Kenali Hipogonadisme Pada Anak Laki-Laki Sejak Dini, Ini Gejalanya
Kondisi hipogonadisme pada anak laki-laki tidak selalu terlihat jelas, dan pada banyak kasus bahkan baru diketahui karena anak tidak kunjung menunjukkan perubahan fisik maupun seksual di usia memasuki masa pubertas.
Hipogonadisme sendiri sebenarnya bisa terjadi pada anak laki-laki maupun anak perempuan, akibat kelenjar reproduksi (testis atau ovarium) tidak memproduksi cukup hormon seksual. Akibatnya, fungsi reproduksi dan seksual penderitanya jadi terganggu.
Nah, seperti apa gejala hipogonadisme pada anak laki-laki dan adakah cara untuk mengatasinya? Silakan simak penjelasan berikut untuk tahu jawabannya ya, Moms.
Penyebab dan Jenis Hipogonadisme Pada Anak Laki-Laki
Foto: Womensfamilylawyers.com
Secara umum, hipogonadisme pada anak laki-laki dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana testis gagal memproduksi hormon testosteron, sperma, atau keduanya.
Menurut Children’s Hospital of Philadelphia, saat ini diketahui ada dua jenis hipogonadisme pada anak laki-laki berdasarkan penyebabnya, yaitu:
- Hipogonadisme primer. Terjadi akibat gangguan fungsi testis, yang bisa disebabkan oleh sindrom klinefelter, penyakit autoimun, infeksi, penyakit ginjal atau hati, radiasi, maupun prosedur operasi.
- Hipogonadisme sekunder. Terjadi akibat gangguan pada fungsi hipotalamus dan kelenjar pituitari, yang bisa disebabkan oleh gangguan genetik seperti sindrom Kallmann, anoreksia nervosa, kurang gizi, berat badan turun drastis, cidera, tumor, infeksi, atau radiasi.
Baca Juga: Penyebab & Pengobatan Kurang Hormon Testosteron Pada Pria
Gejala Hipogonadisme Pada Anak Laki-Laki
Foto: Parents.com
Sebelum masa puber, hipogonadisme pada anak laki-laki umumnya ditandai oleh kurangnya perkembangan otot, rambut di wajah sedikit atau tidak ada sama sekali, juga gangguan pertumbuhan secara umum.
Kondisi hipogonadisme akan lebih jelas pada anak laki-laki ketika ia memasuki usia puber, tapi tidak menunjukkan perubahan fisik maupun seksual seperti pertumbuhan rambut pada kemaluan dan area tubuh lain, perubahan suara, pembesaran testis dan pertumbuhan penis, maupun lonjakan tinggi badan.
Baca Juga: Ini Efek Buruk Kurang Gizi bagi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Mengatasi Hipogonadisme Pada Anak Laki-Laki
Foto: Musculardystrophynews.com
Melansir ensiklopedia kesehatan University of Rochester, hipogonadisme yang tak diatasi juga bisa meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes, sindrom metabolik, kanker prostat, mandul, dan osteoporosis di masa depan.
Karena itulah, setelah kondisi hipogonadisme sudah bisa dipastikan melalui tes darah dan tes hormon, biasanya dokter akan merekomendasikan anak untuk melalui berbagai prosedur seperti:
- Menunggu. Sekitar dua pertiga anak laki-laki mengalami penundaan pubertas selama beberapa tahun karena kadar testosteron rendah, tapi kemudian akan berkembang dengan normal.
- Terapi penggantian testosteron yang dilakukan selama 6-12 bulan, untuk memicu pubertas dan memulai peningkatan perkembangan massa otot, pertumbuhan penis, serta pertumbuhan rambut di wajah dan kemaluan.
- Pemberian hormon pituitari untuk menstimulasi pertumbuhan testis.
Ingat ya Moms, kondisi hipogonadisme pada anak laki-laki sebenarnya tidak berbahaya, tapi perlu diatasi sejak sedini mungkin untuk meningkatkan kualitas hidup Si Kecil di masa depan kelak.
Baca Juga:Tepatkah Pemberian Pendidikan Seks Untuk Anak?
Nah, setujukah Moms kalau orang tua perlu lebih jeli memperhatikan tahapan perkembangan seksual normal pada anak supaya bisa segera mengenali gejala hipogonadisme?
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.