22 Juli 2024

Kekerasan pada Anak: Jenis, Penyebab, dan Dampak Buruknya

Pengabaian juga termasuk bentuk kekerasan

Tanda kekerasan pada anak tidak selalu terlihat secara kasat mata.

Namun, peristiwa tersebut hampir pasti meninggalkan luka emosional mendalam yang bisa terbawa hingga anak dewasa.

Oleh karenanya, Moms dan Dads harus menyadari bentuk-bentuk kekerasan anak guna melindungi Si Kecil dari perilaku tersebut.

Baca Juga: 5 Manfaat Jajan Sehat untuk Anak, Bagus untuk Pertumbuhannya

Tanda-Tanda Kekerasan pada Anak

Anak Takut Kekerasan (Orami Photo Stocks)
Foto: Anak Takut Kekerasan (Orami Photo Stocks)

Kekerasan pada anak usia dini tidak selalu mudah untuk dikenali.

Anak-anak yang mengalami kekerasan sering kali takut untuk mengungkapkan peristiwa yang dialami.

Akibatnya, timbul perasaan takut disalahkan atau ketidakpercayaan dari orang sekitarnya.

Berikut adalah beberapa tanda kekerasan pada anak yang mesti Moms dan Dads waspadai:

1. Tanda Kekerasan Fisik dan Emosional

Tanda kekerasan fisik biasanya akan lebih terlihat dibandingkan emosional.

Melansir UNICEF, berikut beberapa tanda apabila anak mendapatkan kekerasan baik fisik atau emosional:

  • Memar pada tubuh secara tiba-tiba
  • Luka bakar
  • Patah tulang tanpa penyebab jelas
  • Rasa tidak percaya diri
  • Sakit perut
  • Rasa takut yang berlebihan

Jika dicurigai bahwa seorang anak telah mengalami kekerasan, anak tersebut harus diperiksa sesegera mungkin oleh dokter.

Setiap anak yang dilecehkan harus segera diberi akses ke dukungan dan perawatan khusus dan tidak boleh ditunda.

2. Tanda Kekerasan Seksual

Tak hanya lingkup eksternal, kekerasan pada anak juga sering ditemukan dalam keluarga.

Salah satu bentuk yang sering terjadi adalah kekerasan seksual sejak usia dini.

Anak mungkin menunjukkan beberapa tanda berikut ini:

  • Sering mimpi buruk
  • Depresi
  • Rasa takut tidak biasa
  • Mengompol
  • Infeksi saluran kemih
  • Nyeri atau pendarahan genital
  • Penyakit menular seksual

Tanda cedera yang terkait dengan pelecehan seksual bisa bersifat sementara.

Namun, idealnya, pemeriksaan harus dilakukan dalam 72 jam setelah kejadian.

3. Tanda Pengabaian

Orang tua tak boleh lengah memperhatikan perubahan pada diri anak.

Kekerasan bisa saja timbul akibat pengabaian yang jarang disadari.

Beberapa tanda kekerasan pada anak bentuk pengabaian, antara lain:

  • Berat badan anak tidak bertambah
  • Anak tidak mendapatkan perilaku kasih sayang penuh
  • Nafsu makan anak tinggi, bahkan hingga mencuri makanan

Pengabaian adalah suatu perilaku tidak peduli kepada anak, yang mungkin terjadi dalam keluarga.

Semakin lama kekerasan berlanjut, semakin kecil pula kemungkinan anak untuk bisa pulih secara fisik maupun emosional.

Baca Juga: Perkembangan Psikologi Anak dari Bayi hingga Usia Sekolah

Jenis-Jenis Kekerasan pada Anak

Kekerasan pada anak bisa terjadi dalam jenis yang berbeda.

Berikut penjelasan lebih rinci terkait kekerasan yang dialami anak berdasarkan jenisnya:

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan Fisik pada Anak (Echopress.com)
Foto: Kekerasan Fisik pada Anak (Echopress.com)

Secara luas, kekerasan fisik pada anak usia dini terkait dengan perilaku yang dapat melukai atau mencederai Si Kecil.

Memalsukan kondisi sakit atau membuat anak menjadi terluka juga termasuk ke dalam bentuk kekerasan fisik.

Jenis kekerasan ini ditandai dengan cedera, seperti memar, lesi, dan patah tulang yang diakibatkan oleh tindakan fisik secara sengaja.

Jenis spesifik pelecehan fisik anak, termasuk:

  • Sindrom Bayi Terguncang (SBS)

Ini adalah kumpulan tanda dan gejala akibat gemetar bayi yang hebat dan dapat menyebabkan robeknya lapisan otak (dura).

Kondisi ini bisa memicu perdarahan, cedera otak permanen, atau kematian mendadak.

  • Munchausen Sindrom

Penyakit medis pada anak, atau meyakinkan orang lain bahwa anak sedang sakit.

Ini mencerminkan hubungan disfungsional antara orang tua dan anak.

  • Alkohol, Rokok atau Penggunaan Narkoba Selama Kehamilan

Penggunaan alkohol dapat menyebabkan Sindrom Alkohol Janin.

Penggunaan rokok selama hamil pun dapat menyebabkan anak berisiko lebih tinggi untuk mengidap kanker.

Selain itu, hal-hal tersebut dapat pula menyebabkan bayi mengalami keterbelakangan mental dan cedera seumur hidup.

  • Intimidasi dan Isolasi

Mengutip laman PsychCentral, kekerasan fisik pada anak bisa dilakukan dengan berbagai cara.

Intimidasi atau perundungan dengan ancaman adalah contohnya.

Begitu juga dengan membatasi kemampuan anak untuk melarikan diri, atau meninggalkan anak dalam situasi berbahaya.

  • Pengendalian dan Agresi

Menghalangi gerakan anak yang dimaksud, seperti dengan membuat pintu tidak bisa dibuka, mengurung di dalam ruangan, atau mengikat.

Tindakan fisik agresi, yakni seperti memukul, menendang, memuntir lengan, mendorong, mencakar, menjambak, dan lainnya.

Penggunaan senjata dan perilaku membahayakan lainnya pun termasuk sebagai jenis kekerasan pada anak usia dini.

Baca Juga: 12 Contoh Hukuman yang Mendidik untuk Anak, Tanpa Kekerasan!

2. Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual pada Anak (Hackensackmeridianhealth.com)
Foto: Kekerasan Seksual pada Anak (Hackensackmeridianhealth.com)

Kekerasan seksual adalah setiap perilaku dengan atau eksploitasi seksual terhadap seorang anak.

Hal ini bisa terjadi dalam keluarga sejak usia dini, ataupun ketika anak beranjak dewasa.

Pelanggaran seksual yang dimaksud meliputi pemerkosaan, penganiayaan, atau kepemilikan pornografi anak.

Yang sering tidak disadari, kekerasan seksual pada anak tidak selalu melibatkan sentuhan atau kontak fisik.

Nah, beberapa hal berikut termasuk dalam bentuk kekerasan seksual pada anak:

  • Grooming dan Pelecehan

Grooming adalah taktik agar anak mudah didekati dan mau menuruti ajakan seksual.

Biasanya, hal ini dengan adanya pelecehan sentuhan tidak diinginkan pada area pribadi anak.

  • Paparan Seksual

Paparan seksual adalah menunjukkan konten atau tayangan seksual pada anak.

Hal ini meliputi tayangan porno atau adanya adegan orang dewasa yang tidak seharusnya ditonton oleh anak.

  • Pemerkosaan

Pemaksaan melakukan hubungan badan, baik dengan alat kelamin atau benda bisa disebut sebagai kekerasan seksual pada anak.

Sebagian besar pelecehan seksual 90% dilakukan oleh anggota keluarga atau seseorang yang dikenal anak.

Diketahui, hubungan antara ayah dan adik, serta antar saudara kandung adalah yang paling sering ditemukan kasus kekerasan pada anak dalam keluarga.

3. Kekerasan Emosional

Kekerasan Emosional pada Anak (Orami Photo Stocks)
Foto: Kekerasan Emosional pada Anak (Orami Photo Stocks)

Kekerasan psikologis dan emosional adalah tindakan disengaja yang menimbulkan rasa sakit mental, ketakutan, atau tekanan pada anak.

Walau tidak menimbulkan luka fisik yang kasat mata, dampaknya justru bisa lebih parah dan membekas.

Kekerasan emosional yang dilakukan melalui ucapan, sikap, atau tindakan, bisa merusak kesehatan mental dan perkembangan sosial anak.

Beberapa jenis dari kekerasan emosional yakni di antaranya:

  • Mempermalukan Anak

Ini adalah perilaku mempermalukan dan merendahkan anak, baik dengan ucapan maupun sikap.

Memanggil anak dengan sebutan negatif atau membandingkan secara negatif dengan anak lain pun termasuk jenisnya.

  • Membuat Anak Merasa Bersalah

Menggunakan rasa bersalah supaya anak melakukan sesuatu sesuai keinginan orang tua.

Contohnya “Pasti kamu berulah karena tidak sayang Moms” atau “Kalau masih mau disayang Moms, tidur sekarang.”

Sering meneriaki, mengancam, mengkritik, atau merundung anak pun sering dialami dalam keluarga.

  • Pengendalian

Membatasi kontak fisik atau memberikan silent treatment pada anak sebagai bentuk hukuman.

Mengendalikan setiap aspek kehidupan anak atau memaksa anak terlalu keras tanpa mempertimbangkan kemampuan dan batasan.

  • Pertikaian

Paparan terhadap konflik berbau kekerasan, seperti KDRT atau pertikaian antar anggota keluarga.

Merusak properti saat marah (melempar benda, meninju dinding, menendang pintu) pun juga sering terjadi.

Suatu hubungan bisa menjadi tidak sehat atau kasar bahkan tanpa kekerasan fisik.

Terkadang kekerasan emosional yang sudah sangat parah, bisa membuat anak sulit mempercayai apa yang dikatakan orang kepadanya.

Si Kecil bisa mulai berpikir bahwa dirinya bodoh, jelek atau tidak berharga.

4. Pengabaian

Anak Takut dan Sedih (Yorkshirepost.co.uk)
Foto: Anak Takut dan Sedih (Yorkshirepost.co.uk)

Bentuk kekerasan pada anak usia dini selanjutnya adalah pengabaian.

Ini adalah perilaku tidak tercapainya memenuhi kebutuhan dasar anak.

Hal ini terjadi karena penyalahgunaan melalui kelalaian dan tidak melakukan sesuatu yang akhirnya mengakibatkan bahaya.

Terdapat beberapa jenis pengabaian pada anak seperti:

  • Pengabaian fisik: Kegagalan menyediakan makanan, pakaian yang sesuai untuk anak, pengawasan, rumah yang aman dan bersih.
  • Pengabaian medis: Kegagalan memberikan perawatan medis atau gigi yang diperlukan untuk kondisi anak.
  • Pengabaian pendidikan: Kegagalan untuk mendaftarkan anak usia sekolah untuk memberikan pendidikan khusus yang diperlukan.
  • Pengabaian emosional: Kegagalan memberikan dukungan emosional, cinta, dan kasih sayang kepada seorang anak.

Ini juga sering diartikan sebagai pengabaian memenuhi kebutuhan dasar anak seperti sandang, pangan, bimbingan, atau layanan kesehatan yang layak.  

Pada sebagian kasus, bentuk kekerasan pada anak ini bisa dilakukan secara tidak sengaja karena orang tua mengalami gangguan fisik atau mental.

Baca Juga: 7 Dampak Memukul Anak pada Kondisi Mentalnya saat Dewasa

5. Kekerasan Digital

Kekerasan digital adalah penyalahgunaan penggunaan teknologi seperti SMS dan jejaring sosial.

Kekerasan pada anak usia dini untuk menindas, melecehkan, menguntit, atau mengintimidasi anak.

Sering kali perilaku ini merupakan bentuk pelecehan verbal atau emosional yang dilakukan secara online.

Anak mungkin mengalami kekerasan digital dalam keluarga jika:

  • Anak diberi tahu siapa saja yang boleh atau tidak boleh ia temani di media sosialnya.
  • Anak menerima email atau pesan negatif, menghina atau bahkan mengancam, melalui media sosialnya.
  • Anak dikirimkan gambar eksplisit yang tidak diinginkan atau permintaan untuk mengirimkan gambar tidak benar.
  • Si Kecil ditekan untuk mengirim video atau seks eksplisit.

Jika anak mengalami beberapa hal di atas, Moms harus bisa menjauhkan anak dari ponselnya untuk sementara waktu.

Dalam hubungan yang sehat, semua komunikasi bersifat hormat baik secara langsung, online, atau melalui telepon.

Tidak boleh bagi seseorang untuk melakukan atau mengatakan apa pun yang membuat anak merasa buruk, merendahkan harga diri, atau memanipulasi dirinya.

Baca Juga: 6 Jenis-Jenis Bullying serta Dampaknya terhadap Korban

Penyebab Kekerasan pada Anak

Cyberbullying (Orami Photo Stocks)
Foto: Cyberbullying (Orami Photo Stocks)

Kekerasan pada anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan.

Melansir laman World Health Organization, beberapa faktor risiko yang bisa jadi penyebab kekerasan terhadap anak antara lain kurangnya ikatan emosional antara anak dan orang tua, pengasuhan yang buruk, hingga disfungsi keluarga dan perpisahan.

Berikut ini penjelasan lebih lanjutnya tentang kemungkinan penyebab kekerasan pada anak.

1. Lingkungan Keluarga yang Tidak Harmonis

Ketidakharmonisan dalam keluarga, seperti konflik antar orang tua, perceraian, atau ketidakstabilan emosional, dapat meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak.

2. Kesehatan Mental Orang Tua

Orang tua yang memiliki masalah kesehatan mental, seperti depresi atau gangguan kecemasan, mungkin lebih rentan melakukan kekerasan terhadap anak.

3. Penyalahgunaan Zat

Penggunaan alkohol atau narkoba oleh orang tua dapat mengurangi kontrol diri dan meningkatkan perilaku agresif terhadap anak.

4. Stres Ekonomi

Tekanan finansial dapat menyebabkan stres yang tinggi pada orang tua, yang dapat memicu perilaku kekerasan terhadap anak.

5. Kurangnya Pengetahuan tentang Pengasuhan Anak

Orang tua yang kurang memahami teknik pengasuhan yang baik mungkin lebih cenderung menggunakan kekerasan sebagai metode disiplin.

6. Pengalaman Kekerasan di Masa Lalu

Orang tua yang pernah mengalami kekerasan di masa kecil mereka mungkin lebih cenderung mengulang pola tersebut dengan anak-anak mereka.

7. Ketidakmampuan dalam Mengelola Emosi

Orang tua atau pengasuh yang tidak dapat mengelola emosi mereka sendiri, seperti kemarahan atau frustrasi, mungkin cenderung melakukan kekerasan terhadap anak.

8. Masalah Perilaku Anak

Anak dengan masalah perilaku atau kebutuhan khusus mungkin lebih rentan terhadap kekerasan karena rasa frustrasi orang tua atau pengasuh.

9. Kurangnya Pemahaman tentang Hak Anak

Ketidaktahuan tentang hak-hak anak dan perlindungan yang seharusnya diberikan juga dapat menyebabkan tindakan kekerasan.


Dampak Kekerasan pada Anak dalam Jangka Panjang

Anak Menangis (Orami Photo Stocks)
Foto: Anak Menangis (Orami Photo Stocks)

Menurut World Health Organization, kekerasan pada anak usia dini bukan hanya membuat anak merasa tertekan dan menderita.

Kekerasan tersebut juga dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang, di antaranya:

  • Masalah gangguan perkembangan otak, sistem saraf, dan sistem imun.
  • Meningkatnya risiko masalah perilaku, kesehatan fisik, dan kesehatan mental.
  • Meningkatnya risiko terkena infeksi menular seksual.

Baca Juga: 8 Cara Mendidik Anak Tanpa Kekerasan agar Si Kecil Tumbuh Penuh Kedamaian

Selain itu, anak korban kekerasan juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan belajar dan masalah pergaulan.

Dampak dari kekerasan ini pun akan berpindah ke masalah keluarga dan bahkan menjadi pelaku kekerasan pada orang lain.

Kekerasan pada anak usia dini tidak selalu terjadi dalam bentuk tindakan berbahaya yang dilakukan.

Namun, bisa pula terjadi dalam bentuk kelalaian yang mengakibatkan bahaya pada anak.

Berikut adalah penjelasan lebih detail terkait dampak kekerasan pada anak usia dini:

1. Perubahan Perilaku Mendadak

Anak Murung
Foto: Anak Murung (Orami Photo Stocks)

Mood anak memang masih mudah berubah, tapi jangan sepelekan kalau Si Kecil menunjukkan perubahan perilaku mendadak dari biasanya.

Dampak dari kekerasan pada anak terhadap perilakunya yakni seperti:

  • Menjadi lebih agresif, mudah marah, hiperaktif, atau kasar.
  • Terlihat lebih tertutup dan mudah cemas atau ketakutan.
  • Menjadi tidak percaya diri, murung berkepanjangan, atau sering melamun.

Hal tersebut jika terjadi dalam waktu lama bisa membuat anak depresi dan tidak percaya diri.

2. Kemunduran Perkembangan

Anak Sedih (Intermountainhealthcare.org)
Foto: Anak Sedih (Intermountainhealthcare.org)

Regresi atau kemunduran perkembangan adalah kondisi dimana Si Kecil menunjukkan perilaku atau kebiasaan yang seharusnya tidak lagi dilakukan oleh anak seusianya.

Seperti mengompol di malam hari, selalu ingin disuapi saat makan, atau tidur harus selalu ditemani.

Menurut studi dari jurnal The Primary Care Companion for CNS Disorders, regresi pada anak biasanya terjadi karena stres, frustasi, juga peristiwa traumatis seperti mengalami kekerasan.

3. Perubahan Nafsu Makan dan Pola Tidur

Anak Susah Tidur (Verywellmind.com)
Foto: Anak Susah Tidur (Verywellmind.com)

Stress, takut, dan kecemasan yang dirasakan oleh anak korban kekerasan bisa membuatnya tidak nafsu makan atau menolak untuk makan.

Akibatnya, orang tua harus waspada jika anak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa alasan jelas.

Pada sebagian kasus, peristiwa traumatis yang dialami oleh anak korban kekerasan juga bisa memicu mimpi buruk berulang.

Kebiasaan seperti terbangun di malam hari, dan sulit tidur adalah yang paling sering ditemukan.

4. Menghindari Pergi ke Tempat Tertentu

Ilustrasi Anak Pemalu
Foto: Ilustrasi Anak Pemalu (Orami Photo Stock)

Melansir U.S. Department of Health and Human Services, anak yang mengalami kekerasan tidak jarang menghindari tempat tertentu.

Ini juga meliputi aktivitas, komunikasi atau pembicaraan topik tertentu secara mendadak tanpa alasan jelas.

Moms juga sebaiknya mencari tahu lebih dalam jika Si Kecil memperlihatkan ketidaknyamanan.

Terlebih apabila anak tidak biasa saat berada dalam situasi tertentu atau di sekitar orang lain.

5. Penurunan Nilai di Sekolah

Anak Melamun saat Belajar (Additudemag.com)
Foto: Anak Melamun saat Belajar (Additudemag.com)

Mengalami kekerasan secara tidak langsung bisa menyebabkan penurunan nilai dan performa akademis anak.

Ini terutama karena stres dan trauma membuat pikiran anak teralihkan.

Hal ini juga membuatnya kerap sulit konsentrasi menyimak pelajaran di kelas maupun mengerjakan tugas.

Jika anak mengalami kekerasan di sekolah, ia juga mungkin jadi sering membolos atau menghindari sekolah.

6. Perilaku Seksual Tidak Wajar

Anak yang pernah mengalami grooming dan kekerasan seksual tidak jarang menunjukkan pengetahuan, bahasa, dan perilaku yang aneh.

Selain itu, waspada juga jika Moms menemukan tanda kekerasan seksual pada anak lain seperti:

  • Keluhan sakit di area kemaluan
  • Celana dalam sobek hingga bernoda darah tanpa alasan jelas
  • Gejala penyakit menular seksual

Ingat ya Moms, jangan pernah sepelekan tanda kekerasan pada anak sekecil apapun.

Segera cari tahu lebih dalam dengan berbagai cara dan bila perlu ajak Si Kecil ke psikolog untuk mendapatkan pendampingan profesional.

7. Rendahnya Penghargaan Diri

Anak yang Tidak Percaya Diri
Foto: Anak yang Tidak Percaya Diri (Orami Photo Stock)

Anak yang mengalami kekerasan mungkin akan lebih mudah merasa bahwa mereka tidak berharga sebagai individu.

Mereka juga seringkali menganggap dirinya pantas mendapat perlakuan buruk dan tidak layak diperlakukan dengan baik.

Bahkan, anak-anak sering kali menyalahkan diri sendiri atas kekerasan yang mereka alami, meski itu di luar kendali mereka.

Hal ini dapat menyebabkan rasa bersalah yang mendalam dan merusak penghargaan diri mereka.


Cara Mengatasi Anak yang Jadi Korban Kekerasan

Anak Terapi (Kaztag.info)
Foto: Anak Terapi (Kaztag.info)

Berikut beberapa cara mengatasi kekerasan pada anak usia dini atau dalam keluarga:

1. Lakukan Pemeriksaan Dokter

Jika Moms mencurigai anak telah dilecehkan secara seksual, harus segera menghubungi dokter anak atau psikolog.

Sebagian kasus juga memerlukan bantuan badan perlindungan anak setempat untuk meminta bantuan.

Dokter secara hukum wajib melaporkan semua kasus dugaan pelecehan atau pengabaian kepada pihak berwenang.

Mereka juga dapat merekomendasikan terapis dan memberikan informasi yang diperlukan untuk penyelidik.

Diketahui juga, dokter juga dapat bersaksi di pengadilan untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi anak tersebut.

2. Mendapatkan Konsultasi Psikolog

Apa pun sifat pelecehan tersebut, langkah-langkah harus segera diambil untuk melaporkan pelecehan dan mendapatkan bantuan.

Jika telah dianiaya, seorang anak harus mendapatkan perawatan dari layanan ahli kesehatan mental yang terjamin.

Orang tua dan anggota keluarga lainnya mungkin disarankan untuk mencari konseling agar mereka dapat memberikan dukungan dan kenyamanan yang dibutuhkan anak.

Dalam sebagian besar kasus, anak-anak yang dianiaya atau diabaikan mengalami kerusakan emosional yang lebih besar daripada kerusakan fisik.

Seorang anak yang telah dianiaya atau diperlakukan dengan buruk dapat menjadi depresi atau mengembangkan perilaku bunuh diri.

Baca Juga: Ciri Pola Asuh Permisif dan Dampak Buruknya pada Anak

3. Ajak Pendekatan dan Komunikasi Intens

Seorang anak yang sudah lebih besar atau berusia remaja, mungkin akan melampiaskannya dengan menggunakan narkoba atau alkohol.

Semakin muda usia anak dan semakin dekat hubungan anak dengan pelaku kekerasan, semakin serius kerusakan emosionalnya.

Dengan pengobatan dini, hal ini bisa cepat diatasi dengan melakukan pendekatan dan komunikasi intens.

Menurut studi di Journal of Aggressions and Violent Behavior, anak-anak yang mengalami kekerasan, berisiko tinggi mengalami masalah dalam belajar dan kesulitan untuk mencapai prestasi yang baik.

Selain itu, risiko bolos sekolah, dikeluarkan dari sekolah, bahkan tidak naik kelas juga cukup tinggi.

Oleh karena itu Moms, segala bentuk kekerasan pada anak harus dihentikan dan dihindari.

Tujuannya supaya anak memiliki kesempatan untuk tumbuh secara optimal dan mengembangkan potensi dirinya secara maksimal.

  • https://www.unicef.org/protection/violence-against-children
  • https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/child-maltreatment
  • https://pro.psychcentral.com/exhausted-woman/2016/12/7-types-of-parental-abuse/
  • https://www.childwelfare.gov/pubPDFs/signs.pdf
  • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3571659/
  • https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/violence-against-children
  • https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S135917891100108X

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.