19 September 2024

Sapardi Djoko Damono dan Puisinya yang Abadi Menyentuh Hati

Sastrawan Tanah Air yang karyanya selalu dikenang dan jadi inspirasi
Sapardi Djoko Damono dan Puisinya yang Abadi Menyentuh Hati

Foto: Instagram.com/damonosapardi

Sapardi Djoko Damono adalah salah satu ikon sastra Indonesia yang paling dihormati.

Beliau dikenal sebagai seorang penyair, penulis esai, dan kritikus sastra yang berpengaruh.

Karyanya telah menginspirasi banyak generasi penulis dan pembaca sastra di Tanah Air.

Baca Juga: 7 Penulis Terfavorit Indonesia Beserta Karya Terbaiknya

Profil Singkat Sapardi Djoko Damono

Profil Singkat Sapardi Djoko Damono
Foto: Profil Singkat Sapardi Djoko Damono (Wikipedia.com/Kementerian Keuangan Republik Indonesia.)

Sapardi Djoko Damono (SDD) lahir pada 20 Maret 1940 di Surakarta, Jawa Tengah.

Ia adalah anak pertama dari Sadyoko dan Saparian.

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 2 (1955) dan SMA Negeri 2 (1958) Surakarta, SDD melanjutkan kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Universitas Gadjah Mada.

Pada tahun 1970-1971, ia belajar tentang kemanusiaan di University of Hawaii, AS.

Pada tahun 1973, SDD pindah ke Jakarta untuk menjadi direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah sastra Horison.

Sejak tahun 1974, ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia.

Ia pernah menjadi Dekan FIB UI periode 1995-1999 dan guru besar di Fakultas Sastra UI.

Selain menulis puisi, ia juga menulis cerita pendek, menerjemahkan karya penulis asing, dan menulis esai serta kolom di surat kabar.

Penghargaan Sapardi Djoko Damono

Penghargaan Sapardi Djoko Damono
Foto: Penghargaan Sapardi Djoko Damono (Instagram.com/damonosapardi)

Sapardi Djoko Damono mendapatkan banyak penghargaan selama hidupnya, yaitu:

  • Penghargaan Budaya dari Australia pada tahun 1978
  • Penghargaan Puisi Putra dari Malaysia pada tahun 1983
  • SEA Write Award dari Thailand pada tahun 1986

Ada juga penghargaan lainnya dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Menristek RI, Achmad Bakrie Award, Akademi Jakarta, Habibie Award, dan ASEAN Book Award pada tahun 2018.

Meninggalnya Sang Sastrawan

Meninggalnya Sang Sastrawan
Foto: Meninggalnya Sang Sastrawan (Twitter.com/KementerianLHK)

Sapardi Djoko Damono meninggal pada 19 Juli 2020 di Rumah Sakit Eka BSD, Tangerang Selatan, setelah dirawat 10 hari karena masalah kesehatan. Ia dimakamkan di TPBU Giri Tama, Bogor.

Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi dunia sastra Indonesia, dan karyanya terus dikenang sebagai warisan budaya yang berharga.


Puisi Karya Sapardi Djoko Damono

Puisi Karya Sapardi Djoko Damono
Foto: Puisi Karya Sapardi Djoko Damono (Instagram.com/damonosapardi)

Berikut berbagai puisi karya SDD yang masih dikenang banyak orang hingga saat ini.

1. Kita Saksikan (1967)

Kita saksikan burung-burung lintas di udara

Kita saksikan awan-awan kecil di langit utara

Waktu itu cuaca pun senyap seketika

Sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya

Di antara hari buruk dan dunia maya

Kita pun kembali mengenalnya

Kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata

Saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia.

2. Duka-Mu Abadi (1969)

Dukamu adalah dukaku.

Air matamu adalah air mataku

Kesedihan abadimu

Membuat bahagiamu sirna

Hingga ke akhir tirai hidupmu

Dukamu tetap abadi.

Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup ini

Berbekalkan sejuta dukamu

Mengiringi setiap langkahku

Menguji semangat jituku

Karena dukamu adalah dukaku

Abadi dalam duniaku!

Namun dia datang

Meruntuhkan segala penjara rasa

Membebaskan aku dari derita ini

Dukamu menjadi sejarah silam

Dasarnya 'ku jadikan asas

Membangunkan semangat baru

Biar dukamu itu adalah dukaku

Tidakanku biarkan ia menjadi pemusnahku!

3. Yang Fana adalah Waktu (1978)

Yang fana adalah waktu.

Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.

Kita abadi.

4. Kuhentikan Hujan (1980)

Kuhentikan hujan

Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan

Ada yang berdenyut dalam diriku

Menembus tanah basah

Dendam yang dihamilkan hujan

Dan cahaya matahari

Tak bisa kutolak


5. Aku Ingin (1989)

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

6. Hujan Bulan Juni (1989)

Tak ada yang lebih tabah

Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakan rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

Dari hujan di bulan Juni

Dihapuskan jejak-jejak kakinya

Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

Dari hujan bulan Juni

Dibiarkan yang tak terucapkan

Diserap akan pohon bunga itu

7. Pada Suatu Hari Nanti (1991)

Pada suatu hari nanti,

Jasadku tak akan ada lagi,

Tapi dalam bait-bait sajak ini,

Kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,

Suaraku tak terdengar lagi,

Tapi di antara larik-larik sajak ini.

Kau akan tetap kusiasati,

Pada suatu hari nanti,

Impianku pun tak dikenal lagi,

Namun di sela-sela huruf sajak ini,

Kau tak akan letih-letihnya kucari.

Baca Juga: 13 Puisi Hari Pahlawan Karya Penyair Terkenal, Penuh Makna

Itu dia informasi tentang Sapardi Djoko Damono, sebuah nama yang akan selalu bersinar dalam dunia sastra Indonesia.

  • https://ikj.ac.id/kronik-seni/obituari-prof-dr-sapardi-djoko-damono/
  • https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Sapardi_Djoko_Damono

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.