14 Prosesi Pernikahan Adat Batak Toba, Mulai dari Persiapan!
Sudah tahu tentang pernikahan adat Batak Toba, Moms?
Pernikahan merupakan proses sakral antara wanita dan pria dengan cara mengikat janji suci untuk sehidup semati di hadapan Tuhan.
Di Indonesia yang kaya akan budaya, ada banyak tradisi pernikahan berdasarkan adat istiadat setempat. Salah satunya pernikahan adat Batak Toba.
Prosesi pernikahan yang digelar menurut adat suatu daerah selalu dapat menarik perhatian.
Tak terkecuali pada pernikahan adat Batak Toba yang terdiri dari banyak prosesi dan mengeluarkan banyak biaya sehingga dikenal sebagai pernikahan mahal.
Lalu, bagaimana kah proses pernikahan adat Batak Toba yang mayoritas penduduknya mendiami wilayah sekitar Danau Toba di Tapanuli Utara? Simak selengkapnya!
Baca Juga: 10 Contoh Undangan Pernikahan Digital, Estetik dan Cantik!
Pernikahan Adat Batak Toba
Menurut jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Padjajaran, pernikahan adat Batak Toba adalah perkawinan eksogami marga karena perkawinan semarga dilarang keras.
Awalnya, pernikahan adat Batak Toba diartikan sebagai pembelian seorang perempuan, di mana perempuan dilepas dari kelompoknya setelah dilakukan transaksi pembayaran yang telah disetujui bersama sebelumnya.
Transaksi tersebut berupa pembayaran sejumlah barang berharga atau uang kepada pihak perempuan yang dalam bahasa Batak Toba disebut sebagai sinamot.
Adapun tata cara pernikahan adat Batak yang disebut dengan Na Gok, mengikuti ketentuan adat terdahulu yang melibatkan unsur Dalihan Na Tolu.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Mangaririt
Mangaririt merupakan tahap persiapan pernikahan yang meliputi memilih gadis yang akan dijadikan istri berdasarkan kriteria pria atau keluarganya.
Tahap ini biasanya dilakukan jika calon pengantin prianya tak dapat mencari pasangannya sendiri karena sedang berada di perantauan.
Baca Juga: Rincian Budget Nikah Sederhana di Bawah Rp20 Juta
2. Mangalehon Tanda
Mangalehon tanda memiliki makna pemberian tanda apabila seorang pria telah menemukan wanita sebagai calon istrinya. Kemudian, keduanya saling memberi tanda.
Sang pria biasanya akan memberikan sejumlah uang kepada wanita, sedangkan pihak wanita akan menyerahkan kain sarung kepada laki-laki.
Dengan ini, mereka telah terikat satu sama lain.
3. Marhusip
Marhusip atau melamar, mempunyai makna di mana pihak laki-laki melamar perempuan yang akan menjadi bagian keluarga mereka.
Marhusip ini hanya dihadiri oleh keluraga dekat saja dan utusan dari dongan tubu, boru, dongan sahuta.
Pihak laki-laki akan ke rumah pihak perempuan dengan membawa makanan, berupa kue dan buah saja.
Pada marhusip, akan dibicarakan segala sesuatu menyangkut rencana perkawinan terutama mengenai sinamot, 42 pihak yang menyelenggarakan (suhut bolahan amak), tanggal pamasu-masuon, dan tempat.
Pembicaraan atau perundingan antara utusan keluarga calon pengantin pria dan wanita ini bersifat tertutup.
Baca Juga: Pernikahan Adat Sunda, dari Prosesi Hingga Baju Pengantin
4. Marhata Sinamot
Marhata sinamot merupakan kegiatan yang membicarakan berapa jumlah sinamot dari pihak pria, hewan apa yang akan disembelih, berapa banyak ulos, undangan yang akan disebarkan, dan di mana dilaksanakannya upacara pernikahan tersebut.
Adat marhata sinamot bisa juga dianggap sebagai perkenalan resmi antara orang tua pria dan orang tua wanita.
Mas kawin yang diserahkan pihak pria biasanya berupa uang sesuai jumlah mas kawin tersebut yang telah ditentukan melalui tawar-menawar.
5. Pundun Saut
Dalam prosesi ini, pihak kerabat pria akan mengantarkan ternak yang sudah disembelih untuk diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat.
Di akhir kegiatan Pundun Saut, pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu martumpol (pertunangan) dan pamasu-masuon (pemberkatan).
Baca Juga: Kenali Prosesi Pernikahan Adat Padang dan Syarat serta Tradisinya
6. Martumpol
Martumpol bagi orang Batak disebut juga sebagai acara pertunangan, tetapi secara harfiah martumpol merupakan acara kedua pengantin di hadapan pengurus jemaat gereja diikat dalam janji untuk melangsungkan pernikahan.
Upacara adat ini diikuti akan oleh orang tua kedua calon pengantin dan keluarga mereka, beserta para undangan yang biasanya diadakan di gereja.
7. Martonggo Raja
Pada tahap ini, kedua pihak dari calon pengantin akan membahas prosesi adat hari H lebih rinci lagi.
Terutama keterlibatan masing-masing anggota keluarga besar (dongan sahuta), seperti siapa yang bertugas untuk memberi dan menerima ulos, dan hal-hal yang telah disepakati dalam acara marhusip sebelumnya.
Baca Juga: 10 Pernikahan Adat dari Berbagai Suku di Indonesia!
8. Manjalo Pasu-Pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pemberkatan pernikahan kedua pengantin dilaksanakan di gereja oleh pendeta.
Setelah pemberkatan pernikahan selesai, maka kedua pengantin telah sah menjadi suami istri menurut gereja.
Setelah pemberkatan dari gereja selesai, kedua belah pihak pulang ke rumah untuk mengadakan upacara adat Batak, di mana acara ini dihadiri oleh seluruh undangan dari pihak pria maupun wanita.
9. Ulaon Unjuk (Pesta Adat)
Kedua pengantin juga akan menerima pemberkatan adat dari seluruh keluarga, khususnya kedua orang tua.
Dalam upacara adat inilah disampaikan doa-doa untuk kedua pengantin yang diwakili dengan pemberian ulos.
Adapun jenis ulos yang berperan dalam upacara pernikahan antara lain:
- Ulos Hela (ulos pengantin)
Ulos Hela adalah simbol yang diberikan oleh orang tua pengantin wanita atau pihak hula-hula (pemberi gadis).
Ulos ini diberikan kepada sepasang pengantin yang sedang melaksanakan pesta adat sehingga disebut dengan nama Ulos Hela.
Ulos Hela yang biasanya digunakan adalah Ulos Ragi Hotang.
Pemberian Ulos Hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin wanita telah menyetujui putrinya untuk menikah dengan pengantin pria.
- Ulos Pansamot
Ulos ini adalah simbol yang diberikan oleh orang tua pengantin wanita kepada orang tua pengantin pria saat pesta unjuk, sebagai pemberian awal dari mulainya hubungan kekerabatan.
Ulos ini kemudian akan menjadi milik anaknya, yaitu hela dari si pemberi ulos.
- Ulos Paramai
Ulos ini di berikan dari pihak wanita (ito/kakak) kepada pihak lai-laki (ito/kakak). Ulos yang biasa digunakan adalah Ulos Sadum.
Pada hakikatnya dari pemberian ulos di atas, ulos merupakan simbol-simbol yang digunakan untuk menentukan kedudukan seseorang atau kelompok, lambang kekerabatan dan juga simbol komunikasi dalam proses penyampaian pesan, berita, atau keinginan.
Baca Juga: Kenali Prosesi Pernikahan Adat Padang dan Syarat serta Tradisinya
10. Dialap Jual
Dialap jual artinya jika pesta pernikahan diselenggarakan di rumah pengantin wanita, maka dilaksanakanlah acara membawa pengantin wanita ke tempat mempelai pria.
11. Ditaruhon Jual
Jika pesta pernikahan dilaksanakan di rumah pria, maka pengantin wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya, untuk kemudian diantar lagi oleh para namboru (saudara) nya ke tempat sang suami.
Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
12. Paulak Une
Adat ini dimasukkan sebagai langkah untuk kedua belah pihak bebas saling berkunjung-mengunjungi setelah beberapa hari berselang upacara pernikahan.
Biasanya dilaksanakan seminggu setelah upacara pernikahan.
Biasanya pihak pengantin akan mengunjungi rumah keluarga pria terlebih dahulu kemudian mengunjungi keluarga lain dari pihak wanita.
13. Manjae
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah dan mata pencarian.
Biasanya kalau anak paling bungsu mewarisi rumah orang tuanya.
14. Maningkir Tangga
Setelah pengantin manjae atau tinggal di rumah mereka, orang tua beserta keluarga pengantin datang untuk mengunjungi rumah mereka dan diadakan makan bersama.
Baca Juga: Adakah Perbedaan Mahar dan Mas Kawin dalam Pernikahan Islam?
Ciri-Ciri Pernikahan Adat Batak Toba
Ciri-ciri pernikahan adat Batak Toba dapat dikenali dari dua karakteristik berikut, yakni:
Eksogami
Proses pernikahan tradisional suku Batak Toba menganut prinsip eksogami, yaitu pernikahan dilakukan di luar kelompok suku tertentu.
Hal ini tercermin dalam praktik masyarakat Batak Toba:
- Tidak menikahi anggota dari kelompok marga mereka sendiri (namariboto).
- Perempuan meninggalkan kelompoknya dan bergabung dengan kelompok suami, dan sistem ini bersifat patrilineal, dimana tujuannya adalah untuk menjaga keturunan suami dalam garis keturunan laki-laki.
- Hak atas tanah, harta, nama, dan jabatan hanya dapat diwariskan melalui garis keturunan laki-laki.
Dalam masyarakat Batak-Toba, terdapat dua ciri utama dari pernikahan yang dianggap ideal:
- Berdasarkan rongkap ni tondi (kesepakatan pernikahan) dari kedua pasangan.
- Mengasumsikan bahwa kedua pasangan akan memiliki rongkap ni gabe (kebahagiaan, kesejahteraan), dan sebagai hasilnya, mereka akan diberkati dengan banyak anak.
Namun, ketidakharmonisan antara suami dan istri terjadi jika kesepakatan tidak lagi harmonis (so olo marrongkap tondina), yang kemudian akan terlihat pada masa mendatang.
Ketidakharmonisan ini bisa mengakibatkan perceraian. Sebaliknya, setelah mereka memiliki anak, ikatan di antara pasangan akan semakin kuat, dan cinta mereka semakin kokoh.
Prinsip eksogami telah menjadi bagian dari identitas setiap orang Batak Toba hingga saat ini. Karena itu, tidak mengherankan jika masih ada ketakutan untuk yang melanggarnya.
Marsumbang
Beberapa pelanggaran termasuk na tarboan-boan rohana (dikuasai oleh nafsu-keinginan), yaitu ketika seseorang melakukan tindakan tidak pantas terhadap saudara perempuan dari kelompok marga mereka sendiri.
Selain larangan tabu lainnya, hubungan yang tidak diperkenankan adalah marpadanpadan (kumpul kebo).
Marsumbang hanya diizinkan jika perkawinan antara kedua kelompok tidak terjadi lagi selama beberapa generasi.
Jika ada pelanggaran terhadap larangan tersebut, pendapat umum dan otoritas masyarakat akan turun tangan.
Ritualnya sebagai berikut:
- Gondang mangkuling, babiat tumale (gong berdentum, harimau mengaum), yang berarti bahwa masyarakat akan berkumpul untuk menangkap dan menghukum pelaku.
- Ada peribahasa yang digunakan untuk semua tindakan yang melanggar etika: "Manuan bulu di lapang-lapang ni babi; Mamungka na so uhum, mambahen na so jadi" (menanam bambu di tempat babi berlalu, tidak menghormati hukum dan melanggar larangan).
Pernikahan yang dilakukan melanggar akan dinyatakan batal.
Lelaki yang melakukannya dan keluarga perempuan (parboru) diwajibkan melakukan pertobatan (manopoti/pauli uhum) atau dianggap di luar hukum (dipaduru di ruar ni patik), serta diasingkan dari kehidupan sosial.
Pernikahan yang Dilarang dalam Adat Batak
Dalam adat Batak, terdapat beberapa jenis pernikahan yang dianggap tabu atau dilarang karena melanggar norma dan aturan adat yang telah ditetapkan.
Larangan ini didasarkan pada kekerabatan, kesukuan, dan etika sosial yang berlaku dalam masyarakat Batak.
Berikut adalah beberapa jenis pernikahan yang dilarang dalam adat Batak:
1. Pariban (Pernikahan Sepupu)
Dalam adat Batak, pernikahan dengan pariban (sepupu dari pihak ayah atau ibu) biasanya dianjurkan dan dianggap ideal.
Namun, pernikahan dengan pariban yang sangat dekat (misalnya, anak dari saudara kandung ayah atau ibu) dapat dianggap tabu tergantung pada sub-suku Batak tertentu dan kesepakatan keluarga.
2. Satu Marga (Satu Clan)
Pernikahan antara dua orang yang memiliki marga (clan) yang sama dilarang keras dalam adat Batak.
Hal ini karena mereka dianggap sebagai saudara sedarah, meskipun hubungan darah sebenarnya mungkin jauh.
Menikahi seseorang dengan marga yang sama dianggap melanggar prinsip-prinsip dasar kekerabatan Batak.
3. Anak Boru
Menikahi anak boru, yaitu anak perempuan dari saudara laki-laki ibu, juga dilarang dalam adat Batak.
Hubungan ini dianggap sebagai hubungan darah yang terlalu dekat dan bertentangan dengan norma adat.
4. Ipar (Istri atau Suami dari Saudara Kandung)
Menikahi istri atau suami dari saudara kandung yang masih hidup juga dilarang. Hal ini karena dianggap tidak etis dan melanggar kehormatan keluarga.
5. Menikahi Bekas Istri/Suami dari Saudara
Menikahi bekas istri atau suami dari saudara kandung (baik saudara laki-laki maupun perempuan) yang sudah bercerai atau meninggal juga dianggap tabu dalam adat Batak.
Baca Juga: 58 Inspirasi Souvenir Pernikahan yang Unik dan Bermanfaat
Nah, itu dia proses pernikahan adat Batak Toba.
Bagi Moms yang menikah dengan adat ini, mungkin sudah tidak asing lagi karena telah menjalani seluruh prosesnya dengan khidmat, ya.
- http://eprints.undip.ac.id/59156/3/BAB_II.pdf
- http://repository.umsu.ac.id/bitstream/123456789/13736/1/SKRIPSI%20ANASTASYA%20SITOMPUL.pdf
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.