09 Januari 2021

"Salah Lagi... Salah Lagi... Ibu Mertuaku Maunya Apa Sih?"

Seri: Membangun Hubungan dengan Keluarga Pasangan

Cerita Pengantar

“Pusing aku urusan sama mertua kalau lagi main ke rumah,” curhat Mama Emi kepada Mama Mora dan Mama Lidya saat mereka playdate bareng.

“Masa ya, pagi-pagi Tommy dikasih es krim, terus sorenya Tommy jadi demam dan pilek, dong. Dikasih tahu baik-baik, eh galakan dia, terus yang ada dia ngadu sama suamiku kan, ujung-ujungnya suami minta dimaklumin saja karena ibunya sudah tua dan jarang juga datang ke rumah. Tapi kan kesel, cape-cape ngajarin anak, cape-cape jaga anak biar enggak sakit...” keluh Mama Emi.

“Mertuaku juga sama… Sukanya mengkritik, katanya ‘Anak kok dibesarin sama pembantu, mamanya malah sibuk berkarir, hati-hati Lidya, nanti anakmu Reina kalau sudah besar bisa nggak berbakti lah, nggak dekat sama orang tuanya lah’. Padahal, suami dan aku sudah sepakat, aku kerja dulu beberapa tahun ini, agar kita bisa hidup mandiri. Aku enggak sanggup tinggal bareng mertua terus.. enggak nyaman gitu loh.. Jadi ya mau enggak mau kerja dulu berdua sampai bisa ngontrak atau DP rumah,” kini giliran Mama Lidya yang menimpali.

“Ya, hubunganku sama mertua juga sama lah. Kadang-kadang karena rumah kita berdekatan, beliau bisa datang tanpa informasi. Sudah begitu, kalau sudah di rumah, semua dikomentarin. ‘Kok Mimi kurusan sih? Kok rumah berantakan.. Kok jam segini Mimi belum mandi, kok pake baju itu.’ Kalau sudah di ubun-ubun, pengen banget teriak,” keluh Mama Mora.

“Kadang aku penasaran.. Kenapa ya kita menantu perempuan selalu salah di mata ibu mertua?”


Halo, Moms and Dads!

Kisah Mama Emi, Mama Lidya dan Mama Mora bisa jadi terasa familiar dengan pengalaman Moms atau mungkin buat para Dads, yang acapkali menerima keluhan serupa dari istri Anda, sehingga merasa bingung dan berada di posisi terjepit dalam hubungan konflik antara ibu dan istri.

Kali ini pada Orami Parenting Eduseries, dalam Seri Membangun Hubungan dengan Keluarga Pasangan, Moms and Dads akan mendapatkan jawabannya. Apa saja yang akan Anda pelajari?

  1. Apa yang Ada di Benak Ibu Mertua Tentang Saya Sebagai Menantu Perempuannya?
  2. Tipe-Tipe Ibu Mertua dan Bagaimana Menghadapinya?
  3. Mengapa Hubungan Ibu Mertua dan Saya Sebagai Menantu Perempuan Cenderung Berkonflik?
  4. Apa yang Saya dan Pasangan Bisa Kendalikan dan Tidak dapat Dikendalikan dalam Hubungan dengan Mertua?


Bagian 1: Apa yang Ada di Benak Ibu Mertua Tentang Saya Sebagai Menantu Perempuannya?

shutterstock_1264051819.jpg
Foto: shutterstock_1264051819.jpg

Moms and Dads,

Hubungan ibu mertua dan menantu perempuan identik dengan hubungan yang kurang harmonis. Apa sebenarnya yang ibu mertua pikirkan tentang menantu perempuannya?

Tahukah Anda, bagi orangtua untuk melepas anaknya ke kehidupan baru dan sepenuhnya lepas dari kendali dan tanggung jawab orangtua adalah hal yang berat? Bahkan, sangat sulit untuk kebanyakan orang tua. Termasuk juga Moms and Dads yang saat ini juga punya perasaan campur aduk tatkala melihat si bayi beranjak balita dan mungkin sebentar lagi masuk SD. Padahal baru kemarin rasanya melahirkan, benar tidak? Perasaan yang sama pun menghinggapi orang tua/mertua yang melepas anaknya untuk membangun rumah tangga.

Kondisi tersebut dikenal dengan istilah Empty Nest Syndrome (ENS) atau sindrom sarang kosong, adalah kondisi kesepian dan kesedihan yang dialami oleh orangtua setelah anak-anaknya meninggalkan rumah untuk bekerja, menikah, atau melanjutkan sekolah. Walaupun ENS bukanlah diagnosis klinis, namun wajar terjadi pada siklus kehidupan seseorang. Orangtua umumnya akan mengalami masa-masa sulit saat melepas anaknya dari rumah. ENS lebih banyak dialami oleh seorang ibu dibanding ayah. Hal ini wajar dikarenakan ibu adalah sosok yang lebih dekat dengan anak.

Sindrom ini juga membuat orangtua, terutama ibu, cemas dengan kehidupan anak-anak mereka yang sudah dewasa. Ibu akan cenderung menganggap anak-anak yang sudah dewasa tetap sebagai anak kecil, dimana mereka masih merasa tahu yang terbaik untuk anaknya berdasarkan pengalaman masa lampau.

Perasaan lainnya yang muncul biasanya adalah perasaan kesepian, tidak lagi merasa dibutuhkan / tidak punya tujuan hidup lagi. Akibatnya banyak orangtua merasa tetap ingin mengambil peran dan andil dalam kehidupan anak-anak mereka dan mengabaikan batasan yang sehat, termasuk memaksa anak untuk tetap tinggal bersama satu atap alih-alih mengijinkan pasangan suami istri untuk keluar dari rumah dan berjuang bersama. Hal ini dapat menimbulkan isu dan potensi konflik, terutama antara mertua perempuan dan menantu perempuan.

Kondisi tersebut semakin diperuncing, ketika mertua perempuan memiliki harapan menantu perempuan akan menjalani biduk rumah tangga dan pengasuhan anak dengan standar, nilai, dan cara-cara yang ia percayai baik dan benar. Keinginan yang tidak realistis ini membuat menantu perempuan tertekan dan tentunya dapat berdampak dengan hubungan suami istri serta ketakutan selalu dikritik dalam mendidik dan mengasuh anak.

Catatan Kecil :

Moms and Dads kehidupan baru Anda memberikan rasa yang campur aduk bagi orangtua: membahagiakan sekaligus menyedihkan. Ada beberapa ibu yang memiliki kesadaran diri yang tinggi, namun ada juga yang butuh waktu yang lama untuk beradaptasi dengan “pergeseran peran” dan mengalami kesulitan untuk mempercayakan anak lelakinya bisa membangun rumah tangga dan mengasuh anak bersama Anda.

Dengan memahami hal tersebut, akan membantu Moms and Dads untuk memperluas cara pandang, serta membuat pengalaman ini perlahan-lahan bisa dilalui dengan kerjasama yang kompak oleh Moms and Dads. Tetap optimis bahwa hal ini merupakan kondisi yang sementara, serta berusaha bijak agar tidak memengaruhi kualitas hubungan Moms and Dads.


Bagian 2: Tipe-Tipe Ibu Mertua dan Bagaimana Cara Menghadapinya?

shutterstock_1264051813.jpg
Foto: shutterstock_1264051813.jpg

Moms and Dads, Berikut ini adalah tipe-tipe ibu mertua yang umum kita temui.

  • Tipe Otoriter
    Tipe ibu yang ingin semua orang bertindak sesuai perintahnya tanpa mempertimbangkan perasaaan/keinginan anggota keluarga. Cenderung mengendalikan segala sesuatu dan enggan dibantah oleh orang lain. Jika tipe mertua Anda seperti ini, artinya sikap beliau tidak hanya ditunjukan kepada Anda sebagai menantu saja, melainkan kepada seluruh anggota keluarga.
  • Tipe Moderat
    Tipe ibu mertua yang open minded (berpikiran terbuka) dan juga berkomunikasi dengan baik. Mertua seperti ini juga berusaha untuk menghargai “negara kecil” yang Anda buat bersama anaknya. Tidak suka berkomentar dan sangat berhati-hati saat memberi masukan.
  • Tipe Merasa Berhak
    Tipe ibu mertua yang merasa berhak tahu, berhak mengoreksi cara Anda memperlakukan anak dan cucunya. Tipe seperti ini sulit untuk menerima batasan dan kemandirian anak dan menantu untuk membangun sistem keluarga. Ia merasa anaknya yang menjadi pasangan Anda, serta cucunya yang Anda besarkan masih menjadi tanggung jawabnya juga.
  • Tipe Pencemas
    Ibu mertua yang memiliki rasa cemas dan khawatir yang berlebihan, sehingga tak memberikan kesempatan untuk anak dan menantunya belajar hal baru. Melihat segala sesuatunya dari sisi yang negatif/cenderung pesimis, terutama untuk cara-cara pengasuhan yang berbeda dengan jamannya.
  • Tipe Cuek Bebek
    Tipe ibu mertua yang tidak ingin terlibat dalam segala hal, termasuk keenggannnya ikut direpotkan saat dititipkan si kecil, ketika Anda dan pasangan mungkin harus bekerja atau perlu waktu untuk kencan. Tipe seperti ini melihat pernikahan anak sebagai “jalan keluar” dan selesainya semua kewajiban sebagai orangtua. Ibu mertua tipe ini cenderung sulit berempati. Akibatnya, Anda sungkan untuk bertanya atau meminta bantuan saat membutuhkan sosok ibu.

Catatan Kecil:

Kita hidup berdampingan dengan berbagai watak dan karakter manusia, termasuk juga mertua Anda. Sebelum memasukan semua ucapan/tindakan ke dalam hati, coba Moms merenungkan hal ini:

  • "Apakah dia bersikap seperti itu hanya kepada saya atau kepada semua orang?"
  • "Apakah yang diucapkan sesuai dengan nilai, standar atau tujuan yang saya percayai?"

Dengan melakukan sesi refleksi terhadap kondisi Anda dan mertua, kiranya hal tersebut membantu Anda untuk dapat melihat dan merasakan respon eksternal secara obyektif.


Bagian 3 : Mengapa Hubungan Ibu Mertua dan Menantu Perempuan Cenderung Berkonflik?

shutterstock_1264051822.jpg
Foto: shutterstock_1264051822.jpg

Hasil riset Dr. Terri Apter, psikolog dan tutor senior di Newnham College, Universias Cambridge untuk bukunya What Do You Want From Me? Menemukan ada lebih dari 60% perempuan mengaku mereka merasakan hubungan yang kurang sehat dengan ibu mertua. Lebih lanjut, dua-per-tiga dari seluruh perempuan yang diwawancara Apter menyatakan, ibu mertua sering menunjukkan kecemburuan. Selain itu, Apter telah menghabiskan 20 tahun terakhir mewawancarai ratusan keluarga di seluruh dunia untuk bukunya. Dia menemukan bahwa, 75% pasangan dilaporkan memiliki masalah dengan mertuanya, 15% diantaranya digambarkan menemui titik ketegangan.

Berdasarkan penelitian lebih lanjut yang dilansir dari Journal of Social and Personal Relationships, berikut adalah hal-hal yang menyebabkan konflik antara ibu mertua dan menantu perempuan.

  • 40,4% : Karena ibu mertua dianggap terlalu ikut campur
  • 32,8% : Menantu perempuan merasa diserang secara personal oleh ibu mertua
  • 23% : Menantu perempuan merasa kurang dilibatkan

Catatan Kecil:

Moms tidak sendiri. Ternyata konflik hubungan mertua-menantu banyak terjadi, walaupun skalanya berbeda-beda. Ada yang sangat terganggu, ada pula yang tidak terlalu berpengaruh dengan kehidupan pribadi.

Setiap kasus tidak dapat diselesaikan dengan cara yang sama. Jika kesehatan mental Anda terganggu, hubungan dengan pasangan juga menjadi tegang. Diskusikan dengan pasangan secara serius atau Anda juga dapat mempertimbangkan untuk mencari bantuan profesional (psikolog, konselor pernikahan, dll).


Bagian 4 : Apa yang Saya Bisa Kendalikan dan Tidak Bisa Dikendalikan dalam Hubungan dengan Mertua?

shutterstock_1264051810.jpg
Foto: shutterstock_1264051810.jpg

Moms and Dads, dalam hidup ini, ada hal-hal yang berada di luar kendali kita. Perlakuan dan perkataan ibu mertua termasuk yang tidak bisa Moms ubah. Namun, Moms and Dads masih bisa mengendalikan respon agar tidak semakin memperburuk hubungan.

Yang Tidak Bisa Kita Kendalikan

  • Karakter & Preferensi Pribadi Mertua
    Moms and Dads, kita bertemu mertua dengan karakternya yang sudah terbentuk. Karakter orang di usia dewasa madya (usia 40 - 60 tahun) sudah bersifat tetap dan sulit untuk diubah. Demikian dengan nilai-nilai kehidupan yang dianutnya adalah hal yang tidak mungkin kita intervensi. Menata harapan Anda tentang kemungkinan mertua bisa berubah, akan membuat Anda lebih berdamai dengan karakter mertua.
  • Budaya dan Kebiasaan Keluarga Pasangan
    Kehadiran Anda dalam keluarganya tentu terbilang baru. Sebuah pepatah mengatakan Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, yang jika dikaitkan dengan kehadiran Anda dalam keluarga pasangan, artinya ketika Anda berhubungan dengan keluarga pasangan atau tinggal bersama mereka, maka sebagai pendatang sebisa mungkin diharapkan Anda dapat berbaur. Mungkin banyak hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan Anda dan sulit untuk berkompromi. Mengembangkan sikap toleransi dan banyak bertanya pada pasangan akan membantu Anda untuk cepat memahami budaya dan kebiasaan keluarga pasangan.
  • Respon Mertua
    Berkaca pada cerita Mama Emi, pasti kaget jika sudah mengingatkan baik-baik malah mendapatkan respon yang di luar dugaan dari ibu mertua. Sayangnya, Anda tidak dapat mengendalikan respon mertua. Jika ini memengaruhi mood Anda, carilah waktu untuk menenangkan diri agar tidak terjadi perselisihan yang lebih jauh dengan mertua.

Catatan Kecil:

Moms and Dads, mertua adalah orangtua yang telah merawat, membesarkan, dan mendidik pasangan hidup yang kita cintai. Nilai-nilai positif yang Anda lihat pada pasangan merupakan warisan dari pengasuhan beliau. Oleh karena mertua merupakan orangtua kedua Anda dan akan berdampingan seumur hidup sebagai satu keluarga, Anda juga dapat belajar untuk memerhatikan hal-hal baik yang ada dalam diri beliau. Semoga membantu ya, Moms.

Yang Bisa Dikendalikan

  • Usaha Membangun Hubungan
    Tak kenal maka tak sayang. Terkadang hubungan mertua dan menantu dipenuhi asumsi dan harapan. Jika menurut Anda tidak mungkin terjadi dari sisi mertua, tidak ada salahnya jika Anda yang memulai untuk mengenal. Mulai dari hal sederhana, seperti mengetahui makanan kesukaannya, mengajaknya ikut serta saat berlibur, memberi kejutan mempertemukannya dengan sahabat/saudara jauh yang sudah lama tidak bertemu atau menghabiskan waktu berdua dengan aktivitas yang ia sukai untuk berbincang tentang hal-hal yang dapat mengembalikan masa nostalgianya seperti:

    'Seperti apa suami Anda saat kecil?'
    'Kenangan apa yang masih diingat jelas saat ia masih baru menjadi istri dan ibu?'

    Pancing ia untuk bercerita tentang hubungannya dengan orangtua atau mertuanya dulu. Jika suasana sudah mencair, Anda juga boleh meminta pendapatnya tentang Anda dan apa yang dapat membuat hubungan Anda dan mertua bisa lebih dekat dan saling menghargai.
  • Mengendalikan Respons Pribadi
    Bersikap responsif dan bukan reaktif adalah kunci menjaga hubungan dengan keluarga pasangan. Hal ini bukan hal yang otomatis dapat dilakukan, namun Moms and Dads dapat berlatih. Ketika konflik terjadi, Anda dan pasangan bisa mencerna dulu informasi / tuduhan / isu yang diangkat sebelum buru-buru menjawab. Anda juga bisa menggunakan kalimat diplomasi seperti :

    "Terima kasih masukannya ya, Bu, akan coba saya pikirkan dulu."

    "Walau saya belum sepaham dengan maksud Ibu, tetapi saya menghargai niat baik Ibu. Terima kasih untuk selalu memerhatikan kami."

    "Hal yang Ibu minta tadi menurut saya bobotnya besar sekali, tampaknya saya perlu diskusi dulu dengan suami sebelum menyetujui keinginan Ibu tersebut."

    "Tampaknya apa yang saya lakukan belum cukup baik. Bolehkah Ibu mengajari saya, supaya saya lebih cepat belajar?"
  • Menyeleksi yang Kita Dengar (Selective Hearing)
    Moms and Dads tentu sadar, kita tidak dapat mengendalikan kalimat yang keluar dari mulut orang lain, apalagi jika kalimat itu tidak benar atau tidak sesuai dengan pemahaman Moms. Untuk itu, Moms perlu menolerasi bukan berarti berkompromi. Menoleransi artinya Anda menghormati pilihan / ucapan seseorang (dalam hal ini adalah mertua Anda), tapi bukan berarti Anda menyetujui. Melakukan selective hearing adalah penting. Moms and Dads juga bisa mempertanyakan hal ini kepada diri sendiri:

    "Apakah hal tersebut benar menurut saya?"

    "Apakah saran ibu mertua sejalan dengan tujuan saya dan pasangan?"

    "Apakah yang ibu mertua nilai tentang saya, merupakan fakta atau hanya asumsinya saja?"


Sepakat untuk Sehati dengan Pasangan

Konflik menjadi runcing, ketika Anda dan suami berada dalam tim yang terpisah. Anda menuntut Dads untuk membela Anda, sementara Dads kerap meminta Anda untuk terus mengalah. Kedua hal tersebut bukanlah solusi. Ambil waktu untuk membahas isu ini dengan hati yang terbuka. Datang dengan kesadaran untuk mendengar dari dua belah pihak, lalu bahas segala sesuatu yang bisa menjadi jalan keluar dan kebaikan bersama. Misal:

  • Jika Anda masih tinggal satu atap dengan mertua, tentukan tenggat waktu untuk mandiri dan tinggal sendiri. Diskusikan bagaimana cara memotong biaya hidup, menabung untuk mengontrak rumah tahun depan atau hal-hal lainnya yang dapat merealisasikan hal tersebut
  • Dads wajib terlibat saat Anda dan mertua tengah berdiskusi. Sehingga, Dads dapat melihat pendapat kedua belah pihak secara objektif
  • Sepakat dengan aturan yang sudah dibuat berdua dalam pengasuhan anak dan jika mertua yang melanggar dan Dads melihat hal tersebut, Dads bisa mengambil peran untuk menyampaikan secara baik-baik kepada ibunya
  • Jika mertua berbicara hal yang tidak disukai dari Anda sebagai menantu, Dads dapat maju untuk membela keluarga kecilnya dengan cara-cara yang sopan seperti:

    “Terima kasih ya ibu masukannya untuk istri saya. Saya terima masukan ibu. Kekurangan istri saya merupakan tanggung jawab saya juga sebagai kepala keluarga. Kami akan diskusikan berdua ya, namun saya juga ingin minta tolong agar ibu menghargai istri saya dan berusaha untuk mengasihi istri saya seperti ibu juga mengasihi saya.”


Berdamai dengan Kondisi

Berdamai dengan keadaan keluarga pasangan dan keunikan karakternya akan membantu Moms untuk melihat kondisi ini dan mengelola ekspektasi, alih-alih berusaha keras merubah karakter mertua, memaksa suami untuk melakukan sesuatu yang mungkin membuat posisinya terjepit.

Berdamai bukan berarti menerima segala sesuatu yang mungkin bertabrakan dengan nilai atau prinsip yang Moms miliki. Namun, menyadari ini merupakan hal yang diluar kendali dan kuasa Moms, akan membuat Moms bisa fokus dengan hal-hal penting lainnya, yaitu keharmonisan dengan pasangan. melatih anak untuk disiplin, patuh dengan aturan yang disepakati dan rencana-rencana keluarga Anda lainnya.

Catatan Kecil :

Tidak semua medan peperangan harus kita datangi. Dalam hal ini, berusaha menyaring apa yang Anda dengar. Melihat objektivitasnya, sehingga Anda dapat menentukan bagaimana merespons. Beritahu perasaan Anda kepada suami.

Dads, jadilah tempat yang aman bagi istri Anda untuk bercerita. Untuk Dads yang juga merasa hubungan istri dan ibu kurang akrab, pahamilah perasaan istri Anda dan sebisa mungkin tidak berat sebelah dengan meminta istri Anda untuk selalu memahami sikap orangtua Anda.


Quote Penutup

It is through our extended family that we first learn to compromise and come to an understanding

that even if we don't always agree about things, we can still love and look out for each others
- Sara Sheridon-


Jadilah yang pertama mereview Orami Parenting Eduseries

Di sini


Baca seri Orami Parenting Eduseries lainnya:

Papa Kok Main Hape Terus, Main Sama Akunya Kapan Dong?


Pranala Luar/Referensi

  • Fitroh, Siti Fadjryana. (2011) . “Hubungan antara Kematangan Emosi dan Hardiness dengan Penyesuaian Diri Menantu Perempuan yang Tinggal di Rumah Ibu Mertua”. Psikoislamika, Jurnal Psikologi Islam, Vol. 8, No.1, 2011
  • J. John., (2007). 26 Keys of Happiness. Penerbit: Hodder & Stoughton Ltd
  • Katy Rink. Managing MIL: You and Your Mother Inlaw For Better or For Worse?
  • Kinanti, Josefine Ayu., & Hendrati, Fabiola. (2013). “Hubungan Tipe Kepribadian Dengan Komunikasi Interpersonal Menantu Perempuan Terhadap Ibu Mertua”. Jurnal Psikologi Tabularasa, Vol. 8, No. 2 Agustus.
  • Morr Serewicz, Mary Claire; Canary, Daniel J. (2008). Assessments of disclosure from the in-laws: Links among disclosure topics, family privacy orientations, and relational quality. Journal of Social and Personal Relationships, Volume 25 (2): 25.
  • Rahma., Milda., (2018). Konflik Sosial Terhadap Menantu yang Tinggal Serumah dengan Mertua. Universitas Muhammadiyah Makassar
  • Wigunawati, Eustalia., (2019). Penyesuaian Diri Ibu Mertua terhadap Menantu Perempuan yang Tinggal Bersama Diawal Pernikahan Pada Budaya Jawa. Jurnal Inada Vol. 2 No. 2. Universitas Kristen Indonesia
  • https://www.familyeducation.com/life/dealing-laws/10-tips-dealing-laws
  • https://www.fatherly.com/health-science/science-dont-get-along-with-mother-in-law/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.