Sapardi Djoko Damono dan Puisinya yang Abadi Menyentuh Hati
Sapardi Djoko Damono adalah salah satu ikon sastra Indonesia yang paling dihormati.
Beliau dikenal sebagai seorang penyair, penulis esai, dan kritikus sastra yang berpengaruh.
Karyanya telah menginspirasi banyak generasi penulis dan pembaca sastra di Tanah Air.
Baca Juga: 7 Penulis Terfavorit Indonesia Beserta Karya Terbaiknya
Profil Singkat Sapardi Djoko Damono
Sapardi Djoko Damono (SDD) lahir pada 20 Maret 1940 di Surakarta, Jawa Tengah.
Ia adalah anak pertama dari Sadyoko dan Saparian.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 2 (1955) dan SMA Negeri 2 (1958) Surakarta, SDD melanjutkan kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Universitas Gadjah Mada.
Pada tahun 1970-1971, ia belajar tentang kemanusiaan di University of Hawaii, AS.
Pada tahun 1973, SDD pindah ke Jakarta untuk menjadi direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah sastra Horison.
Sejak tahun 1974, ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia.
Ia pernah menjadi Dekan FIB UI periode 1995-1999 dan guru besar di Fakultas Sastra UI.
Selain menulis puisi, ia juga menulis cerita pendek, menerjemahkan karya penulis asing, dan menulis esai serta kolom di surat kabar.
Penghargaan Sapardi Djoko Damono
Sapardi Djoko Damono mendapatkan banyak penghargaan selama hidupnya, yaitu:
- Penghargaan Budaya dari Australia pada tahun 1978
- Penghargaan Puisi Putra dari Malaysia pada tahun 1983
- SEA Write Award dari Thailand pada tahun 1986
Ada juga penghargaan lainnya dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Menristek RI, Achmad Bakrie Award, Akademi Jakarta, Habibie Award, dan ASEAN Book Award pada tahun 2018.
Meninggalnya Sang Sastrawan
Sapardi Djoko Damono meninggal pada 19 Juli 2020 di Rumah Sakit Eka BSD, Tangerang Selatan, setelah dirawat 10 hari karena masalah kesehatan. Ia dimakamkan di TPBU Giri Tama, Bogor.
Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi dunia sastra Indonesia, dan karyanya terus dikenang sebagai warisan budaya yang berharga.
Puisi Karya Sapardi Djoko Damono
Berikut berbagai puisi karya SDD yang masih dikenang banyak orang hingga saat ini.
1. Kita Saksikan (1967)
Kita saksikan burung-burung lintas di udara
Kita saksikan awan-awan kecil di langit utara
Waktu itu cuaca pun senyap seketika
Sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya
Di antara hari buruk dan dunia maya
Kita pun kembali mengenalnya
Kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata
Saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia.
2. Duka-Mu Abadi (1969)
Dukamu adalah dukaku.
Air matamu adalah air mataku
Kesedihan abadimu
Membuat bahagiamu sirna
Hingga ke akhir tirai hidupmu
Dukamu tetap abadi.
Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup ini
Berbekalkan sejuta dukamu
Mengiringi setiap langkahku
Menguji semangat jituku
Karena dukamu adalah dukaku
Abadi dalam duniaku!
Namun dia datang
Meruntuhkan segala penjara rasa
Membebaskan aku dari derita ini
Dukamu menjadi sejarah silam
Dasarnya 'ku jadikan asas
Membangunkan semangat baru
Biar dukamu itu adalah dukaku
Tidakanku biarkan ia menjadi pemusnahku!
3. Yang Fana adalah Waktu (1978)
Yang fana adalah waktu.
Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
4. Kuhentikan Hujan (1980)
Kuhentikan hujan
Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan
Ada yang berdenyut dalam diriku
Menembus tanah basah
Dendam yang dihamilkan hujan
Dan cahaya matahari
Tak bisa kutolak
5. Aku Ingin (1989)
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
6. Hujan Bulan Juni (1989)
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakan rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan di bulan Juni
Dihapuskan jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkan yang tak terucapkan
Diserap akan pohon bunga itu
7. Pada Suatu Hari Nanti (1991)
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.
Baca Juga: 13 Puisi Hari Pahlawan Karya Penyair Terkenal, Penuh Makna
Itu dia informasi tentang Sapardi Djoko Damono, sebuah nama yang akan selalu bersinar dalam dunia sastra Indonesia.
- https://ikj.ac.id/kronik-seni/obituari-prof-dr-sapardi-djoko-damono/
- https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Sapardi_Djoko_Damono
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.