Gangguan Perilaku dan Emosi pada Anak, Haruskah ke Dokter?
Putra atau putri Moms sering sekali menangis, merajuk, atau rewel padahal sudah memasuki usia sekolah? Atau si kecil sulit mengendalikan emosi dan berkonsentrasi di kelas?
Hal-hal tersebut tampaknya wajar saja dialami anak-anak. Namun, jika intensitasnya sudah cukup sering, Moms mungkin perlu mempertimbangkan untuk memeriksakan anak ke dokter atau terapis.
Memutuskan untuk memeriksakan anak dengan gangguan perilaku dan emosi ke dokter memang tak mudah. Akan tetapi, kalau dibiarkan saja tanpa perawatan tertentu, si kecil berisiko menghadapi berbagai masalah perkembangan diri dan sosial seiring berjalannya waktu.
Untuk membantu Moms mempertimbangkan kemungkinan periksa ke dokter, berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan.
1. Sudah berapa lama perilaku tersebut ditunjukkan anak?
Tak perlu khawatir kalau anak menunjukkan perilaku tak wajar ketika ia kurang tidur, sedang sakit, atau ada perubahan drastis dalam hidupnya semisal pindah rumah. Namun, jika anak sudah bertahun-tahun memiliki kebiasaan seperti histeris, mengamuk, atau sulit fokus, maka Moms perlu berhati-hati. Gangguan perilaku anak biasanya sudah mulai terlihat ketika anak menginjak usia tiga tahun. Jadi, kalau sejak balita si kecil sudah menunjukkan tingkah laku yang berbeda dari anak-anak seusianya, jangan ragu untuk mengajak anak menemui dokter atau terapis.
2. Separah apa perilaku anak?
Inilah yang membedakan anak dengan gangguan perilaku dan emosi dengan anak-anak pada umumnya. Moms harus peka melihat intensitas perilakunya yang mengganggu. Misalnya jika masalah sepele seperti mengganti menu sarapan anak akan membuatnya menangis histeris, anak tidak mau membaur atau berbicara dengan orang lain selain anggota keluarganya, atau setiap ditegur, anak justru akan mengamuk hebat, mungkin Moms alami setiap hari. Namun jika Moms sendiri sudah benar-benar kewalahan dengan perilakunya, sebaiknya segera periksa ke dokter.
3. Apakah perilaku tersebut sesuai dengan usianya?
Perhatikan jika anak menunjukkan perilaku yang tak wajar bagi anak seusianya. Contohnya, anak yang berusia 10 tahun masih sering mengompol. Cara lain untuk melihatnya adalah membandingkan perkembangan anak saat ini dengan bertahun-tahun sebelumnya. Jika anak berusia delapan tahun namun sifat dan kelakuannya masih sama dengan perilakunya di usia empat atau lima tahun, berarti ada sesuatu yang mengganggu perkembangannya.
4. Apa yang memicu perilakunya?
Cari tahu apakah pemicu perilaku tersebut wajar atau tidak. Kebanyakan anak dengan gangguan perilaku dan emosi akan bereaksi terhadap hal-hal yang oleh banyak orang dianggap sepele, misalnya ketika adiknya ingin meminjam mainannya padahal ia sendiri tidak sedang memainkan mainan tersebut. Selain itu contoh lainnya ketika ditanya soal pelajaran di sekolah, emosinya bisa tiba-tiba meledak. Padahal, anak sedang dalam keadaan sehat, cukup istirahat, dan tidak kekurangan apa pun. Jika interaksi sehari-hari saja sudah bisa memicu emosi dan perilaku anak yang tak wajar, tak ada salahnya Moms memeriksakan si kecil.
Moms pernah mengalami hal-hal di atas? Langkah apa yang Moms ambil saat itu? Ceritakan pengalaman Moms di kolom komentar, yuk.
(IA)
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.