Mengenal 10 Tarian Tradisional Aceh dan Keunikannya
Seperti halnya kota dan provinsi lain di Indonesia, Aceh juga memiliki produk budaya berupa kesenian. Salah satunya adalah tarian tradisional Aceh.
Aceh tidak hanya terkenal sebagai kota wisata dan kulinernya. Tetapi juga tarian tradisional Aceh.
Situs resmi Provinsi Aceh menulis, tarian tradisional Aceh berkembang secara turun-temurun dan menjadikannya semacam identitas budaya bagi masyarakat Aceh.
Banyak orang yang hanya mengetahui tari Saman saja, padahal tarian tradisional Aceh banyak macamnya dan memiliki sejarah tersendiri.
Yuk, Moms intip tarian tradisional Aceh sebagai edukasi anak!
Baca Juga: 20 Makanan Khas Nusantara dengan Filosofi Unik dan Kekinian
Tarian Tradisional Aceh
Indonesia memiliki budaya yang sangat banyak sekali, hampir seluruh wilayah memiliki ciri khas masing-masing.
Seperti halnya di Aceh yang memiliki berbagai macam budaya berupa kesenian.
Salah satu kesenian yang cukup terkenal dari Aceh adalah tari Saman.
Selain tari Saman, masih banyak tarian tradisional Aceh lainnya, lho!
Dilansir dari Facts of Indonesia, berikut sederet tarian tradisional Aceh.
1. Tari Saman
Tari Saman yang merupakan tarian tradisional Aceh ini memang sudah dikenal seluruh dunia.
Pada 24 November 2011, tarian tersebut resmi ditetapkan dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia oleh UNESCO di Bali.
Tari saman merupakan salah satu tarian tradisional Aceh berasal dari suku Gayo yang dibawakan oleh Syekh Saman, seorang penyebar agama Islam di Aceh.
Penari tari saman akan mengenakan pakaian khusus berwarna-warni. Selama tari saman dipentaskan, penari akan membentuk format pola lantai yang khas.
Dalam melakukan tarian, penari harus berbaris membentuk garis lurus ke samping.
Makna dari tarian ini adalah manusia merupakan makhluk sosial sehingga membutuhkan manusia lain.
Pola duduk dengan kaki yang bertumpu seperti duduk di antara dua sujud juga melambangkan umat Islam yang sedang membentuk syaff ketika sedang melakukan salat.
2. Tari Seudati
Tarian tradisional Aceh ini memiliki suatu keunikan, yaitu dibawakan tanpa iringan alat musik apa pun.
Sebagai pengiring, ada lantunan syair dari aneuk syahi.
Tari Seudati berasal dari bahasa Arab 'Syahadat', yang artinya bersaksi atau pengakuan terhadap tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah dalam Islam.
Ada juga yang mengatakan bahwa Seudati berasal dari kata 'Seurasi' yang berarti harmonis atau kompak.
Berdasarkan sejarahnya, tarian ini mengisahkan berbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat Aceh tahu cara menyelesaikannya bersama-sama.
Awalnya, tarian Seudati dikenal sebagai tarian pesisir yang disebut Ratoh atau Ratoih.
Artinya, menceritakan untuk mengawali permainan atau diperagakan untuk bersuka ria saat musim panen atau malam bulan purnama.
Saat pentas, penari Seudati memakai baju berwarna putih dipadu dengan celana panjang. Sedangkan aksesorisnya terdiri dari kain songket di pinggang hingga paha.
Penari juga dilengkapi rencong di bagian pinggang dan Tangkulok (ikat kepala) berwarna merah yang menjadi ciri khas tari Seudati.
3. Tari Tarek Pukat
Tari Tarek Pukat terinspirasi dari tradisi menarek pukat atau menarik jala yang dilakukan masyarakat Aceh, khususnya di daerah pesisir.
Tarian tradisional Aceh ini menggambarkan tentang aktivitas para nelayan Aceh saat menangkap ikan di laut.
Umumnya, tari Tarek Pukat ditampilkan dalam berbagai acara, seperti:
- Upacara penyambutan
- Acara adat
- Acara budaya
Dalam pertunjukannya, penari menggunakan busana tradisional serta dihias dengan hiasan dan tata rias yang membuatnya terlihat cantik.
Dengan diiringi kelompok pengiring, penari menari dengan gerakannya yang khas dan menggunakan tali sebagai atributnya.
Kostum yang digunakan para penari dalam pertunjukan tari ini biasanya merupakan busana tradisional.
Para penari biasanya menggunakan pakaian seperti baju lengan panjang, celana panjang, dan kerudung pada bagian kepala.
Selain itu, penari juga menggunakan kain songket dan sabuk pada bagian pinggang serta hiasan kerudung sebagai pemanisnya.
Baca Juga: Mengenal 5 Tokoh Pewayangan untuk Edukasi Anak
4. Tari Likok Pulo
Tari Likok Pulo diciptakan sekitar tahun 1849 oleh seorang pedagang sekaligus ulama asal Arab bernama Syekh Ahmad Badron.
Secara bahasa, tarian tradisional Aceh ini berasal dari 2 kata yakni ‘likok’ yang bermakna ‘gerak tari’ dan ‘pulo’ yang berarti ‘pulau’.
Pulau yang dimaksudkan adalah sebuah pulau kecil yang terdapat di ujung pelosok utara pulau Sumatera yang kerap disebut sebagai Pulau Beras (Breuh).
Secara historis, tari tersebut biasanya digelar sesudah menanam padi atau masa menjelang panen tiba.
Tarian ini juga disertai dengan pemukulan rapa'i atau alat musik untuk mengatur gerakan tari.
Para penari juga dilengkapi dengan properti bambu (Boh Likok).
5. Tari Laweut
Tari Laweut berasal dari kata selawat, yaitu berupa sanjungan yang ditujukan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Syair-syair yang mengiringi tarian ini memang banyak berselawat atas Nabi.
Fungsi utama tarian ini, yaitu sebagai media dakwah yang memberikan pengetahuan tentang agama Islam.
Tari Laweut ini diiringi dengan suara yang berasal dari badan penari itu sendiri, seperti:
- Tepukan dada
- Norma dan sopan santun jari
- Tepukan tangan
- Hentakan kaki
- Vokal syahi yang menyanyikan syair
Syair-syair tersebut mengandung pesan-pesan tersendiri mengenai keimanan, pembangunan, kemasyarakatan, dan lain-lain.
6. Tari Ratoh Duek
Tari Ratoh Duek merupakan tari tradisional dari Provinsi Aceh. Kata ratoh berasal dari Bahasa Arab rateeb, yang artinya kegiatan berdoa atau berzikir.
Tarian tradisional Aceh ini menggambarkan semangat dan kebersamaan masyarakat Aceh.
Harmoni antara syair dan tepukan berirama para penari mengungkapkan kekompakkan masyarakat Aceh dalam kegiatan sehari-hari.
Tari Ratoh Duek tidak mengenakan properti tari apa pun.
Kostum yang digunakan adalah baju khas Aceh yang telah dimodifikasi, yaitu pakaian polos yang dipadukan dengan kain songket Aceh, serta hiasan kepala dan ikat pinggang.
Baca Juga: 12+ Ragam Pakaian Adat Aceh dan Ciri Khasnya, Penuh Makna!
7. Tari Guel
Tarian tradisional Aceh ini merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari budaya masyarakat Gayo di Aceh.
Tari Guel memiliki gerakan yang sangat khas dan penuh makna, bahkan terkesan bernuansa mistis.
Tarian ini awalnya lebih difungsikan sebagai tarian upacara adat tertentu di kalangan masyarakat Gayo, baik secara ritual adat maupun perayaan adat.
Bagi masyarakat Gayo, tarian ini bukan sekadar tarian biasa. Tetapi, memiliki nilai dan filosofi kebudayaan mereka.
Setiap gerakan tarian mengandung pesan dan nilai-nilai di dalamnya.
Gerakan Tari Guel ini sangat unik dan gerakan disesuaikan dengan suara musik pengiring.
Menariknya, gerakan penari pria dan wanita cenderung berbeda. Biasanya gerakan penari pria lebih mendominasi.
8. Rapai Geleng
Tarian Rapai Geleng berasal dari daerah Manggeng di Aceh Barat Daya.
Tarian tradisional Aceh ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral untuk masyarakat. Syair yang digunakan merupakan lagu-lagu keagamaan.
Nama geleng sendiri diambil dari gerakan penarinya yang menggeleng-gelengkan kepala ke kanan dan kiri dengan berirama dan sangat kompak.
Sedangkan, kata rapai diambil dari nama alat musik yang menyerupai gendang yang dimainkan oleh penari.
Saat ini alat musik rapai lebih dikenal dengan nama rebana.
9. Tari Didong
Tari Didong merupakan sebuah kesenian rakyat Gayo perpaduan unsur tari, vokal, dan sastra.
Pada sejarahnya, tarian ini dipakai sebagai sarana hiburan bagi tentara Jepang yang menduduki tanah Gayo.
Hal ini merupakan ide bagi masyarakat Gayo untuk menyebarkan didong yang syairnya tidak hanya terpaku kepada hal-hal religius dan adat-istiadat.
Namun, juga permasalahan sosial yang bernada protes terhadap kekuasaan penjajah Jepang.
Dulunya seragam penari Didong dibedakan melalui warna dan mempunyai arti yang berbeda-beda, seperti:
- Warna kuning berarti “Raja”
- Warna hitam “Rakyat”
- Warna merah “ Petuah ”
- Warna putih “Imam”
Baca Juga: 14 Objek Wisata Banda Aceh, Rekomendasi Terbaik untuk Liburan
10. Tari Bines
Tari Bines bermula dari kesenian tradisi yang disebut “piasan” yang dikemudian hari dijadikan salah satu sarana dakwah Islam.
Sebagai kesenian yang lahir dalam kehidupan masyarakat tradisional, awalnya tari ini bersifat sakral dan hanya ditampilkan dalam upacara adat saja.
Dahulu perempuan di Gayo Lues tidak diizinkan menarikan tari Saman karena sifatnya terlampau keras, kencang disertai dengan gerakan memukul-mukul dada.
Oleh karena itu, para leluhur menciptakan jenis tarian lain yang dianggap layak untuk ditarikan oleh para perempuan.
Hal yang menarik lainnya adalah najuk atau pemberian uang kertas yang dijepit menggunakan lidi dan diselipkan di sempol atau sanggul para penari.
Tradisi tradisional Aceh ini adalah bentuk penghargaan atau apresiasi penonton kepada penari Bines.
Baca Juga: 11 Rekomendasi Wisata Cianjur, Ada Taman Bunga Sakura yang Cantik!
Nah, itu dia tarian tradisional Aceh. Jangan lupa kenalkan kepada Si Kecil juga, ya, Moms!
- https://today.line.me/id/v2/article/vrPGK8
- https://factsofindonesia.com/traditional-dances-from-aceh
- https://acehprov.go.id/berita/kategori/jelajah/daftar-tarian-dari-kabupatenkota-di-aceh
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.