Alergi Telur pada Bayi: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasi
Alergi telur pada bayi adalah kondisi yang sering kali mengkhawatirkan para orang tua.
Sebagai salah satu alergen makanan yang umum, alergi telur dapat mempengaruhi kesehatan dan kenyamanan Si Kecil.
Penting bagi Moms dan Dads untuk memahami tanda atau gejala alergi telur pada bayi untuk dapat mengatasinya dengan tepat.
Baca Juga: 9 Ciri-Ciri Bayi Alergi Susu Sapi dan Cara Mengatasinya
Gejala Alergi Telur pada Bayi
Melansir jurnal Pediatric Clinics of North America, balita dan anak-anak biasanya mengalami reaksi alergi dalam beberapa menit hingga 2 jam setelah mengonsumsi telur atau makanan yang mengandung telur.
Gejala alergi ini bisa bervariasi dari reaksi kulit seperti ruam hingga masalah pencernaan.
Dalam kasus yang jarang, reaksi alergi yang lebih serius seperti anafilaksis.
Tingkat Keparahan Alergi Telur pada Bayi
Tingkat keparahan gejala alergi telur pada bayi dapat bervariasi dari ringan hingga berat.
Mengutip Mayo Clinic, tanda-tanda dan gejala anak mengalami alergi telur mulai dari gejala ringan hingga berat, seperti:
1. Ringan:
- Ruam atau gatal-gatal, sering kali di sekitar mulut atau wajah.
- Hidung tersumbat atau berair.
2. Sedang:
- Muntah dan diare
- Pembengkakan (pada wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan yang dapat mengganggu pernapasan dan makan).
3. Berat:
- Anafilaksis
Ini adalah reaksi alergi yang parah dan mengancam jiwa.
Gejalanya termasuk kesulitan bernapas, penurunan tekanan darah, pingsan, atau syok.
Anafilaksis membutuhkan penanganan medis segera.
Baca Juga: 10+ Tanda Bayi Alergi Makanan MPASI Menurut Dokter Anak
Penyebab Alergi Telur pada Bayi
Menurut Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy, semua bentuk alergi disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang bereaksi terhadap molekul pemicu alergi tertentu (alergen).
Sistem kekebalan tubuh balita menghasilkan antibodi yang mendeteksi alergen dan menyebabkan reaksi peradangan dan pelepasan zat kimia yang disebut histamin.
Histamin menyebabkan gatal-gatal, demam, dan gejala alergi lainnya.
Baik putih telur maupun kuning telur, bisa menjadi penyebab alergi telur pada balita.
Putih telur dan kuning telur mengandung protein yang dapat memicu reaksi alergi oleh sistem kekebalan tubuh.
Protein pada putih telur yaitu ovomucoid, ovalbumin, ovotransferrin, lisozim. Sementara protein kuning telur adalah livetin, apovitillin, phosvitin.
Putih telur biasanya merupakan penyebab alergi yang lebih umum pada bayi dibandingkan dengan kuning telur.
Tetapi, umumnya balita mengalami alergi putih telur. Tidak hanya telur ayam, Si Kecil juga dapat alergi terhadap telur bebek.
Mengutip Mom Junction, sistem kekebalan bayi bekerja sepanjang waktu untuk melindungi bayi dari parasit, bakteri, dan virus.
Namun, sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang sepenuhnya dibanding orang dewasa.
Penyebab dasar dari alergi telur pada bayi adalah ketidakmampuan sistem kekebalan untuk membedakan protein telur dari patogen penyebab penyakit.
Tubuh Si Kecil melihat protein telur sebagai hal asing dan melakukan serangan dengan melepaskan antibodi yang disebut imunoglobulin E (IgE).
Melansir Children's Hospital of Philadelphia, sel-sel merasakan kehadiran IgE dan melepaskan histamin, mengakibatkan ruam kulit, pilek, yang memperingatkan individu atau orang-orang di sekitar tentang adanya alergi.
Bayi dapat mengalami alergi terhadap segala bentuk telur, baik itu mentah, direbus, dimasak atau bahkan dimasak secara setengah matang.
Selain itu, alergi ini dapat terjadi pada bayi yang disusui jika Moms makan telur.
Faktor Risiko Alergi Telur pada Bayi
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko bayi mengalami alergi telur meliputi:
1. Riwayat Keluarga
Jika salah satu atau kedua orang tua memiliki alergi makanan atau kondisi alergi lainnya seperti asma atau eksim, bayi tersebut memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami alergi telur.
2. Usia
Alergi makanan, termasuk alergi telur, lebih umum terjadi pada anak-anak kecil.
Melansir studi di The Journal of Allergy and Clinical Immunology: In Practice, prevalensi alergi telur di Amerika sebesar 1,3% pada anak berusia di bawah 5 tahun
Sebagian besar anak-anak dengan alergi telur akan mengatasinya seiring dengan pertambahan usia.
3. Reaktivitas Silang
Bayi yang alergi terhadap makanan lain seperti biji-bijian dan kacang-kacangan berisiko lebih tinggi terkena alergi telur.
Fenomena ini dikenal sebagai reaktivitas silang.
Reaktivitas silang terjadi ketika sistem kekebalan merasakan satu protein terkait erat dengan yang lain.
4. Mengalami Kondisi Dermatitis Atopik
Pada jurnal Immunology and Allergy Clinics of North America, dermatitis atopik merupakan dermatitis kronis, yang biasanya terjadi pada anak usia dini.
Dermatitis atopik pada Si Kecil biasanya muncul pertama kali di usia 3-6 bulan.
Pada bayi yang memiliki kondisi kulit ini lebih mungkin mengembangkan alergi makanan, termasuk telur, daripada anak-anak yang tidak memiliki masalah kulit.
5. Sedang Terserang Penyakit
Bayi yang sedang sakit memang bisa menjadi lebih rentan terhadap munculnya alergi, termasuk alergi telur, meskipun hal ini tidak selalu langsung menjadi faktor risiko.
Saat bayi sedang sakit, sistem kekebalan tubuhnya sedang bekerja keras untuk melawan infeksi atau penyakit.
Kondisi ini bisa mengubah respon kekebalan tubuh terhadap alergen, seperti protein dalam telur.
Penyakit yang menyebabkan peradangan kronis dapat membuat tubuh bayi lebih reaktif terhadap alergen.
Peradangan yang sudah ada dapat memperburuk respon alergi ketika terpapar telur.
Bayi yang Sedang Eksim Perlu Menghindari Telur?
Bayi yang memiliki eksim sering kali disarankan untuk menghindari makanan yang dapat memicu atau memperburuk kondisi kulit mereka, termasuk telur.
Banyak bayi dengan eksim juga memiliki alergi makanan.
Telur adalah salah satu alergen makanan yang umum dan bisa memicu atau memperburuk gejala eksim.
Jika telur dihindari, penting untuk memastikan bayi tetap mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan dari sumber lain.
Telur adalah sumber protein yang baik, jadi perlu ada penggantian yang memadai dalam diet bayi.
Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan panduan yang tepat dan memastikan bahwa kebutuhan nutrisi bayi tetap terpenuhi tanpa memperburuk kondisi eksim.
Pada Usia Berapa Alergi Telur pada Anak Bisa Hilang?
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa alergi telur cukup umum dialami anak-anak.
Melansir Cleveland Clinic, pada usia 5 tahun, anak-anak mulai semakin bisa toleransi terhadap telur, bahkan 70% dari mereka bisa menghilangkan alergi telur pada usia 16 tahun.
Jadi, tidak perlu khawatir, karena belum tentu Si Kecil akan terus alergi telur hingga dewasa, ya Moms!
Diagnosis Alergi Telur pada Bayi
Diagnosis alergi telur pada bayi melibatkan beberapa langkah yang dilakukan oleh dokter.
Melansir American College of Allergy, Asthma & Immunology, cara mendiagnosis alergi telur pada bayi adalah dengan melakukan tes tusuk kulit atau tes darah.
Berikut adalah proses umum yang digunakan untuk menentukan apakah bayi mengalami alergi telur:
1. Riwayat Kesehatan
Dokter akan mulai dengan mengumpulkan riwayat kesehatan lengkap bayi, termasuk gejala yang muncul setelah mengonsumsi telur atau makanan yang mengandung telur.
Informasi tentang riwayat alergi dalam keluarga juga sangat penting.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda-tanda alergi, seperti ruam kulit, eksim, atau tanda-tanda lain yang mungkin terkait dengan alergi makanan.
3. Tes Tusuk Kulit
Tes tusuk kulit dilakukan dengan menempatkan sejumlah kecil ekstrak alergen (dalam hal ini, protein telur) pada kulit bayi, biasanya di lengan atau punggung.
Kemudian, kulit akan ditusuk secara ringan untuk memungkinkan alergen masuk ke dalam lapisan kulit.
Jika bayi alergi terhadap telur, area tersebut akan menunjukkan reaksi berupa kemerahan atau bengkak.
4. Diet Eliminasi Makanan
Dokter mungkin merekomendasikan diet eliminasi, di mana telur dan makanan yang mengandung telur dihilangkan dari diet bayi untuk melihat apakah gejala membaik.
Setelah periode eliminasi, telur diperkenalkan kembali secara bertahap sambil memantau reaksi bayi.
Proses ini sebaiknya dilakukan di bawah pengawasan medis.
5. Pemantauan dan Catatan
Orang tua diminta untuk memantau dan mencatat pola makan bayi serta gejala yang muncul.
Informasi ini membantu dokter dalam membuat diagnosis yang akurat.
Diagnosis yang tepat sangat penting untuk memastikan bayi mendapatkan perawatan yang sesuai dan untuk mencegah reaksi alergi yang lebih serius di masa depan.
Baca Juga: Alergi Udang: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Cara Mengatasi Alergi Telur pada Bayi
Perawatan alergi telur pada bayi akan tergantung pada keparahan reaksi alergi.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi alergi telur pada bayi:
1. Hindari Konsumsi Telur dan Produk Mengandung Telur
Periksa label makanan dengan teliti untuk memastikan tidak ada bahan yang mengandung telur.
Banyak makanan olahan dan siap saji yang mungkin mengandung telur, termasuk roti, kue, biskuit, dan beberapa produk daging olahan.
2. Mengganti Nutrisi
Pastikan bayi mendapatkan protein dari sumber lain, seperti daging, ikan, kacang-kacangan, dan produk kedelai, jika tidak ada alergi lain.
Bekerjasama dengan ahli gizi dapat membantu memastikan bayi mendapatkan nutrisi yang cukup tanpa mengonsumsi telur.
3. Pengobatan Gejala
Mengutip American College of Allergy, Asthma & Immunology, jika gejalanya ringan, penggunaan antihistamin dapat membantu meredakan gejala.
Gejala ringan itu antara lain ruam dan gatal. Namun, pemberiannya tetap harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Untuk eksim atau ruam yang parah, krim kortikosteroid yang diresepkan dokter dapat membantu mengurangi peradangan dan gatal.
Jika bayi memiliki riwayat reaksi alergi yang parah, dokter mungkin akan meresepkan injektor otomatis epinefrin (EpiPen).
Ini penting untuk mengatasi anafilaksis, reaksi alergi yang mengancam nyawa.
Pemenuhan Nutrisi pada Bayi yang Alergi Telur
Memastikan bayi yang alergi telur mendapatkan nutrisi yang cukup adalah hal yang sangat penting.
Telur adalah sumber protein, vitamin, dan mineral yang baik, jadi penting untuk mencari pengganti yang tepat dalam diet bayi.
Berikut adalah beberapa sumber nutrisi alternatif yang dapat digunakan:
1. Sumber Protein
- Daging dan Unggas: Daging sapi, ayam, dan kalkun adalah sumber protein yang baik dan dapat menggantikan protein dari telur.
- Ikan: Ikan seperti salmon, tuna, dan cod tidak hanya kaya akan protein tetapi juga mengandung asam lemak omega-3 yang penting untuk perkembangan otak.
- Kacang-kacangan dan Polong-polongan: Kacang merah, kacang hijau, lentil, dan buncis adalah sumber protein nabati yang baik.
- Produk Kedelai: Tahu, tempe, dan susu kedelai bisa menjadi alternatif protein nabati yang kaya nutrisi.
2. Sumber Lemak Sehat
- Alpukat: Kaya akan lemak sehat dan bisa diolah menjadi puree untuk bayi.
- Minyak Zaitun: Bisa ditambahkan dalam masakan untuk menambah asupan lemak sehat.
3. Sumber Vitamin dan Mineral
- Sayuran Berdaun Hijau: Bayam, kale, dan brokoli kaya akan zat besi dan kalsium.
- Buah-buahan: Jeruk, stroberi, dan kiwi tinggi vitamin C yang membantu penyerapan zat besi.
- Susu dan Produk Olahan Susu: Susu sapi, keju, dan yogurt kaya akan kalsium dan vitamin D, namun pastikan bayi tidak memiliki alergi susu sapi.
4. Sumber Karbohidrat
- Beras dan Produk Olahannya: Nasi, bubur nasi, dan pasta berbahan dasar beras.
- Kentang dan Ubi: Kaya akan karbohidrat kompleks dan bisa diolah menjadi puree atau dimasak dengan cara lain yang sesuai untuk bayi.
5. Sumber Vitamin B
- Daging dan Ikan: Selain sumber protein, daging dan ikan juga kaya akan vitamin B12.
- Sayuran Hijau dan Kacang-kacangan: Kaya akan vitamin B6 dan folat yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan.
6. Makanan Tambahan yang Diperkaya
- Sereal Bayi: Banyak sereal bayi yang diperkaya dengan zat besi, vitamin, dan mineral penting lainnya. Pilih sereal yang bebas dari alergen yang mungkin dimiliki bayi.
7. Suplemen Nutrisi
- Suplemen Multivitamin: Dalam beberapa kasus, dokter mungkin merekomendasikan suplemen multivitamin untuk memastikan bayi mendapatkan semua nutrisi yang dibutuhkan.
Penting untuk bekerja sama dengan ahli gizi anak untuk memastikan bahwa diet bayi seimbang dan mencakup semua nutrisi penting.
Ahli gizi dapat memberikan panduan khusus dan membantu merencanakan menu yang tepat untuk bayi yang alergi telur.
Cara Mencegah Alergi Telur pada Bayi
Meskipun tidak ada cara yang pasti untuk mencegah alergi makanan, termasuk alergi telur, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengurangi risiko atau mengelola alergi dengan lebih baik.
Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah atau mengurangi risiko alergi telur pada bayi:
1. Pemberian ASI Eksklusif
Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan dapat membantu membangun sistem kekebalan bayi yang kuat dan mengurangi risiko alergi.
Namun, apakah ibu menyusui perlu menghindari konsumsi telur untuk menghindari bayi jadi alergi telur?
Melansir Children's Hospital of Philadelphia, tidak ada anjuran untuk menghindari makanan apa pun saat Moms sedang menyusui untuk mencegah alergi pada bayi.
Namun, jika Moms memiliki anak yang mengalami gejala terkait makanan yang Moms makan, menghilangkan makanan tersebut dari pola makan Moms dapat membantu mencegahnya muncul gejala.
Sebelum menghilangkan makanan dari konsumsi harian Moms yang tengah menyusui, pastikan berdiskusi dengan ahlinya, ya!
2. Memperkenalkan Telur Sejak Dini
Melansir Harvard Health Publishing, pengenalan makanan pada awal kehidupan bayi dapat mengurangi kemungkinan terjadinya alergi.
Ini biasanya terjadi karena desensitisasi sistem kekebalan tubuh terhadap makanan.
Selama suatu periode, sistem kekebalan dapat mengidentifikasi protein dalam telur sebagai tidak berbahaya dan dengan demikian berhenti menyerangnya dengan respons antibodi.
3. Berikan Telur yang Dimasak Matang
Perkenalkan telur yang dimasak sepenuhnya (misalnya telur rebus) terlebih dahulu.
Karena protein dalam telur matang cenderung kurang alergi dibandingkan dengan telur mentah atau setengah matang.
Dengan mengenali gejala, memahami cara mencegah, dan mengetahui langkah-langkah penanganan yang tepat, Moms dapat menjaga kesehatan Si Kecil yang alergi telur.
Konsultasi rutin dengan dokter, serta lakukan pengawasan ketat terhadap makanan yang dikonsumsi bayi, sangat penting dalam mencegah dan mengatasi reaksi alergi.
- https://www.health.harvard.edu/blog/the-latest-on-a-simple-way-to-help-prevent-food-allergies-in-kids-201603089326
- https://www.chop.edu/conditions-diseases/ige-mediated-food-allergies
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3069662/
- https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/25086-egg-allergy
- https://acaai.org/allergies/allergic-conditions/food/egg/
- https://www.chop.edu/pages/breastfeeding-baby-food-allergies
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.