Tetap Santai tanpa Panik Berlebihan, Ini Kisah Kami Melewati Pandemi COVID-19 di Swedia
Oleh dr Putu Ayuwidia Ekaputri, ibu dari Harsakanaka (6 bulan), tinggal di Göthenburg, Swedia
Pandemi virus corona (COVID-19) masih terjadi hingga saat ini. Walaupun beberapa negara di dunia sudah melonggarkan berbagai peraturan yang ditetapkan sebelumnya, seperti lockdown dan tidak banyak beraktivitas di luar, beberapa negara masih menjaga peraturan dengan ketat.
Indonesia misalnya, masih diberlakukan PSBB, dan kegiatan sehari-hari belum kembali normal. Masih melakukan physical distancing dan tidak boleh banyak beraktivitas di luar.
Namun bagaimana dengan negara Swedia? Penasarankah Moms apa saja yang dilakukan negara ini untuk mencegah penyebaran COVID-19? Yuk kita simak, Moms.
Situasi Pandemi COVID-19 di Swedia
Foto: Instagram.com/diadiawidia
Situasi sebelum dan sesudah adanya COVID-19 di Swedia tidak terlalu jauh berbeda. Meskipun ada imbauan untuk memperbanyak diam di rumah, pemerintah tidak memberlakukan aturan yang ketat.
Pusat kebugaran, kafe, dan mal buka seperti biasa, namun diberikan tanda dan pembatas agar bisa jaga jarak antar pengunjung. Jadwal anak imunisasi dan kontrol juga tidak terganggu.
Hanya saja sejak ada pandemi, orang tua yang menemani hanya boleh satu orang. Transportasi umum masih beroperasi meskipun tidak ramai karena orang-orang lebih memilih berjalan kaki atau naik sepeda.
Bisa jalan-jalan dan menikmati taman di tengah situasi COVID-19 ini menjadi keberuntungan bagi kami. Setiap minggu kami masih bisa refreshing, sekedar jalan kaki di sekitar apartemen sambil belanja kebutuhan.
Kami pun sesekali bersantai di rerumputan menikmati musim semi dan cuaca yang mulai menghangat. Selama berpergian kami tetap bisa menjaga jarak dengan yang lain karena penduduk Swedia jauh lebih sedikit dibandingkan Indonesia.
Baca Juga: Memasak bersama Anak adalah Kegiatan Favorit Kami selama Pandemi COVID-19 di Korea Selatan
Namun, sesampai di rumah kami selalu repot membersihkan diri. Langsung cuci tangan dan mandi, serta mendesinfektan barang-barang seperti handle stroller, handphone, dan dompet.
Melewati Pandemi saat Anak Baru 6 Bulan
Foto: Instagram.com/diadiawidia
Tidak pernah terbayangkan sama sekali, saya harus menghadapi pandemi COVID-19 ini dengan bayi yang masih kecil, jauh pula dari keluarga, yaitu di Swedia.
Sebenarnya membayangkan ada pandemi saja tidak pernah, apalagi menghadapi kenyataan bahwa saya melewati situasi ini dengan kondisi jauh dari keluarga besar di Indonesia.
Saya adalah seorang ibu rumah tangga yang ikut suami studi ke Swedia. Enam bulan lalu, saya baru saja melahirkan anak pertama. Rasanya nano-nano, Moms. Bahagia sudah pasti, tetapi cukup kerepotan juga karena menghadapinya hanya dengan suami. Jauh dari dukungan langsung orang tua dan teman-teman di Indonesia.
Rencananya, musim panas tahun ini kami sekeluarga akan pulang ke Indonesia. Mengenalkan buah hati kami ke negara asalnya, menemui orang tua, dan mertua tentunya.
Baca Juga: Pandemi Covid-19, Ini yang Keluarga Kami Lewati di Negeri Jiran Malaysia
Sayangnya rencana ini harus tertunda, entah sampai kapan karena tiba-tiba virus corona menginvasi dunia. Menyebabkan penyakit yg dikenal sebagai COVID-19 dan menyebar dengan cepat ke berbagai belahan dunia.
Menghadapi situasi ini di Swedia memberikan pengalaman tersendiri bagi saya. Perasaan saya tidak menentu antara cemas-pasrah-lega-khawatir. Semua perasaan itu muncul silih berganti seperti roller-coaster. Bisa Moms bayangkan? Sebaiknya jangan.
COVID-19 di Swedia? Santai Saja
Foto: Instagram.com/diadiawidia
Bagaimana Swedia menghadapi COVID-19 lumayan membuat saya cemas. Swedia terbilang cukup santai dalam menghadapi situasi ini.
Pre-school dan sekolah dasar tetap buka. Kegiatan untuk anak-anak pun tetap berlangsung seperti biasa. Hanya sekolah menengah dan universitas yang mengadakan pembelajaran secara online.
Kelas renang anak saya pun berlangsung seperti biasa. Tentu situasi ini membuat saya sangat cemas. Bagaimana kalau anak saya tertular? Membatalkan kelas pun rasanya tidak rela karena biayanya yang lumayan. Berhari-hari saya terus memikirkan ini sampai pernah ASI saya drop.
Setelah berusaha rasional dengan membaca berbagai sumber terkait penularan di kolam renang dan melihat bagaimana Swedia sangat menjaga kebersihan di kolam renang, saya pun memantapkan hati untuk tetap membawa anak saya ke kelas renang.
Baca Juga: Kesempatan Quality Time dengan Keluarga, Kisah Pandemi COVID-19 di Inggris
Ada berbagai peraturan yang ditetapkan. Sebelum renang kita wajib mandi dan keramas sebelum masuk ke kolam. Selain itu, kolam renang dibersihkan rutin setiap hari. Selama di kolam renang pun kita bersama bayi jaga jarak dengan yang lainnya.
Satu kelas hanya terdiri dari 5 pasang orang tua dengan bayinya. Rasa cemas ini lama-lama berkurang dan saya yakin kalau kita akan baik-baik saja.
Mencoba Mengikuti Budaya Swedia
Foto: Instagram.com/diadiawidia
Budaya LAGOM di Swedia diaplikasikan dalam menghadapi COVID-19. Swedia memiliki budaya lagom yang artinya,”not too much, not too little, just right.” Dengan kata lain, “tidak berlebihan, tidak kurang, tetapi tepat.”
Nampaknya budaya ini juga diaplikasikan dalam menghadapi pandemi COVID-19. Masyarakat nampak patuh mengikuti instruksi pencegahan seperti menjaga higenitas dengan mencuci tangan, menetap di rumah, menghindari kerumumanan, dan jaga jarak dengan orang lain.
Namun, mereka tidak sampai melakukan hal-hal tidak perlu seperti panic buying, mendiskriminasi penderita COVID-19, menyiram tubuh dengan disinfektan, atau menggunakan alat pelindung diri lengkap ke supermarket. Berusaha waspada, namun tetap rasional.
Saling Percaya Satu Sama Lain Adalah Kunci
Foto: Instagram.com/diadiawidia
Tingkat kepercayaan antara warga-pemerintah-tenaga kesehatan cukup tinggi. Saya bertanya-tanya, apakah warga Swedia cukup senang dengan keputusan yang diambil pemerintah terkait COVID-19?
Kenyataan bahwa Swedia menjadi negara yang ‘aneh’ karena tidak melakukan lockdown dan close-border (membatasi orang untuk keluar-masuk negaranya) terus terang membuat saya senewen.
Jujur, saya khawatir. Apalagi seperti yang saya sebutkan di atas, kegiatan anak saya tetap jalan seperti biasa.
Saat kelas renang, saya bertanya kepada beberapa orang tua asli Swedia. Ternyata, mereka malah senang dengan keputusan yang diambil pemerintah. Mereka percaya bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi mereka.
Baca Juga: Saya Berjuang di Tengah Pandemi CoVID-19 di Malaysia dengan Kondisi Hamil Tua dan LDR dengan Suami
Mudahnya mengakses data terkait penderita COVID-19, sebaran usia pasien, dan lain-lain membuat mereka paham bagaimana situasi COVID-19 di negara mereka. Selain itu, pemerintah pun percaya bahwa warga mereka tidak membutuhkan tekanan untuk mematuhi anjuran social distancing.
Menjaga kesehatan diri sendiri merupakan kewajiban setiap individu, bukan orang lain. Mereka juga patuh untuk tidak mengunjungi kelompok orang yang rentaan, seperti orang tua di atas usia 70 tahun.
Tenaga kesehatan juga dapat melaksanakan tugas dengan baik karena segala fasilitas dan sarana seperti alat pelindung diri disiapkan dengan baik oleh pemerintah. Rumah sakit darurat dibangun, banyak volunteer yang membantu petugas kesehatan, agar mereka bisa memaksimalkan pelayanan kesehatan.
Meskipun kerinduan pada keluarga dan tanah air tidak terbendung, memendam rasa kecewa karena batal mudik ke Indonesia, berada di Swedia dalam situasi seperti ini memberikan kebahagiaan tersendiri.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.