Khutbah Idul Fitri, Penuh Rasa Syukur Sambut Hari Kemenangan
Khutbah Idul Fitri menjadi salah satu bagian penting dalam rangkaian salat Id.
Biasanya khutbah Idul Fitri ini dibacakan setelah salat berjemaah dua rakaat selesai dilaksanakan.
Hari Raya Idul Fitri menjadi hari penuh sukacita dan syukur yang dinantikan umat Muslim.
Maka dari itu, tak sedikit khutbah Idul Fitri yang berisikan pesan rasa syukur dan suka cita dalam menyambut hari kemenangan ini.
Berikut Orami rangkum khutbah Idul Fitri dari NU yang bisa Dads contoh. Disimak yuk!
Baca Juga: Makna Hari Idulfitri Menurut Ayat Al-Qur'an dan Hadis
Khutbah Idul Fitri
Berikut ini beberapa contoh khutbah Idul Fitri yang dikutip dari NU Online. Yuk, pahami!
Khutbah Idul Fitri Pertama
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Alhamdulillah, syukur yang tiada terkira kita panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wata’ala.
Sebab, atas rida dan rahmat-Nya kita bisa berkumpul di tempat ini untuk menunaikan rangkaian ibadah salat Idul Fitri.
Sembari kita mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran-Nya.
Saat ini juga kita patut bergembira karena selama bulan puasa, kita diberi kesempatan untuk menambah pundi-pundi pahala, juga menghapus dosa-dosa.
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: "Barang siapa berpuasa Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Atas karunia besar ini, sudah seharusnya kita senantiasa terus-menerus berupaya sepenuh hati meningkatkan ketakwaan dalam diri kita dengan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah, Idul Fitri sering dimaknai sebagai hari raya sekaligus pertanda berakhirnya ibadah puasa Ramadan.
Dalam budaya Nusantara ini, ia lebih masyhur dengan istilah lebaran (terselesaikan).
Dalam kamus Al-Ma’any Idul Fitri dimaknai sebagai,
اَليَوْمُ اْلأوَّلُ الَّذِي يَبْدَأُ بِهِ الإفْطَارُ لِلصَّائِمِيْنَ
“Hari pertama bagi orang-orang yang berpuasa Ramadan mulai kembali berbuka dengan makan dan minum seperti di hari-hari biasa.”
Selain itu ada juga yang memaknai Idul Fitri dengan ‘kembali suci atau terbebas dari dosa’.
Makna ini disandarkan pada hadis tentang keutamaan dihapusnya dosa bagi orang yang berpuasa.
Tiga makna di atas tentu tidaklah keliru, tapi pada kesempatan yang berbahagia ini, khatib ingin mengajak menyelami makna fitrah dalam Al-Qur’an.
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah.
Allah subhanahu wata’ala memerintahkan dalam Al-Qur’an agar menghadapkan wajah kita kepada agama yang lurus sebagai fitrah kehambaan kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah, disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu.
Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (QS. Ar-Rum: 30).
Dalam kata lain, Idul Fitri adalah konsep kehambaan yang mengantarkan kita untuk kembali mengenal Allah subhanahu wata’ala.
Bukankah tanpa kita sadari bahwa Ramadan yang telah berlalu mengantarkan sekaligus mengajarkan kita untuk kembali mengenal Allah melalui beragam ibadah.
Kenal kembali kepada Allah melalui puasa, qiyamullail, salat berjamaah, membaca Al-Qur’an, sedekah, memberi buka puasa, dan lain-lain, yang semuanya tidak bisa kita lakoni kecuali di bulan Ramadan.
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah, Jika Ramadan telah mengajarkan kita untuk mengenal Allah, Idul Fitri ibarat puncak tujuan bahwa kita betul-betul diharapkan sudah kembali mengenal Allah.
Setelah kita mengenal Allah, tugas terbesar saat ini adalah bagaimana cara merawatnya, jangan sampai kita hanya mengenal Allah saat Ramadan saja.
Sebagaimana yang disampaikan oleh seorang ulama saleh terdahulu yaitu Bisyr Al-Hafi,
بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ الصَّالِحَ الَّذِي يَتَعَبَّدُ وَ يَجْتَهِدُ
السَّنَةَ كُلَّهَا
“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah di bulan Ramadan saja.
Ingat, orang yang saleh yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun” (Lathaif Al-Ma’arif, h. 390).
Demikianlah khutbah Idul Fitri tahun 1445 H, semoga Allah subahanahu wa ta’ala menerima semua amal ibadah Ramadan kita.
Semoga Allah subahanahu wa ta’ala memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kita sehingga tugas-tugas yang telah diamanahkan kepada kita dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Amin ya rabbal 'alamin.
Baca Juga: 4 Resep Sayur Ketupat Lebaran, Masakan yang Wajib Tersaji di Meja Makan saat Idulfitri dan Iduladha
Khutbah Idul Fitri Kedua
Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah.
Pada kesempatan kali ini, mari kita juga terus menguatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT yang merupakan tujuan utama sekaligus buah dari perintah puasa di bulan Ramadan.
Sebagaimana ditegaskan dalam ayat Al-Qur’an yang sangat masyhur tentang perintah puasa yakni:
يٰٓاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah:183).
Sehingga bisa dikatakan bahwa hari ini, setelah kita melaksanakan ibadah puasa dengan iman dan kepasrahan diri kepada Allah, sikap-sikap ketakwaan sudah seharusnya bersemayam dalam diri kita.
Sikap itu di antaranya adalah keteguhan hati untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Idul Fitri kali ini juga menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk mengumandangkan takbir sebagai wujud mengagungkan Allah SWT.
Allah lah yang paling berhak atas segala apa yang terjadi di alam semesta, termasuk apapun yang terjadi pada diri kita.
Kita adalah makhluk-Nya yang lemah tiada daya.
Makhluk yang diciptakan dari tanah yang proses penciptaannya memberikan pelajaran mendalam bagi kesadaran tentang siapa kita, di mana kita, dan akan ke mana kita.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minun ayat 12:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ طِيْنٍ
Artinya, “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (yang berasal) dari tanah.”
Kemudian dilanjutkan dengan ayat 13:
ثُمَّ جَعَلْنٰهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ
Artinya: “Kemudian, Kami menjadikannya air mani di dalam tempat yang kukuh (rahim).”
Selanjutnya Allah SWT menjelaskan keagungan dan kekuasaan-Nya memproses terbentuknya jasad dan ruh kita dalam ayat 14:
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظٰمًا فَكَسَوْنَا الْعِظٰمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنٰهُ خَلْقًا اٰخَرَۗ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخٰلِقِيْنَۗ
Artinya: “Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung (darah).
Lalu, sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal daging. Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang.
Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain.
Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta.”
Tiga ayat ini menyadarkan kita untuk kembali merenungkan betapa agung-Nya Allah swt dan betapa lemahnya kita.
Jika kesadaran ini kita tanamkan dalam jiwa kita, maka bisa dipastikan kita akan senantiasa patuh dan takut karena cinta kepada Allah SWT.
Dari 3 ayat ini kita harus menyadari bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya.
Kita berawal dari kondisi yang lemah dan akan kembali menjadi lemah.
Kita akan melewati sebuah siklus yang berasal dari tidak ada dan akan kembali kepada ketiadaan kembali.
Allah SWT berfirman:
كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Artinya, “Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia akan mematikan kamu;
Dia akan menghidupkan kamu kembali, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan?” (QS Al-Baqarah: 28).
Takbir, tahmid, dan tahlil yang kita kumandangkan dari lisan kita di hari yang fitri ini harus kita tancapkan juga dalam hati kita.
Takbir yang membesarkan nama Allah, harus serta merta mengecilkan nafsu dan kesombongan kita.
Takbir tanda kebahagiaan Idul Fitri, harus serta merta menjadi tanda perubahan untuk menjaga kesucian ini.
Takbir di Idul Fitri ini harus tumbuh dari dalam hati untuk menjadi pujian terbaik bagi penguasa alam semesta.
Mari renungkan kembali doa kita saat i’tidal salat yang setiap hari kita baca:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
Artinya: "Ya Allah Tuhan kami! Bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan Bumi, dan sepenuh barang yang Engkau kehendaki sesudah itu."
Doa ini menjadi sebuah pengakuan kita, atas kebesaran Allah yang lebih besar kebesarannya dari Bumi dan segala isinya.
Doa ini sekaligus harus menyadarkan betapa kecilnya kita di hadapan Allah SWT.
Karena itu, jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah.
Mari jadikan Idul Fitri kali ini sebagai renungan suci akan kebesaran Allah SWT sekaligus tekad untuk menjaga kesucian diri.
Baca Juga: 10 Ide Dekorasi Idul Fitri untuk Hadirkan Suasana yang Meriah dan Ceria
Nah, itulah inspirasi khutbah Idul Fitri yang bisa Dads ketahui. Semoga membantu ya khutbah Idul Fitri ini.
- https://nu.or.id/topik/kumpulan-khutbah-idul-fitri-terfavorit
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.