01 Juni 2024

Hukum Nasab dalam Islam, Sistem Perwalian, dan Hak Waris

Hak nasab suami istri adalah anak yakni garis keturunannya!

Nasab, atau garis keturunan, merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan banyak masyarakat di seluruh dunia.

Dalam Islam, nasab tidak hanya mencakup silsilah keluarga tetapi juga menjadi fondasi bagi identitas, kehormatan, dan hak-hak seseorang.

Menjaga kejelasan nasab adalah hal yang sangat dianjurkan karena memiliki implikasi yang luas dalam aspek sosial, hukum, dan agama.

Yuk, mengenal lebih jauh apa itu nasab dan hak-haknya!

Baca Juga: 15+ Tips Membangun Keluarga Harmonis menurut Islam

Apa Itu Nasab?

Apa Itu Nasab?
Foto: Apa Itu Nasab? (Victorynews.id)

Seperti yang sudah disebutkan, nasab adalah kata yang digunakan untuk menggantikan kata keturunan.

Kata tersebut berasal dari kata dalam bahasa Arab yakni "an nasab". Kata itu memiliki arti keturunan atau kerabat.

Kata nasab sendiri sudah diserap dalam bahasa Indonesia. Jadi, nasab merupakan kata yang sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Dalam KBBI nasab memiliki arti keturunan terutama keturunan dari pihak bapak.

Ketika kita membicarakan soal nasab, maka hal ini akan diartikan sebagai suatu tali yang menghubungkan hubungan darah.

Namun, bukan hanya keturunan, ternyata nasab juga bisa digunakan untuk hubungan darah horizontal seperti paman, bibi, saudara sekandung, dan lain sebagainya.

Baca Juga: 5 Peran Ayah dalam Keluarga Menurut Islam, Tak Tergantikan!

Sistem Penentuan Nasab

Sistem Penentuan Nasab
Foto: Sistem Penentuan Nasab (Freepik.com/jcomp)

Ada beberapa cara dalam menentukan nasab. Dikutip dari Dalam Islam, ini dia sistem penentuan nasab:

1. Sistem Bilateral atau Parental

Sistem yang pertama adalah sistem bilateral atau parental.

Maksudnya adalah keturunan yang menganggap keturunan berasal dari hubungan kekerabatan kedua pihak orang tua baik ayah maupun ibu.

2. Sistem Patrilineal

Sistem patrilineal adalah sistem yang menyebutkan bahwa keturunan didapat dari hubungan kekeluargaan melalui pihak ayah atau laki-laki saja.

Dalam sistem ini keturunan hanya dianggap atau dilihat dari kerabat atau keluarga ayahnya saja.

3. Sistem Matrilineal

Sistem matrilineal yaitu sistem keturunan yang memperhitungkan hubungan kekeluargaan melalui pihak ibu atau perempuan saja.

4. Sistem Bilineal

Sistem bilineal, atau dubbel-unilateral, adalah sistem kekerabatan yang memperhatikan hubungan melalui pihak ayah untuk beberapa hal dan pihak ibu untuk hal-hal tertentu.

Berdasarkan sistem tersebut, menurut pendapat ulama, agama Islam yang mengacu pada Al-Qur'an dan sunah menganut sistem bilateral/parental.

Namun, ulama fiqih berpendapat bahwa nasab dalam agama Islam cenderung menganut sistem patrilineal.

Sistem ini lebih menekankan garis keturunan melalui pihak ayah.

Hal ini menunjukkan adanya variasi pandangan dalam memahami sistem nasab dalam Islam.

Bagaimana Nasab Anak di Luar Nikah?

Nasab Anak di Luar Nikah
Foto: Nasab Anak di Luar Nikah (Freepik.com/senivpetro)

Para ulama fikih berbeda pendapat mengenai status nasab anak di luar nikah. Secara umum, ada tiga pendapat utama, dikutip dari website Universitas Islam An Nur Lampung:

  • Pendapat Pertama

Anak di luar nikah tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya, meskipun ayah tersebut mengakuinya.

Anak tersebut hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali.

Dasar pendapat ini adalah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Hakim:

لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تُهْدِيَ مِنْ وَلَدِهَا إِلَّا مَنْ زَنَى بِهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ

Artinya: "Tiada halal bagi seorang wanita untuk memberikan (nasab) dari anaknya kecuali kepada orang yang berzina dengannya, karena sesungguhnya dia tidak memiliki anak."

  • Pendapat kedua

Anak di luar nikah memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya jika ayah tersebut mengakuinya dengan bukti-bukti yang kuat.

Anak tersebut juga memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama dari mazhab Hanafi dan sebagian ulama salaf seperti Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, dan Ibnu Rahawaih. Dasar pendapat ini adalah hadis Nabi SAW:

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

Artinya: "Anak itu milik tempat tidur (suami sah) dan bagi pezina adalah batu (penolakan)." (HR. Bukhari dan Muslim).

  • Pendapat Ketiga

Anak di luar nikah memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya jika menikahi ibunya sebelum atau sesudah melahirkan anak tersebut, meskipun tanpa bukti-bukti yang kuat.

Anak tersebut juga memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama dari mazhab Hanafi seperti Abu Hanifah dan sebagian ulama salaf seperti Ibrahim An-Nakha’i.

Dasar pendapat ini adalah kaidah fikih: “Pernikahan menetapkan nasab.”

Baca Juga: Apa Hukum Istri Meninggalkan Suami dalam Islam? Cari Tahu!

Wali Nasab

Wali Nasab (Orami Photo Stock)
Foto: Wali Nasab (Orami Photo Stock)

Mengutip PPID Provinsi Lampung, wali nasab adalah wali yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan wanita yang akan menikah.

Apa bedanya dengan wali hakim? Wali hakim adalah orang yang menjadi wali karena posisinya sebagai pejabat hukum (hakim) atau penguasa.

Dirangkum dari Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, syarat wali nikah secara nasab adalah laki-laki, beragama Islam, baligh, berakal, dan adil.

Lantas, seperti apa urutan wali nikah secara nasab? Berikut urutannya:

  1. Bapak kandung
  2. Kakek (bapak dari bapak)
  3. Bapak dari kakek (buyut)
  4. Saudara laki-laki seibu sebapak
  5. Saudara laki-laki sebapak
  6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak
  7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
  8. Paman (saudara laki-laki bapak sebapak seibu)
  9. Paman sebapak (saudara laki-laki bapak sebapak)
  10. Anak paman sebapak seibu
  11. Anak paman sebapak
  12. Cucu paman sebapak seibu
  13. Cucu paman sebapak
  14. Paman bapak sebapak seibu
  15. Paman bapak sebapak
  16. Anak paman bapak sebapak seibu
  17. Anak paman bapak sebapak

Saat akad nikah, wali nasab dapat mewakilkan kepada Penghulu/PPNLN/PPPN, atau orang lain yang memenuhi syarat.

Baca Juga: 5+ Doa Setelah Akad Nikah, Memohon Keberkahan Rumah Tangga!


Hak Nasab

Hak Nasab
Foto: Hak Nasab (Freepik.com/senivpetro)

Setelah kita membicarakan mengenai sistem penentuan nasab, Moms juga perlu mengetahui hak nasab.

Dikutip dari Islam NU, hak nasab suami istri adalah anak yakni garis keturunannya.

Jadi, siapapun yang memiliki anak dari hasil pernikahan baik suami maupun istri berhak atas nasab anak itu.

Bahkan, di samping menetapkan, syariat juga mengatur hak ini dengan ketat sehingga siapa pun tidak boleh menasabkan seorang anak kepada yang bukan haknya.

Demikian halnya seorang laki-laki tidak boleh mengingkari anak yang lahir dari darah dagingnya. Hal ini berdasarkan hadis:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَدْخَلَتْ عَلَى قَوْمٍ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ فَلَيْسَتْ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ، وَلَمْ يُدْخِلْهَا اللَّهُ جَنَّتَهُ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ جَحَدَ وَلَدَهُ وَهُوَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ احْتَجَبَ اللَّهُ مِنْهُ وَفَضَحَهُ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ فِي الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ

Artinya: “Perempuan mana pun yang menasabkan seorang anak kepada kaum yang bukan dari kaum tersebut;

maka ia tidak mendapat apa-apa (rahmat) dari sisi Allah. Dan Dia tidak akan memasukkan perempuan itu ke dalam surga-Nya.

Begitu pula laki-laki mana pun yang mengingkari anaknya, sedangkan dia melihat kepadanya;

maka Allah akan menghalangi diri darinya dan Dia justru akan membuka aibnya di hadapan seluruh makhluk, baik generasi awal maupun generasi akhir.” (HR Abu Dawud).

Baca Juga: Cerai saat Hamil, Bagaimana Hukumnya dalam Islam dan Negara?

Hak Waris

Hak Waris bagi Nasab
Foto: Hak Waris bagi Nasab (Freepik.com/wirojsidhisoradej)

Seperti yang sudah disebutkan di atas, ketika membicarakan nasab, maka biasanya juga akan membahas mengenai hak waris dan juga perwalian.

Syariat mengatur, jika pihak istri meninggal dan tidak memiliki anak dalam pernikahan, maka suami mendapat bagian setengah dari harta warisnya.

Sementara itu, jika sang istri yang meninggal memiliki anak, maka suami juga mendapat seperempat dari harta warisnya.

Lalu, bagaimana jika pihak suami yang meninggal? Bila suami meninggal dan tidak memiliki anak, maka istri mendapat bagian seperempat dari harta waris.

Sementara itu, bila suami yang meninggal memiliki anak, maka si istri mendapat seperdelapan dari harta waris

Pembagian hak waris ini diketahui berdasarkan surat An Nisa ayat 12:

وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌ

Artinya: "Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.

Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya.

Bagi mereka (para istri) seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.

Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu.

Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu);

bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.

Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu) lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu;

setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris).

Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun."

Baca Juga: Cara Islam Mengatur Hukum Orang Tua Menyakiti Hati Anak

Nah, itu dia Moms pengertian nasab, cara menentukan, dan juga hak-haknya.

  • https://kbbi.web.id/nasab
  • https://dalamislam.com/dasar-islam/arti-nasab
  • https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/hak-nasab-anak-dan-waris-pada-suami-istri-yGd6e
  • https://ppid.lampungprov.go.id/detail-post/Bersiap-Menikah-Siapa-Saja-Urutan-wali-Nasab
  • https://an-nur.ac.id/nasab-anak-di-luar-nikah-dalam-islam/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.