14 Jenis Pengawet Makanan yang Aman dan Berbahaya, Wajib Tahu!
Kalau berbicara seputar pengawet makanan, jangan sampai Moms hanya memikirkan mengenai zat-zat berbahaya yang tidak baik untuk kesehatan.
Sebab, sebenarnya pengawet makanan itu diperlukan, dalam batasan yang aman dan bahan yang tepat serta alami.
Dilansir dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, pengawet (preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Jadi, sebenarnya pengawet makanan itu dibutuhkan dalam beberapa kondisi. Perlu dipahami, produk makanan dapat terkontaminasi dengan berbagai mikrobiota patogen yang dapat mencemari makanan.
Pada gilirannya, hal ini bisa berpengaruh pada kesehatan. Untuk itu, diperlukan pengawet makanan. Ada yang disebut pengawet makanan alami, ada juga yang disebut pengawet makanan buatan.
Nah, lebih lengkapnya, simak ulasan berikut ini, ya!
Baca Juga: 6 Manfaat Bawang Putih untuk Kolesterol
Mengenal Pengawet Makanan
Banyak pengawet bertindak sebagai antimikroba, karena mencegah makanan dari pembusukan mikroba, menurut Food and Drug Administration (FDA).
Mikroba ini termasuk bakteri, ragi dan jamur dan dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan yang serius, bahkan mengancam jiwa.
Dan bukan hanya sebagai antimikroba, pengawet juga membantu buah, sayuran, dan daging tetap berwarna dan menggugah selera, serta meningkatkan dan mempertahankan rasa.
Misalnya, antioksidan tertentu seperti vitamin E bertindak sebagai pengawet dan membantu makanan dengan lemak atau minyak mempertahankan rasanya dan mencegahnya menjadi tengik.
Pengawet juga memastikan konsistensi. Dengan begitu, Moms dapat melihat dan merasakan sebotol saus tomat atau kaleng sup favorit selalu terlihat dan terasa dengan cara yang sama.
Beberapa pengawet makanan masih diperbolehkan, tetapi hanya pada tingkat 1/100 dari jumlah yang dianggap berbahaya. Meski begitu, ada alasan untuk merasa berhati-hati tentang pengawet makanan.
“Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengawet tertentu dapat bersifat karsinogenik pada tingkat tinggi dan yang lain dapat mengganggu kesehatan dan penyerapan usus," kata Amy Shapiro, RD, CDN dan pendiri Real Nutrition.
Nitrit, pengawet yang digunakan dalam daging olahan, mungkin bersifat karsinogenik, catat American Cancer Society.
Dan sulfit, pengawet yang biasa digunakan dalam anggur dan bir, dapat berdampak negatif pada bakteri baik yang ditemukan di mikrobioma usus dan mulut, menurut studi laboratorium yang diterbitkan di Journal Plos One.
Terlepas dari catatan peringatan ini, pengawet ini kemungkinan besar boleh dikonsumsi karena digunakan dalam jumlah yang sangat kecil.
Baca Juga: 11 Pengharum Kulkas dari Bahan Alami, Bye Bau Tak Sedap!
Jenis Pengawet Makanan Alami
Pengawet makanan alami biasanya dapat Moms temukan di dapur. Pengawet makanan alami ini bekerja dengan baik dibandingkan dengan pengawet buatan.
Selain itu, tentunya akan jauh lebih sehat. Berikut ini beberapa jenis pengawet makanan alami yang dapat Moms pilih, yaitu:
1. Bawang Putih
Bawang putih menjadi bahan pengawet makanan alami yang bisa ditemukan di mana saja.
Bawang putih memiliki sifat antivirus yang membantu dalam memerangi bakteri, baik dalam tubuh maupun makanan yang Moms konsumsi.
Memasukkan satu siung bawang putih atau bawang putih cincang ke dalam sup, saus, atau hidangan lainnya membantu mencegah bakteri berbahaya dan membuat makanan tetap segar lebih lama.
Manfaat bawang putih untuk kesehatan yang sudah ditemukan sejak dahulu karena khasiatnya untuk mengobati infeksi bakteri, jamur, dan parasit.
Diungkapkan juga dalam Journal of Nutrition bahwa bawang putih mengandung antioksidan yang bisa melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif.
Selain mudah untuk didapatkan, bawang putih juga memiliki kandungan yang baik untuk kesehatan sebagai bahan pengawet makanan alami.
2. Garam
Jika membahas seputar pengawet makanan alami, rasanya tidak lepas dari yang namanya garam (natrium klorida).
Garam efektif sebagai pengawet makanan alami karena mengurangi aktivitas air dari makanan.
Dilansir dari ACS Distance Education, garam telah digunakan sebagai pengawet makanan selama berabad-abad.
Pengawet makanan alami ini sudah sering ditambahkan ke makanan dan digunakan secara luas dalam pengawetan ikan, daging, dan sayuran.
Sayuran umumnya diawetkan dengan cara diasinkan dalam larutan garam dan air.
Sementara itu, daging dapat digosok dengan garam dan dikeringkan dengan larutan garam.
Mengawetkan dengan garam menjadi salah satu metode terbaik untuk menghambat pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Melihat manfaat garam, sebenarnya perlu juga mempertimbangkan konsentrasi garam yang tinggi ternyata berpengaruh pada nilai gizi pada makanan.
Dilansir dari International Journal of Food Science and Technology, konsentrasi garam yang tinggi menghasilkan perubahan metabolisme sel.
Namun, dapat mengurangi nilai gizi makanan yang diawetkan karena komponen yang larut dalam air seperti vitamin dan mineral dapat dihilangkan.
Artinya, penting untuk memerhatikan kadar garam yang digunakan dalam mengawetkan makanan, ya, Moms.
3. Garam Himalaya
Garam himalaya juga sering disebut sebagai bahan pengawet makanan alami.
Menggunakan sedikit garam himalaya yang belum diproses dapat membantu mengawetkan makanan dengan cara yang lebih sehat.
Bedanya dengan garam, diulas dalam Medical News Today, garam himalaya secara kimiawi mirip dengan garam meja.
Kandungannya sekitar 98 persen natrium klorida, dan sisanya terdiri dari mineral seperti kalium, magnesium, dan kalsium.
Selain itu, garam himalaya juga memiliki banyak manfaat untuk kesehatan.
Proses pencernaan dimulai di mulut dan garam himalaya dapat membantu mengaktifkan kelenjar ludah kita yang melepaskan amilase (enzim yang membantu mencerna karbohidrat).
4. Makanan Pedas
Makanan atau bumbu pedas dapat menjadi bahan pengawet makanan.
Moms dapat mencoba saus pedas dan mustard yang di dalamnya terdapat beberapa persentase cuka untuk membantu mengawetkan makanan.
Selain itu, Moms juga dapat mencoba makanan pedas sebagai bahan pengawet makanan alami.
Makanan pedas diketahui dapat melawan bakteri yang menyegarkan makanan agar lebih tahan lama.
Moms juga dapat mencoba cabai rawit sebagai bahan pengawet makanan alami berikutnya.
Baca Juga: Suka Makan Cabai Bikin Usus Buntu? Mitos atau Fakta?
5. Cuka
Dilansir dari Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition, cuka sudah sejak lama digunakan sebagai pengawet untuk keperluan rumah tangga dan industri makanan.
Cuka dapat bermanfaat dalam mengawetkan makanan, seperti sayuran, daging, ikan, dan buah-buahan yang dibumbui.
Cuka dibuat dari fermentasi larutan gula dan air dan bertindak sebagai pengawet alami yang efektif.
Asam asetat yang ada dalam cuka mampu membunuh mikroba dan menghambat pembusukan makanan.
Menambahkan cuka biasa ke dalam makanan tidak hanya dapat mengawetkan makanan, namun juga membantu meningkatkan rasanya.
Itulah beberapa pengawet makanan alami yang cukup populer.
Selanjutnya, apa saja yang dimaksud dengan bahan pengawet makanan buatan? Simak ulasan berikutnya, ya.
Baca Juga: 6 Manfaat Cuka untuk Membersihkan Peralatan Rumah Tangga
Jenis Pengawet Makanan Buatan
Selain pengawet makanan alami, ada juga yang disebut jenis pengawet makanan buatan yang lebih pekat dan penggunaannya lebih sedikit.
Perlu dipahami, tidak semua pengawet makanan buatan berbahaya untuk kesehatan.
Namun, tetap ada dampak buruk yang mungkin ditimbulkan. Untuk itu, perhatikan takaran penggunaannya.
Bahan pengawet makanan buatan ini disebut juga Bahan Tambahan Pangan (BTP) oleh BPOM Indonesia.
BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung atau tidak dapat dijadikan sebagai bahan baku pangan.
Sebab, pengawet makanan buatan tidak mempunyai nilai gizi.
Bahan ini hanya ditambahkan ke dalam makanan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, dan pengemasan makanan.
Dilansir dari BPOM Indonesia, beberapa jenis bahan pengawet makanan buatan yang diperbolehkan untuk digunakan yaitu:
- Asam sorbat dan garamnya
- Asam benzoat dan garamnya
- Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para-hydroxybenzoate)
- Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoate)
- Sulfit (Sulphites)
- Niasin
- Nitrit
- Nitrat
- Asam propionat dan garamnya
- Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride)
Penggunaan jenis pengawet makanan buatan tersebut harus memenuhi batasan yang sewajarnya dan tidak boleh berlebihan.
Baca Juga: Mengenal Garam Epsom atau Garam Inggris Beserta Manfaatnya
Dilansir Live Strong, terdapat penjelasan mengenai beberapa jenis pengawet makanan sintesis, seperti:
6. Kalsium Fosfat
Pengawet ini digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan makanan. Ini membantu mencegah pembentukan gumpalan.
Ini biasa ditemukan pada makanan yang dipanggang, seperti campuran kue dan tepung. Ini juga ditemukan dalam makanan kaleng, roti dan jeli.
Bentuk lain dari fosfor juga digunakan sebagai aditif makanan, menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease (NIDDK).
Moms akan menemukannya dalam makanan seperti keju, susu dan kacang kering.
Orang yang memiliki penyakit ginjal kronis harus membatasi asupan kalsium fosfat, karena ginjalnya mungkin tidak membuang fosfor dengan benar.
Orang dengan penyakit ginjal kronis juga harus menghindari makanan dengan bahan yang mengandung ‘phos’ dalam namanya, menurut NIDDK.
7. Asam Sorbat
Ketika digunakan sebagai pengawet, asam sorbat dibuat secara sintetis dan dianggap boleh dikonsumsi. Ini juga terjadi secara alami pada buah-buahan, terutama buah beri.
Ini digunakan dalam anggur dan keju, serta untuk mengawetkan daging, kata Shapiro. Seperti banyak pengawet makanan lainnya, asam sorbat memiliki sifat mikroba.
Ini membantu mencegah jamur dan ragi berkembang, menurut Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO).
Moms tidak akan merasakan atau mencium zat aditif ini saat digunakan dalam kadar rendah.
8. Nitrat dan Nitrit
Kedua bahan pengawet ini biasa ditambahkan pada daging olahan.
Banyak buah dan sayuran secara alami memiliki nitrat dan nitrit, yang aman jika terjadi secara alami, menurut Michigan State University Center for Research on Ingredient Safety.
Kemungkinan besar, Moms juga pernah melihat daging yang diiklankan sebagai ‘bebas nitrit atau nitrat’.
Itu karena ada risiko kesehatan untuk menambahkan keduanya, seperti dapat menyebabkan pembentukan bahan kimia karsinogenik.
Metode memasak makanan dengan pengawet makanan ini juga perlu diperhatikan. Sebab, memasak makanan dengan bahan pengawet ini pada suhu tinggi menciptakan nitrosamin, karsinogen.
Baca Juga: 5 Ide Makanan Bebas Gula
9. Asam Benzoat dan Natrium Benzoat
Asam benzoat dan natrium benzoat dikelompokkan bersama karena dapat ditukar dalam beberapa kasus.
Moms akan menemukannya secara alami di beberapa buah dan rempah-rempah.
Moms akan paling sering menemukan asam benzoat dan natrium benzoat yang digunakan untuk mengawetkan makanan asam, seperti jus buah dan acar.
Ini akan membantu membatasi pertumbuhan mikroba dan meningkatkan rasa.
Karena asam benzoat tidak terlalu larut dalam air, natrium benzoat, yang dibuat oleh manusia, sering digunakan sebagai gantinya.
Survei terhadap hampir 500 mahasiswa menemukan bahwa orang yang minum minuman dengan natrium benzoat menunjukkan lebih banyak gejala ADHD, catat studi Journal of Attention Disorders.
10. Sulfit
Sulfit adalah pengawet makanan yang biasa digunakan yang membantu mencegah pencoklatan.
Moms akan melihatnya di daftar bahan sebagai belerang dioksida, natrium sulfit, natrium bisulfit, kalium bisulfit, natrium metabisulfit dan kalium metabisulfit.
Berkat sifat antimikrobanya, sulfur dioksida membantu mencegah buah kering membusuk.
Selain buah-buahan kering, itu juga digunakan sebagai pengawet dalam jus buah dan anggur.
Sementara sulfur dioksida umumnya dianggap aman, namun bisa berbahaya bagi orang yang menderita asma.
11. EDTA
Pengawet makanan ini sering ditemukan dalam makanan kaleng, saus, soda, dan makanan lainnya, disetujui untuk dikonsumsi oleh FDA.
EDTA adalah singkatan dari ethylenediaminetetraacetic acid, salah satu dari banyak aditif yang terdengar menakutkan namun dianggap aman.
Ini dikenal dapat membantu mencegah oksidasi. Ketika makanan teroksidasi, itu dapat menyebabkan perubahan warna dan rasanya, serta menyebabkan makanan menjadi tengik.
Bahkan ketika EDTA ada dalam makanan, tubuh tidak menyerapnya terlalu banyak selama Moms tidak memiliki kekurangan mineral.
12. BHT dan BHA
Baik BHT (Butylated Hydroxytoluene) dan BHA (Butylated Hydroxyanisole) adalah antioksidan yang menghentikan oksidasi. BHA adalah zat lilin dan BHT adalah bubuk.
Keduanya disetujui untuk dikonsumsi dengan batasan berapa banyak yang dapat ditambahkan ke makanan oleh FDA.
Moms akan menemukannya dalam potongan kentang kering, sereal, minuman yang dibuat dari bubuk kering dan ragi kering aktif.
Meski FDA menganggap makanan ini aman untuk dikonsumsi, lembaga lain berbeda.
BHA cukup diantisipasi untuk menjadi karsinogen manusia, menurut National Toxicology Program's Report on Carcinogens.
Baca Juga: Kenali Pengawet Natrium Benzoat yang Memiliki Manfaat Bagi Tubuh
Jenis Pengawet Makanan yang Berbahaya
Perlu diwaspadai, ada jenis pengawet makanan yang berbahaya dan sebenarnya dilarang penggunaannya oleh BPOM.
Namun, tetap saja ada oknum-oknum yang menggunakannya dan hal ini bisa berpengaruh pada kesehatan seseorang terutama dalam jangka panjang.
13. Formalin
Sempat ramai seputar tahu yang diawetkan dengan formalin agar tetap kenyal, ternyata ini adalah jenis pengawet makanan yang berbahaya.
Sebenarnya, formalin bermanfaat untuk bahan pembersih lantai, pembasmi serangga, pengawet produk kosmetik hingga mayat.
Formalin berbau tajam dan tidak berwarna. Senyawa ini dapat mengakibatkan efek seperti reaksi alergi dan iritasi, kemerahan, sakit perut, pusing, mata berair, dan mual muntah.
Jika dikonsumsi berkepanjangan, kemungkinan dapat sebabkan penyakit kanker.
14. Boraks
Moms pasti masih ingat tentang bakso boraks yang ramai diperbincangkan, di mana bakso ini diawetkan dengan menggunakan boraks. Tentunya ini berbahaya, ya, Moms.
Boraks atau asam borat biasa digunakan sebagai antijamur kayu, pembasmi kecoa, antiseptik, pestisida, pembuatan cat atau keramik, serta desinfektan.
Jika ditambahkan ke dalam makanan, tentunya hal ini akan membahayakan fungsi organ tubuh.
Itulah penjelasan tentang pengawet makanan yang perlu dipahami. Tetap berhati-hati dalam membeli bahan makanan di luar, ya, Moms!
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11238796/
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK50952/
- https://www.hindawi.com/journals/jfq/2017/1090932/
- https://www.sciencedirect.com/topics/food-science/vinegar
- https://www.medicalnewstoday.com/articles/315081#what-is-pink-himalayan-salt
- https://www.acsedu.co.uk/Info/Alternative-Living/Self-Sufficiency/Salting-Food.aspx
- https://food.ndtv.com/food-drinks/6-natural-kitchen-ingredients-to-preserve-food-without-using-food-additives-1741112
- http://ssu.ac.ir/cms/fileadmin/user_upload/Mtahghighat/tfood/ARTICLES/koliat/Salt_in_food_processing__usage_and_reduction_a_review.pdf
- https://asrot.pom.go.id/img/Peraturan/PerKa%20BPOM%20No.%2036%20Tahun%202013%20tentang%20Batas%20Maksimum%20Pengawet.pdf
- https://www.livestrong.com/article/288335-the-most-common-food-preservatives/
- https://www.fda.gov/food/food-ingredients-packaging/overview-food-ingredients-additives-colors
- https://www.cancer.org/healthy/eat-healthy-get-active/acs-guidelines-nutrition-physical-activity-cancer-prevention/guidelines.html
- https://medlineplus.gov/ency/article/002435.htmhttps://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/mineral-bone-disorder
- https://www.fao.org/3/au117e/au117e.pdf
- https://www.canr.msu.edu/news/preservatives-exploring-nitrate-nitrite-safety
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22538314#
- https://ntp.niehs.nih.gov/ntp/roc/content/profiles/butylatedhydroxyanisole.pdf
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.