Apakah Jika Sudah Membayar Fidyah Tetap Harus Mengganti Puasa?
Apakah jika sudah membayar fidyah tetap harus mengganti puasa?
Fidyah merupakan pilihan bagi mereka yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa, seperti wanita hamil, menyusui, atau dalam kondisi sakit yang mengancam nyawa.
Namun, apakah pembayaran fidyah yang ditujukan untuk membayar hutang puasa tetap harus dibarengi dengan qadha atau mengganti puasa di hari lain?
Mari simak jawaban lengkapnya dalam artikel berikut ini.
Baca Juga: Apakah Suntik Membatalkan Puasa? Cari Tahu Hukumnya di Sini
Apakah Jika Sudah Membayar Fidyah Tetap Harus Mengganti Puasa?
Apakah jika sudah membayar fidyah tetap harus mengganti puasa menjadi pertanyaan yang banyak diajukan.
Terutama bagi golongan yang harus membayar fidyah untuk mengganti hutang puasa.
Melansir laman Dompet Dhuafa, kata "fidyah" berasal dari bahasa Arab, yaitu "fadaa", yang artinya memberikan harta untuk menebus sesuatu.
Salah satu contoh penggunaan kata fidyah tertulis dalam Al-Qur’an, surah As-Saffat ayat 107, di mana Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Ismail.
Secara umum, fidyah berarti memberikan sejumlah uang atau harta untuk menebus sesuatu.
Contohnya dalam konteks puasa Ramadan.
Jika seseorang tidak dapat berpuasa karena ada halangan syar'i yang membuatnya diperbolehkan untuk tidak berpuasa, dia bisa membayar fidyah sebagai gantinya, tanpa harus mengganti atau mengqadha puasanya.
Dalam hal ini, yang termasuk kategori boleh membayar hutang puasa dengan fidyah yakni orang yang tua renta yang memang sudah tidak sanggup lagi berpuasa, orang yang sakit menahun/berterusan, ibu hamil dan menyusui, juga pekerja berat di mana ia tidak bisa meninggalkan kerjaannya karena merupakan sumber utama nafkah keluarga.
Namun melansir laman UMM News, bagi ibu hamil dan menyusui yang khawatir jika berpuasa akan menyebabkan bayi yang dikandung atau disusui tersebut akan terancam keselamatannya, tetap harus mengganti puasanya meski ia sudah membayarkan fidyah.
Selain itu, orang yang belum membayar puasa Ramadan sementara bulan Ramadan berikutnya telah tiba, ia wajib membayar fidyah dan qadha puasa setelah Ramadan selesai.
Pendapat lainnya mengemukakan bahwa ada pula ulama yang berpendapat bahwa jika sudah membayar fidyah, maka tidak perlu lagi ditambah dengan mengganti puasa.
Begitupun sebaliknya, jika masuk kategori mengganti puasa, maka tidak ada keharusan untuk membayar fidyah.
Pendapat ini menekankan pada salah satu bentuk saja, bayar fidyah ataukah mengganti puasa.
Nah, dari kedua pendapat tersebut, tidak ada yang salah. Maka bagi seseorang, dapat memilih salah satu dari dua pendapat tersebut sesuai dengan kepercayaannya.
Baca Juga: Bolehkah Batal Puasa karena Sakit? Cek Hukumnya di Sini!
Ketentuan Membayar Fidyah
Lantas, bagaimana cara membayar fidyah untuk mengganti hutang puasa Ramadan?
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari laman Rumah Zakat, jumlah fidyah yang perlu dibayarkan biasanya minimal sebesar 1 mud, atau sekitar 3/4 liter makanan pokok.
Ada juga ulama yang mengatakan bahwa jumlah fidyah bisa sebanyak 2 mud atau setara dengan 1,5 kilogram makanan pokok.
Beberapa juga menyebutkan jumlah fidyah sebesar 1 sha, yang setara dengan sekitar 2,75 liter makanan pokok.
Namun, lebih baik membayar fidyah dengan memberikan makanan yang cukup untuk satu hari kepada orang miskin, termasuk dengan lauk-pauknya.
Jadi, besaran fidyah akan disesuaikan dengan harga makanan yang standar saat ini.
Misalnya berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp60.000,-/hari/jiwa.
Baca Juga: 15 Contoh Materi Pesantren Kilat SD di Bulan Ramadan
Kategori Orang yang Boleh Bayar Fidyah Saja tanpa Ganti Puasa
Penting bagi umat Islam ketahui bahwa terdapat beberapa golongan yang boleh tidak berpuasa dan membayarnya dengan fidyah.
Ketentuan terkait fidyah ini diatur dalam surat Al-Baqarah ayat 184, yang berbunyi:
أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Ayyāmam ma'dụdāt, fa mang kāna mingkum marīḍan au 'alā safarin fa 'iddatum min ayyāmin ukhar, wa 'alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa'āmu miskīn, fa man taṭawwa'a khairan fa huwa khairul lah, wa an taṣụmụ khairul lakum ing kuntum ta'lamụn
Artinya:
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.
Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.
Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya.
Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Lebih lanjut, berikut ini golongan yang diperbolehkan untuk membayar fidyah.
1. Orang Tua Renta
Orang yang usianya sudah sangat tua atau renta dan tubuhnya tidak lagi kuat untuk menahan lapar dan haus sepanjang hari, termasuk dalam salah satu golongan yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Sebagai gantinya, orang tua renta yang memiliki hutang puasa dapat membayarkan fidyah sebanyak hari puasa yang ditinggalkan.
2. Wanita Hamil dan Menyusui
Golongan selanjutnya yang boleh meninggalkan puasa dan mengganti hutang puasanya dengan fidyah yakni wanita hamil dan menyusui.
Melansir NU Online, mengenai kewajiban fidyah diperinci sebagai berikut:
- Jika ia khawatir keselamatan dirinya atau dirinya beserta anak/janinnya, maka tidak ada kewajiban fidyah.
- Jika hanya khawatir keselamatan anak/janinnya, maka wajib membayar fidyah.
3. Orang Sakit yang Tidak Ada Harapan Sembuh
Jika seseorang sakit parah dan tidak ada harapan untuk sembuh sehingga tidak sanggup untuk berpuasa, ia tidak diwajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadan.
Sebagai gantinya, ia harus membayar fidyah.
Layaknya orang tua yang sudah renta, orang yang sakit parah juga dianggap tidak mampu untuk berpuasa jika merasakan kesulitan jika berpuasa.
Hal ini sesuai dengan standar kesulitan (masyaqqah) yang diterapkan dalam bab tayamum.
Orang dalam kategori ini hanya perlu membayar fidyah, tanpa ada kewajiban untuk berpuasa, baik pada bulan Ramadan (ada') maupun di luar Ramadan (qadha').
Lain halnya dengan orang yang sakit namun masih ada harapan untuk sembuh, ia tidak harus membayar fidyah.
Ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika merasakan kesulitan jika berpuasa, tetapi harus mengganti puasanya di waktu yang akan datang.
Baca Juga: Apakah Marah Membatalkan Puasa? Cari Tahu Jawabannya Yuk!
4. Orang Meninggal
Keluarga dari seseorang yang meninggal dan masih memiliki utang puasa Ramadan dapat membayar fidyah atas nama orang yang telah meninggal tersebut.
Dalam hukum Islam, orang yang meninggal dunia dan masih memiliki utang puasa dapat dibagi menjadi dua:
- Orang yang Tidak Wajib Difidyahi
Ini adalah orang yang meninggalkan puasa karena uzur (halangan yang sah) dan tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha puasanya.
Misalnya karena sakit yang berlanjut hingga meninggal.
Bagi ahli warisnya, tidak ada kewajiban apa pun terkait puasa yang ditinggalkan oleh mayit, baik itu membayar fidyah maupun mengqadha puasa.
- Orang yang Wajib Difidyahi
Ini adalah orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur atau memiliki uzur namun masih menemukan kesempatan untuk mengqadha puasa.
Menurut pendapat baru dalam Mazhab Syafi'i, ahli waris wajib membayar fidyah sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan oleh mayit.
Biaya fidyah ini diambilkan dari harta peninggalan mayit.
Namun, menurut pendapat lama dalam Mazhab Syafi'i, ahli waris bisa memilih antara membayar fidyah atau mengqadha puasa untuk mayit.
Pendapat yang lebih banyak dipegang oleh ulama adalah pendapat lama, karena didukung oleh banyak ulama dan ahli fatwa.
Namun, jika harta peninggalan mayit tidak mencukupi untuk membayar fidyah puasa, atau mayit tidak meninggalkan harta sama sekali, maka tidak ada kewajiban bagi ahli waris untuk berpuasa atau membayar fidyah atas nama mayit, meskipun sunah untuk melakukannya.
5. Orang yang Menunda Membayar Hutang Puasa
Jika seseorang menunda-nunda untuk mengqadha puasa Ramadan, padahal ia memiliki kesempatan untuk melakukannya, hingga tiba bulan Ramadan berikutnya, maka perbuatan tersebut dianggap dosa.
Dia diwajibkan membayar fidyah sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Fidyah ini menjadi ganjaran atas keterlambatan dalam mengqadha puasa Ramadan.
Namun, berbeda halnya dengan orang yang tidak dapat mengqadha puasa, misalnya karena uzur sakit atau karena perjalanan (safar) yang berlanjut hingga memasuki bulan Ramadan berikutnya.
Bagi orang dalam kondisi ini, tidak ada kewajiban membayar fidyah atas keterlambatan mengqadha puasa.
Mereka hanya diwajibkan untuk mengqadha puasa tersebut.
Baca Juga: Hukum Keramas saat Puasa, Bolehkah pada Siang Hari?
Demikian jawaban lengkap atas pertanyaan apakah jika sudah membayar fidyah tetap harus mengganti puasa. Semoga informasinya bermanfaat, ya.
- https://tafsirweb.com/689-surat-al-baqarah-ayat-184.html
- https://www.rumahzakat.org/id/syarat-ketentuannya-dan-cara-membayar-fidyah
- https://baznas.go.id/fidyah
- https://lampung.nu.or.id/syiar/batal-puasa-ramadhan-harus-qadha-atau-bayar-fidyah-tdzWA
- https://www.dompetdhuafa.org/golongan-orang-yang-boleh-bayar-fidyah/
- https://www.umm.ac.id/en/arsip-koran/msn/ibu-hamil-dan-busui-tak-berpuasa-cukup-bayar-fidyah-atau-juga-ganti.html
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.