6 Mitos dan Fakta seputar Penyakit Hepatitis C, Wajib Tahu!
Dikutip dari situs Departemen Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, tercatat sekitar 30 juta orang di Asia Tenggara hidup dengan mengidap penyakit hepatitis C kronis.
Penyakit menular ini menyebabkan sekitar 500.000 kasus baru dan 160.000 kematian. Sementara itu di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) memperkirakan sekitar 3 juta orang menderita penyakit hepatitis C.
Berkat kemajuan dunia ilmiah modern, dalam kurun waktu beberapa dekade ini dokter telah banyak belajar tentang penyakit hepatitis C.
Saat ini, mulai tersedia perawatan yang dapat menyembuhkan sekitar 90 persen orang yang memiliki infeksi atau mengidap penyakit hepatitis C dengan masa penyembuhan delapan hingga dua belas minggu.
"Penelitian penyakit hepatitis C telah ada cukup lama sehingga kita memiliki pegangan yang kuat dan solid tentang apa yang terjadi dengan penyakit ini," kata Cristina Strahotin, MD, Ahli Gastroenterologi, Allegheny Health Network di Pittsburgh.
Mitos dan Fakta Seputar Penyakit Hepatitis C
Namun terlepas dari opsi perawatan baru ini, masih ada sejumlah mitos yang bisa membuat orang enggan untuk melakukan uji skrining atau membuat kesalahpahaman atas penyakit hepatitis C. Berikut ini adalah beberapa mitos tentang hepatitis C yang harus diketahui semua orang termasuk Moms di rumah.
Baca Juga: Kenali Gejala Hepatitis B Pada Anak dan Penanganannya
Mitos: Hepatitis C Mudah Dikenali
Foto: Webmd.com
Setelah terinfeksi, gejala dan tanda hepatitis C hanya hadir pada sebagian kecil orang. Selain itu gejala tersebut biasanya tidak jelas atau spesifik.
Biasanya, virus ditemukan bertahun-tahun setelah infeksi asli terjadi dan beberapa orang mengetahuinya hanya setelah melakukan skrining hepatitis C atau setelah mereka merasakan masalah kesehatan yang serius seperti sirosis (pengerasan hati), kanker hati, atau masalah ginjal.
"Pada sebagian besar kasus, hepatitis C adalah penyakit tanpa gejala. Hingga akhirnya hepatitis C menyebabkan kerusakan organ yang cukup parah dan menunjukan gejala yang jelas," jelas Dr. Strahotin.
Mitos: Tidak Ada Pengobatan Efektif
Foto: Westmedgroup.com
Di masa lalu, pengobatan hepatitis C masih belum berkembang pesat. Akan tetapi sebagian besar hal tersebut sudah berubah. Saat ini, ada banyak obat antivirus yang efektif di pasaran dan kebanyakan dari obat-obatan ini memiliki efek samping yang lebih sedikit daripada obat lama.
Oleh karena itu, sangat penting bagi orang yang positif hepatitis C untuk memeriksakan diri ke dokter dan memulai pengobatan. Bahkan pasien hepatitis C juga sebaiknya melakukan pengujian penyakit hati kronis.
Namun, hingga saat ini belum ada vaksin yang dapat mencegah hepatitis C, kecuali tersedia vaksin untuk infeksi hepatitis lain seperti hepatitis A dan B.
Para ahli merekomendasikan penderita hepatitis C untuk dites dan divaksinasi hepatitis A dan B, karena penyakit-penyakit itu memiliki peluang besar untuk menyerang di masa yang akan datang.
Mitos: Hanya Menyerang Organ Hati
Foto: pbs.org
Meskipun hepatitis C utamanya hanya menyerang organ hati, tetapi ternyata virus ini juga dapat merusak bagian tubuh yang lain.
Salah satunya yang diungkapkan American College of Rheumatology bahwa beberapa orang bisa menderita penyakit rematik karena hepatitis C atau kondisi yang mempengaruhi otot dan persendian, bahkan sebelum mereka tahu mereka telah tertular virus.
Beberapa penderita hepatitis C kronis bisa menderita diabetes, kelelahan, limfoma non-Hodgkin, masalah kulit, dan banyak penyakit lainnya.
Baca Juga: Tidak Disangka, Ini 5 Makanan yang Bisa jadi Obat Kolesterol
Mitos: Menular melalui Hubungan Seks
Walaupun ada kemungkinan hepatitis C ditularkan dari hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang terinfeksi, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa risiko ini dinilai cukup rendah.
Dikutip dari everydayhealth.com, Dr. Strahotin menjelaskan bahwa virus pada hepatitis C ditularkan melalui darah yang terinfeksi atau cairan tubuh yang mengandung darah yang terinfeksi, bukan melalui hubungan seks.
Beberapa perilaku dan keadaan seksual yang dapat meningkatkan risiko terkena infeksi atau menularkan infeksi hepatitis C pada orang lain adalah memiliki banyak pasangan seks atau melakukan seks anal.
"Selain itu, dalam situasi ini dibutuhkan tindakan pencegahan yang masuk akal saat berhubungan seks, seperti menghindari seks selama menstruasi atau ketika salah satu pasangan memiliki luka kelamin," katanya.
Mitos: Penyakit Sekali Seumur Hidup
Foto: Sehatq.com
Mitos lainnya dari hepatitis C yang banyak beredar di tengah masyarakat adalah ketidakmungkinan menderita penyakit ini apabila sebelumnya sudah pernah terinfeksi.
Dr. Raymond Chung, Direktur Hepatologi dan Liver Center, Massachusetts General Hospital, menjelaskan bahwa keberhasilan hepatitis C diobati tidak membuat seseorang akan memiliki kekebalan di kemudian hari.
"Orang-orang yang telah berhasil diobati harus berdiskusi dengan penyedia layanan kesehatan mereka tentang risiko infeksi yang mungkin berulang," katanya.
Mitos: Hepatitis C Menyebar Melalui Kontak Biasa
Foto: Mommiesdaily.com
Hepatitis C juga tidak akan menular melalui kontak biasa seperti berjabatan tangan, berpelukan, berbagi peralatan makan, berciuman atau berbagi tempat tidur dengan orang yang terinfeksi.
Karena menular melalui darah atau cairan darah orang yang terinfeksi, maka penularan yang paling sering terjadi adalah ketika menggunakan jarum yang terkontaminasi selama penggunaan narkoba.
Penularan virus juga dapat terjadi karena penggunaan jarum suntik yang tidak disengaja, lahir dari ibu yang terinfeksi, alat tato dan tindik yang tidak steril, dan kontak seksual.
Baca Juga: 8 Mitos Seputar Kista Ovarium yang Perlu Moms Ketahui
Nah, itulah beberapa mitos soal hepatitis C dan faktanya. Sudah tidak bingung lagi kan Moms?
(RIE/ERN)
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.