Belajar Aksara Sunda Lengkap, dari Lambang hingga Contohnya
Aksara Sunda merupakan salah satu sistem penulisan yang digunakan oleh masyarakat Sunda.
Meski saat ini sudah jarang masyarakat Sunda yang menggunakan aksara ini, tapi keberadaannya tetap dijaga dan dilestarikan karena termasuk warisan bahasa dan budaya Indonesia.
Penggunaan aksara Sunda di Jawa Barat, khususnya Bandung, ditandai dengan nama jalan dan tempat umum berbahasa Sunda yang terletak di bagian bawah papan nama.
Untuk mempelajari aksara Sunda, Moms harus mengenal sejarahnya hingga jenis-jenis dari aksara tersebut.
Baca Juga: Tanda Tangan Simple Huruf A, R, dan S yang Bisa Moms Tiru
Sejarah Aksara Sunda
Aksara Sunda konon sudah digunakan oleh masyarakat Jawa Barat sejak abad ke-14 hingga abad ke-18.
Perkembangannya terbilang cukup pesat pada masa tersebut.
Penemuan aksara Sunda berasal dari prasasti batu dan piagam naskah lontar, nipah, dan bambu di Jawa Barat.
Penemuan-penemuan ini tercatat dalam katalog naskah di tahun 1900-an.
Baik itu penemuan berupa prasasti hingga naskah kuno, semuanya kini telah tersimpan rapi di museum hingga perpusatakaan yang ada di dalam maupun luar negeri.
Aksara Sunda memiliki sistem penulisan yang berbeda dengan alfabet biasa karena ditulis menggunakan huruf khusus.
Aksara ini memiliki tipe dasar aksara Pallawa Lanjut yang mirip dengan model aksara Tibet dan Punyab.
Baca Juga: Seserahan Pernikahan Simple Adat Jawa dan Sunda, Jadi Inspirasi Nih!
Jenis Aksara Sunda
Untuk mempelajari aksara Sunda, Moms harus terlebih dahulu mengetahui jenis-jenisnya.
Secara umum, ada lima jenis aksara Sunda yakni aksara tanda baca, rarangken, angka, dan swara.
Aksara Sunda ada 32 huruf yang nantinya akan dibagi menjadi huruf vokal dan konsonan.
Untuk penjelasan lengkapnya, Moms bisa mengeceknya di bawah ini!
1. Aksara Ngalagena
Untuk jenis yang pertama adalah aksara Ngalagena.
Aksara Sunda ini merupakan aksara yang terdiri dari lambang bunyi dari fonem konsonan sehingga sering dijuluki dengan nama aksara konsonan.
Aksara Ngalagena terdiri 15 huruf yakni, ka, ga, nga, ca, ja, nya, ta, da, na, pa, ba, ma, ya, ra, la, wa, sa, ha, fa, va, qa, xa, za, kha, dan sya.
Jika Moms perhatikan, aksara Ngalagena ini mengandung bunyi vokal a.
Untuk cara membacanya akan disesuaikan dengan sistem kedudukan alat ucap seperti pada kerongkongan, langit-langit mulut, gigi, dan bibir.
Baca Juga: 5 Restoran Prasmanan Sunda Paling Hits, Dijamin Balik Lagi!
2. Aksara Swara
Ada aksara konsonan, ada juga aksara vokal yang dinamakan aksara Swara. Aksara Swara ini memiliki serapan harkat bunyi vokal.
Aksara Swara ini hanya terdiri dari tujuh huruf, yakni a, i, u, e, dan o, é, dan eu.
Dari ketujuhnya, ada tiga aksara Swara yakni a, é, dan i yang memiliki dua lambang pada penulisannya.
Hal ini dikarenakan ketiga aksara tersebut dalam penggunaannya sangat sering dipertukarkan secara bebas dengan nilai harkat bunyi yang telah ditetapkan.
3. Aksara Khusus
Aksara Sunda memiliki empat aksara khusus yang unik karena tidak secara langsung terkait dengan vokal.
Aksara-aksara ini termasuk ie atau ieu, re atau reu, ro, dan tra, yang masing-masing memiliki fungsi dan pengucapan tertentu dalam bahasa.
Keberadaan aksara khusus ini menambah kekayaan dan keunikan sistem penulisan aksara Sunda, membedakannya dari sistem aksara lain.
4. Aksara Pangwilang
Selanjutnya ada aksara Pangwilang atau aksara angka Sunda. Aksara angka terdiri dari sepuluh angka, yakni angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 0.
Tak berbeda jauh dengan sistem penulisan angka pada umumnya, untuk penulisan aksara angka ini juga ditulis dari arah kiri ke kanan.
Hanya saja untuk penulisan lambang angka puluhan dan ratusan, Moms harus membacanya dari kanan ke kiri layaknya membaca huruf Arab.
Baca Juga: 8 Rumah Adat Sunda yang Punya Bentuk Unik, Cek, Yuk!
5. Aksara Rarangken
Aksara Rarangken menjadi aksara pendamping dan pelengkap dari aksara Ngalagena.
Aksara Rarangken ini terbagi lagi menjadi tiga kategori, yakni:
Rarangken di Atas Huruf:
Rarangken di atas huruf adalah vokalisasi yang ditulis di atas lambang aksara dasar dan hanya berjumlah sebanyak lima, yaitu:
- Panghulu: mengubah ‘a’ menjadi i (ka menjadi ki)
- Pamepet: mengubah ‘a’ menjadi e (ka menjadi ke)
- Paneuleung: mengubah ‘a’ menjadi eu (ka menjadi keu)
- Panglayar: menambah 'r' di akhir suku kata (ka menjadi kar)
- Panyecek: menambah 'ng' di akhir suku kata (ka menjadi kang)
Baca Juga: Tingkatkan Minat Baca, Ini 7 Rekomendasi Buku untuk Remaja
Rarangken di Bawah Huruf:
Rarangken di bawah huruf adalah vokalisasi yang ditulis di bawah lambang aksara dasar dan hanya berjumlah sebanyak tiga, yaitu:
- Panyuku: mengubah ‘a’ menjadi u (ka menjadi ku)
- Panyakra: menambah 'r' di tengah suku kata (ka menjadi kra)
- Panyiku: menambah 'l' di tengah suku kata (ka menjadi kla)
Rarangken yang Sejajar dengan Huruf
Sedangkan untuk jenis Rarangken yang sejajar dengan huruf ini ditulis sejajar dengan aksara dasar, yaitu:
- Patén atau Pamaéh: memutus huruf 'a' dalam suku kata (ka menjadi k)
- Panéléng: mengubah ‘a’ menjadi é (ka menjadi ké)
- Panolong: mengubah ‘a’ menjadi o (ka menjadi ko)
- Pangwisad: menambah 'h' di akhir suku kata (ka menjadi kah)
- Pamingkal: menambah 'y' di tengah suku kata (ka menjadi kya)
Baca Juga: 30 Huruf Hijaiyah dan Tanda Bacanya di Al-Qur'an, Wajib Tahu
6. Aksara Tanda Baca
Aksara Sunda yang terakhir adalah aksara tanda baca digunakan untuk melengkapi aksara-aksara Sunda yang lainnya.
Aksara tanda baca ini digunakan dalam penulisan suatu kalimat hingga paragraf.
Tanda baca aksara Sunda mirip dengan Bahasa Indonesia, termasuk koma (,), titik (.), titik dua (:), tanda seru (!), tanda tanya (?), dan tanda kutip (").
Untuk tulisannya, aksara tanda baca ini disesuaikan dengan fisik dari aksara Sunda.
Meski demikian, dulunya Aksara Sunda kuno memiliki tanda bacanya sendiri:
- Bindu surya (᳀), yang menggambarkan matahari, digunakan pada (᳆᳀᳆)untuk menandakan bahwa naskah tersebut bernilai religius.
- Bindu panglong (᳁), yang menggambarkan bulan separuh, digunakan pada (᳆᳁) dengan maksud yang sama. Tanda baca lain yang digunakan untuk menandai naskah liturgi adalah (᳇᳇)
- Bindu purnama (᳂), yang menggambarkan bulan purnama, digunakan pada (᳅᳂᳅) untuk menandai naskah sejarah.
- Bindu surya kadang digunakan sebagai pengganti titik; dalam beberapa kasus, bindu purnama digunakan sebagai pengganti koma. Ketika bindu surya tidak digunakan sebagai tanda titik, bindu cakra (᳃), yang menggambarkan roda, digunakan bersamaan dengan bindu purnama sebagai tanda koma.
- Tanda baca lainnya antara lain (᳆), (᳅), dan (᳇), yakni da satanga, ka satanga, dan ba satanga. Selain itu, ada leu satanga (᳄), yang artinya tidak jelas. Ini juga berasal dari suku kata "dihiasi" leu (ᮼ) yang kuno.
Baca Juga: Cara Membuat Surat Keterangan Sehat dan Persyaratannya
Contoh Kalimat Aksara Sunda
Berikut contoh kalimat bahasa Sunda yang menggunakan aksara Sunda. Bisa digunakan sehari-hari atau dibagikan untuk status media sosial, lho!
- Permisi = sampurasun (ᮞᮙ᮪ᮕᮥᮛᮞᮥᮔ᮪)
- Silakan (jawaban untuk sampurasun) = rampés (ᮛᮙ᮪ᮕᮦᮞ᮪)
- Selamat datang = wilujeng sumping (ᮝᮤᮜᮥᮏᮨᮀ ᮞᮥᮙ᮪ᮕᮤᮀ)
- Apa kabar? = kumaha damang? (ᮊᮥᮙᮠ ᮓᮙᮀ?)
- Maaf = hapunten (ᮠᮕᮥᮔ᮪ᮒᮨᮔ᮪)
- Terima kasih = hatur nuhun (ᮠᮒᮥᮁ ᮔᮥᮠᮥᮔ᮪)
- Sama-sama = sami-sami (ᮞᮙᮤ-ᮞᮙᮤ)
- Tidak mau = alim (ᮃᮜᮤᮙ᮪)
- Bukan = sanes (ᮞᮔᮦᮞ᮪)
- Cantik sekali = geulis euy (ᮌᮩᮜᮤᮞ᮪ ᮉᮚ᮪)
Itulah sekilas informasi mengenai aksara Sunda dan contoh kalimatnya yang bisa Moms pelajari.
Setelah membaca penjelasan di atas, apakah Moms sudah mengerti dengan aksara Sunda?
- https://www.wikiwand.com/id/Aksara_Sunda_Baku
- https://www.sebuahutas.com/aksara-sunda/
- https://www.kairaga.com/font-sunda/konversi-otomatis/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Sunda_Baku
- https://merajutindonesia.id/aksara/aksara-sunda
- https://elib.unikom.ac.id/files/disk1/620/jbptunikompp-gdl-irfanmaula-30951-10-babii.pdf
- http://repositori.unsil.ac.id/9985/12/12%20BAB%20II.pdf
- https://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Sunda
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.