika Moms khawatir anak menggunakan pengobatan ini, maka Moms dapat berbicara dengan dokter anak, perawat epilepsi, dokter umum, atau apoteker untuk mengetahui penanganan terhadap menghilangkan kejang pada bayi.

Mengubah atau menghentikan pengobatan anak tanpa terlebih dahulu berbicara dengan dokter dapat menyebabkan kejang terjadi lagi atau memperburuk kejang.

Meskipun obat anti epilepsi ini berfungsi dengan baik untuk banyak anak, hal ini tidak berlaku untuk setiap anak.

Jika AED tidak membantu anak, maka dokter dapat mempertimbangkan cara lain untuk mengobati kejang yang dialami.


2. Diet Ketogenik

Diet ketogenik juga bisa menjadi cara menghilangkan kejang pada bayi.

Ini adalah bahan kimia yang dibuat dari pemecahan lemak tubuh. Otak dan jantung bekerja normal dengan keton sebagai sumber energi.

Untuk beberapa anak yang masih mengalami kejang meskipun telah mencoba obat anti epilepsi, diet ketogenik dapat membantu mengurangi jumlah atau tingkat keparahan kejang.

Diet ini adalah perawatan medis, sering kali dimulai dengan obat anti epilepsi dan diawasi oleh spesialis medis dan ahli diet terlatih.

Terlalu banyak karbohidrat dapat menghentikan ketosis.

Menjalani diet ini bisa menjadi langkah untuk menghilangkan kejang pada bayi.

3. Operasi Epilepsi

Beberapa anak mungkin saja menjalani operasi epilepsi tergantung pada jenis epilepsi yang mereka alami dan di bagian otak mana kejang mereka dimulai.

Operasi epilepsi melibatkan pengangkatan sebagian otak untuk menghilangkan kejang pada bayi atau menguranginya.

4. Konsumsi Vitamin

Vitamin tertentu dapat membantu menghilangkan kejang pada bayi. Namun perlu diingat bahwa vitamin saja tidak berfungsi.

Mereka dapat membantu beberapa obat bekerja lebih efektif atau mengurangi dosis yang diperlukan.

Ikuti petunjuk dokter anak sebelum mengonsumsi suplemen vitamin untuk mencegah kemungkinan overdosis.

Beberapa jenis vitamin yang dimaksud seperti berikut ini.

  • Vitamin B-6

Vitamin B-6 digunakan untuk mengobati bentuk langka epilepsi yang dikenal sebagai kejang yang bergantung pada piridoksin.

Jenis epilepsi ini biasanya berkembang di dalam rahim atau segera setelah lahir.

Ini disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memetabolisme vitamin B-6 dengan benar.

Meskipun buktinya menjanjikan, lebih banyak penelitian diperlukan untuk menentukan suplemen vitamin B-6 bermanfaat bagi orang dengan jenis epilepsi lain.

  • Magnesium

Kekurangan magnesium yang parah dapat meningkatkan risiko kejang.

Penelitian di jurnal National Center for Biotechnology Information, menunjukkan suplementasi magnesium dapat mengurangi kejang.

Studi di jurnal Epilepsy Research pun juga mendukung teori ini.

  • Vitamin E

Beberapa orang dengan epilepsi mungkin juga mengalami kekurangan vitamin E. Sebuah studi menemukan bahwa vitamin E meningkatkan kemampuan antioksidan.

Penelitian ini juga menyarankan itu membantu mengurangi kejang pada orang dengan epilepsi yang gejalanya tidak terkontrol oleh obat konvensional.

Vitamin E mungkin aman dikonsumsi dengan obat-obatan tradisional untuk epilepsi dan sebagai cara menghilangkan kejang pada bayi. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian lagi.

Karena itu, konsultasikan terlebih dahulu ke dokter sebelum memberikan pada Si Kecil.

Baca Juga: 25 Gerakan Brain Gym untuk Bayi dan Anak, Mudah Dilakukan!

5. Vagus Nerve Stimulation (Stimulasi Saraf Vagus)

Perawatan menghilangkan kejang pada bayi ini mengirimkan gelombang kecil energi ke otak dari salah satu saraf vagus. Ini adalah sepasang saraf besar di leher.

Jika anak berusia 12 tahun atau lebih dan memiliki kejang parsial yang tidak terkontrol dengan baik dengan obat-obatan, maka VNS dapat menjadi pilihan.

VNS dilakukan dengan cara memasang baterai kecil ke dinding dada. Kabel kecil kemudian dipasang ke baterai dan ditempatkan di bawah kulit dan di sekitar salah satu saraf vagus.

Baterai kemudian diprogram untuk mengirimkan impuls energi setiap beberapa menit ke otak.

Ketika anak Moms merasa kejang akan datang, dia dapat mengaktifkan impuls dengan memegang magnet kecil di atas baterai.

Dalam banyak kasus, ini akan membantu menghentikan kejang. VNS dapat memiliki efek samping seperti suara serak, nyeri di tenggorokan, atau perubahan suara.

Benarkah Kejang pada Bayi Bisa Merusak Otak?

Kejang demam sederhana yang terjadi selama kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam biasanya tidak menyebabkan kerusakan otak jangka panjang.

Namun, kejang yang berlangsung lama (lebih dari 30 menit) atau kejang kompleks (berulang dalam waktu 24 jam, berlangsung lebih dari 15 menit, atau melibatkan satu sisi tubuh) memiliki potensi lebih besar untuk menyebabkan kerusakan otak.

Kejang akibat kondisi serius seperti meningitis, encephalitis, atau gangguan metabolik juga dapat berisiko menyebabkan kerusakan otak jika tidak segera ditangani.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mencari bantuan medis segera setelah bayi mengalami kejang untuk memastikan diagnosis dan perawatan yang tepat.

Dengan penanganan yang cepat dan tepat, banyak potensi komplikasi dan kerusakan jangka panjang dapat dicegah.

  • https://www.uchicagomedicine.org/forefront/pediatrics-articles/early-detection-of-seizures-in-infants-crucial-to-brain-development
  • https://www.healthychildren.org/English/health-issues/conditions/seizures/Pages/Seizure-First-Aid-for-Children.aspx
  • https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1046/j.1528-1157.2003.19902.x
  • https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/3129621/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.