5 Kisah Anak yang Mengalami Gangguan Jiwa, Ini Penyebabnya
Bagi siapapun, gangguan jiwa bukanlah hal yang bisa dengan mudah dihadapi. Gangguan jiwa kerap menjadi beban tersendiri, baik bagi orang yang mengalami, maupun keluarganya.
Bagi yang mengalami, mengendalikan diri dari gangguan jiwa yang mereka idap tentu butuh perjuangan dan pengorbanan.
Enam anak asal Australia ini memberikan kisah mereka yang berjuang melawan gangguan jiwa. Yuk kita simak kisah mereka yang dikutip dari Abc.net.au.
Justice King
Justice King tumbuh seperti anak pada umumnya. Namun, orang di sekitarnya memperlakukan dia seperti orang asing.
Hal itu terjadi saat Justice berusia 10 tahun tepat saat ibunya pergi demi pria lain.
Ketika hal itu terjadi, banyak pertanyaan yang tidak bisa Justice tanyakan. Banyak juga pertanyaan yang tidak terjawab.
Ini membuat Justice sedih hingga terlarut. Dia terus menangis.
Ketika usianya menginjak 14 tahun, dia mulai melukai diri sendiri.
Justice berharap, menyakiti fisik akan membuat sakit psikisnya sedikit terobati. Dia juga sempat berpikir untuk bunuh diri.
Suatu hari, ayah Justice menemuinya, menghapus air matanya, dan mengatakan bahwa semua baik-baik saja. Hal itulah yang menguatkan Justice untuk bangkit.
Justice kini terus mengampanyekan tentang kesadaran bunuh diri agar tidak ada anak lain yang melakukan hal bodoh seperti yang pernah dilakukannya.
Megan Anderson
Megan Anderson mengatakan, ketika usianya 9 tahun, dia pernah berdiri di koridor sekolah dan kehilangan fokus.
Megan lalu pingsan selama lebih dari 1 jam. Ketika terbangun, dia menemukan tubuhnya kejang tidak terkendali.
Dia diketahui mengidap kejang psikogenik. Selama bertahun-tahun, Megan membiarkan penyakitnya itu menguasai dirinya.
Namun, Megan mulai menyadari bahwa dia harus bangkit. Dia lalu mulai menemukan mimpinya dan berusaha mengejarnya.
Megan punya mimpi untuk meningkatkan kesadaran tentang betapa pentingnya kesehatan mental.
Megan merasakan sendiri, kondisi gangguan jiwanya disalahpahami oleh banyak orang.
Dia lalu menggalakkan kampanye tentang pentingnya kesadaran tentang kesehatan mental.
Claire Williams
Claire Williams terdiagnosis mengidap asperger’s syndrome dan savant syndrome.
Ketika TK, dia bertemu dengan Kate yang menderita cerebral palsy dan harus duduk di kursi roda.
Dengan kondisi itu, Claire tidak bisa berbicara hingga usianya menginjak 9 tahun. Sementara Kate tidak bisa mengendalikan tubuhnya.
Jadi, selama itu, Kate menjadi suara dan Claire adalah ototnya. Mereka tidak bisa terpisahkan.
Claire dan Kate menjadi penjaga untuk satu sama lain dengan keterbatasan mereka masing-masing.
Claire merupakan anak disabilitas yang juga penjaga anak disabilitas lainnya.
Ketika duduk di akhir kelas 11, Claire mendapat pekerjaan sebagai tutor yang akan membantu para penjaga anak disabilitas untuk sukses dalam pendidikan mereka.
Baca Juga : Mengenal Gangguan Psikosomatik, Gangguan Jiwa yang Berpengaruh ke Fisik
Natasha Banks
Ketika duduk di kelas 11, Natasha Banks terlihat seperti anak seusianya. Dari luar, dia terlihat begitu bahagia.
Namun, di dalam, Natasha harus bertarung melawan pikirannya. Ketika usia 15 tahun, dia terdiagnosis depresi dan gelisah.
Natasha sangat malu dengan kondisi itu. Dia tidak berani memberitahu orang lain mengenai hal ini. Dia takut orang lain akan menghakimi dirinya.
Ketika berusia 17 tahun, Natasha menyadari bahwa menceritakan kondisinya kepada orang lain akan meningkatkan kesadaran mereka.
Kondisi Natasha yang depresi dan gelisah ternyata disebabkan oleh perilaku ayahnya yang kasar dan ibunya yang meninggalkan keluarga saat Natasha berusia 3 tahun.
Dengan kondisi itu, Natasha juga pernah melakukan tindak kekerasan pada ibu dan kakaknya sebagai bentuk pelampiasannya.
Menyadari hal itu salah, Natasha berhenti melakukannya dan mulai menyakiti diri sendiri baik secara mental maupun fisik.
Trent Caldwell
Ketika remaja, Trent Caldwell tinggal di lingkungan yang buruk. Perkelahian, narkoba, dan geng jadi keseharian Trent.
Dia terperosok ke dalamnya dan menemukan bahwa bahaya itu membuatnya ketagihan. Dia berpikir bahwa hidup seperti itu akan membuatnya kuat.
Pada Jumat Agung 2012, hidupnya berubah. Ketika itu, Trent yang menginjak usia 19 tahun pergi ke taman bersama teman-temannya.
Trent lalu melakukan permainan berbahaya yang membuat kepalanya hancur dan dia mengalami koma.
Tengkoraknya retak di berbagai area, dia juga kehilangan penglihatan.
Ketika terbangun dari koma, serangkaian gangguan jiwa dialami Trent, seperti epilepsi, ADHD, PTSD, gangguan kegelisahan, dan gangguan depresi mayor.
Dia lalu bergabung dengan komunitas di pusat kesehatan anak muda. Di sana, dia berusaha membuat dirinya tetap waras.
Trent juga terus menjalani pengobatan dan beribadah di gereja. Dia kini menjadi advokat untuk kesehatan mental pemuda.
Baca Juga : 5 Perilaku Orangtua yang Mengganggu Psikologi Anak
Penyebab Gangguan Jiwa
Hingga saat ini, belum ditemukan penyebab pasti gangguan jiwa. Namun, penelitian menemukan bahwa gangguan jiwa merupakan kombinasi dari beberapa faktor.
Apa saja? Berikut daftarnya!
1. Keturunan/Genetik
Gangguan jiwa menurun pada keluarga. Itu artinya, sangat besar kemungkinan orang tua yang memiliki gangguan jiwa akan menurunkan sakitnya itu kepada sang anak.
2. Biologis
Beberapa gangguan jiwa berkaitan juga dengan bahan kimia dalam otak yang bernama neurotransmitter.
Neurotransmitter membantu sel saraf pada otak untuk berkomunikasi satu sama lain.
Jika bahan kimia tersebut tidak seimbang atau tidak bekerja sebagaimana mestinya, pesan tidak bisa ditangkap otak dengan benar.
3. Trauma Psikologis
Beberapa gangguan jiwa dipicu oleh trauma psikologis, seperti kekerasan fisik/emosi/seksual, kehilangan seseorang yang penting, dan pengabaian/penelantaran secara emosi/fisik.
4. Stres karena Lingkungan
Kejadian yang memicu stres dan menimbulkan trauma bisa menjadi pemicu gangguan jiwa pada seseorang yang memang rentan.
Itulah beberapa cerita dari orang-orang yang mengalami gangguan jiwa serta faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya gangguan jiwa. Semoga bermanfaat ya Moms!
(AND)
Foto: Abc.net.au
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.