Bagaimana Jika Anak Mama Tukang Bully?
Bullying atau perundungan di sekolah memang bukan hal baru. Meski begitu, kita tidak bisa diam saja, Ma. Sebagai orang tua harus mengawasi gerak gerik si kecil. Tapi dalam hal ini yang sering kita dengar lebih sering efek buruk dari korbannya, bagaimana dengan tukang bully?
Hampir semua orang tua menganggap anaknya memiliki sikap yang baik. Rasanya tidak mungkin bila buah hatinya menjadi pelaku bullying. Tapi kalau faktanya berkata sebaliknya, Mama tentu bingung untuk bersikap. Sebelum bertindak, ada baiknya Mama mengetahui faktor yang menyebabkan seorang anak jadi pelaku bullying.
Beberapa Faktor yang Menyebabkan Anak Menjadi Pelaku Bullying
Melansir dari Fameconsultant, berikut beberapa faktornya:
1. Sering menyaksikan kekerasan
Kekerasan bisa dilihat melalui televisi atau video game yang dimainkannya, lo. Beberapa pelaku bully memiliki keterampilan sosial yang tidak matang, sulit mengendalikan dorongan yang ada di dalam dirinya.
Mereka cenderung memiliki agresivitas yang tinggi atau hiperaktivitas, beberapa anak juga menganggap bully sebagai respon karena gagal atau merasa stress secara akademis.
2. Kurang percaya diri
Pelaku bully biasanya memiliki kepercayaan diri yang rendah. Melukai hati orang lain hanya topeng dari rasa tidak percaya diri dan ketidakpuasan terhadap diri yang dilampiaskan kepada orang lain. Ada pula korban bully yang kemudian berubah menjadi pelaku.
"Mana mungkin anakku tukang bully," respon Mama saat menghadapi laporan dari sekolah. Membela anak adalah hal yang wajar, tapi jangan sampai menutup telinga, Ma. Menurut psikolog, pelaku bullying biasanya memiliki sikap yang baik saat di rumah.
Mengapa Anak Menjadi Pelaku Bullying?
Penelitian menunjukkan bahwa pelaku bullying, biasanya juga memiliki kecenderungan melawan atau bertindak agresif terhadap orang dewasa seperti guru dan orangtua. Tetapi tidak semua pelaku bullying seperti itu, beberapa anak juga dapat terlibat bullying karena ikut-ikutan atau terbawa pengaruh temannya.
Dalam suatu kelompok pertemanan, biasanya ada 1 anak yang menjadi pemimpin dan ada pula yang menjadi ‘letnan’ dan bawahan. Sang ‘letnan’ dan bawahan biasanya tidak akan bertindak bully ketika pemimpinnya tidak ada.
Selain itu perilaku bullying juga mungkin saja tidak terdeteksi oleh guru dan orangtua karena pelaku bully biasanya mengincar mereka yang lebih lemah.
Mengatasi Anak yang Menjadi Pelaku Bullying
Perilaku bully merupakan tanda bahwa anak tidak belajar untuk mengendalikan agresivitasnya, sehingga ia perlu belajar untuk berinteraksi secara sehat dengan orang lain.
Mereka juga perlu belajar untuk mengembangkan empati seperti lebih peka dan lebih memahami perasaan orang lain. Kebanyakan anak pelaku bully tidak paham apa akibat perilaku mereka terhadap perasaan orang lain.
Berikut beberapa cara menghadapi anak yang tukang bully:
1. Membangun hubungan positif dengan anak
Hal ini sangat penting untuk menghindari anak menjadi bully. Anak perlu merasa dicintai, didukung dan didengarkan oleh orangtuanya. Terkadang perilaku orangtua yang mau mendengar dan memahami sudut pandang serta perasaan anak juga sudah membuatnya merasa dihargai sehingga ia lebih bersedia mendengarkan dan memahami sudut pandang orang lain.
2. Sediakan lingkungan yang bebas bullying atau kekerasan
Salah satu caranya adalah menekankan pentingkan kompetisi yang sehat dan tidak membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dapat menaburkan benih-benih persaingan antar kakak-adik.
Misalnya ketika ada budaya anak yang kecil harus selalu mengalah pada kakak-kakaknya, maka sebetulnya sudah terjadi ketidakseimbangan power seperti yang terjadi pada bullying.
3. Diskusi
Jika anak pernah menjadi korban bully, dalam bentuk apapun itu, Mama perlu mengajak si kecil berdiskusi dan membicarakan bagaimana perasaannya.
(ICA)
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.