Hukuman dan Konsekuensi, Mana yang Lebih Baik untuk Mendidik Anak?
Konsekuensi dianjurkan untuk setiap orang tua mendidik anaknya agar lebih disiplin daripada hukuman.
Menurut Jane Nelsen, ED.D., penulis buku The Positive Discipline, memberikan hukuman memang bisa membuat anak berhenti melakukan kenakalan.
Tapi, perubahan perilaku itu didasari oleh rasa takut dan bukan karena bisa membedakan mana yang baik dan buruk.
Saat ini, para pakar psikoterapi anak menganjurkan setiap orang tua untuk mendidik balita dengan konsekuensi.
Selain tidak menimbulkan trauma, konsekuensi juga akan memberikan efek jangka panjang yang lebih positif bagi perilaku dan pola pikir anak.
Sekilas memang mirip, tapi sebenarnya ada perbedaan yang sangat besar antara hukuman dan konsekuensi dalam mendidik anak.
Lantas, apa itu konsekuensi? Dan apa perbedaannya dengan hukuman? Yuk simak penjelasan lebih lanjut di bawah ini!
Apa Itu Konsekuensi?
Konsekuensi adalah perilaku yang berfokus mengajarkan anak bagaimana bertingkah laku lebih baik untuk kedepannya.
Orang tua bisa mengajarkan tentang sebab dan akibat dari apa yang dilakukan oleh anak.
Misalnya, jika anak menumpahkan es krim, Moms akan menyuruhnya untuk membersihkan menggunakan tisu atau lap.
Melansir Journal of Personality and Social Psychology, memberikan konsekuensi yang tepat berfokus untuk menumbuhkan kepercayaan diri anak bahwa dia bisa berperilaku lebih baik di masa depan.
Konsekuensi juga sekaligus membuat anak berpikir “Apa yang akan terjadi bila aku melakukan A atau B?”
Menunjukkan konsekuensi dianggap sebagai cara mendidik balita yang baik, karena:
- Mendorong anak untuk berpikir kritis.
- Mengajarkan anak bertanggung jawab untuk setiap tindakannya.
- Mendorong anak belajar dari kesalahannya.
- Menumbuhkan disiplin dan pengendalian perilaku dari dalam diri.
- Mengajarkan anak cara untuk menghadapi masalah.
- Memberikan contoh nyata mengenai hal baik dan buruk.
Perbedaan Konsekuensi dengan Hukuman
Hukuman biasanya diberikan untuk membuat anak ‘menderita’ karena kesalahan yang dilakukannya.
Bila dilihat lebih dekat, karakter dari setiap hukuman pada dasarnya adalah kritik, sarkasme, ketidaksetujuan, dan dominasi.
Bukan hanya tidak efektif mengajari tentang hal yang benar, mendidik balita dengan hukuman akan menimbulkan efek negatif pada perilaku dan pola pikirnya, seperti:
- Merusak harga diri anak.
- Merusak ikatan kepercayaan dan rasa aman dengan orang tua.
- Menumbuhkan kebencian dan kemarahan anak pada orang tua.
- Hukuman fisik akan menyakiti anak secara fisik dan emosional.
- Mengajarkan anak untuk bertindak karena rasa takut, bukan karena harus melakukan hal yang benar.
- Tidak mengajarkan tentang pengendalian diri dan disiplin.
Sebuah penelitian Journal of Kathmandu Medical College, memberikan hukuman juga akan membuat anak kurang mampu berpikir kritis, serta menganggap bahwa memaksa, mengintimidasi, dan balas dendam pada orang lain itu boleh dilakukan.
Secara singkat, memberikan hukuman akan membuat anak berpikir “Mama jahat” ketimbang “Aku sudah melakukan kesalahan.”
Berbeda dengan konsekuensi. Sebab konsekuensi mensyaratkan komunikasi dengan anak mengenai pilihan dan tanggung jawabnya atas perilaku mereka.
Tugas Moms sebagai orang tua adalah membantu Si Kecil belajar bagaimana menghadapi hasil pilihan mereka, betapapun sulit atau tidak menyenangkan.
Konsekuensi lebih menghormati hak anak untuk mengambil keputusan.
Ini adalah cara belajar dari pengalaman yang sebenarnya. Moms akan menjaga hubungan yang lebih baik dengan anak saat meminta pertanggungjawaban dari mereka.
Mana yang Lebih Baik, Hukuman atau Konsekuensi?
Dilihat dari berbagai sisi, mendidik balita dengan menunjukkan konsekuensi jelas bisa memberikan efek jangka panjang yang lebih positif untuk perkembangan pola pikir, perilaku, dan kepribadiannya ya, Moms?
Konsekuensi membuat anak belajar untuk memilih tindakan yang benar atau salah.
Jika anak sudah bisa memilih yang benar, secara tidak langsung akan terbentuk kepribadian yang lebih baik.
Harus diakui, memang banyak orang tua yang mendidik balita dengan memberikan hukuman karena meniru pola asuh yang mereka terima saat masih kecil dulu.
Apalagi kalau Moms sedang lelah atau emosi, hukuman biasanya menjadi reaksi spontan yang paling mudah dilakukan.
Saat usia buah hati masih balita, belum terlambat bagi setiap orang tua untuk mulai lebih cerdas dalam menerapkan pola asuh, serta mengadopsi cara mendidik dan mendisiplinkan anak yang lebih baik.
Cara Memberikan Konsekuensi yang Tepat
Memberikan konsekuensi agar anak disiplin memang butuh waktu dan kesabaran.
Namun, bukan berarti Moms tidak bisa melakukannya dan kemudian menyerah begitu saja.
Ada beberapa cara memberikan konsekuensi yang tepat untuk anak, seperti:
1. Sabar dan Bertahap
Membuat Si Kecil patuh dan rela menjalankan konsekuensi memang tidak bisa sekali berhasil.
Moms bisa melakukannya dengan sabar dan bertahap agar anak lebih mengerti.
Misalnya, ketika Moms mengenalkan konsekuensi saat anak tidak membereskan mainan, jangan membereskan mainannya terlebih dahulu.
Kalimat seperti, “Waah, lihat Kak, robotnya seneng banget masuk kotak. Katanya, biar tidak kedinginan!” atau kalimat sejenis bisa menarik anak untuk mendekat.
Jika anak berpartisipasi, beri pujian dan jika tidak jangan langsung emosi ya Moms.
Sebaiknya beri tenggang waktu berapa kali Moms akan membereskan tanpa bantuan anak hingga akhirnya konsekuensi diterapkan.
Misal, selama 7 hari. Maka setiap harinya terus ucapkan, “Moms bantu ya hari ini, tapi mulai Senin Moms akan simpan mainan di lemari Moms kalau Kakak tidak membereskan mainan sendiri.”
2. Fokus Pada Permasalahan
Hindari memberikan konsekuensi yang tidak ada kaitannya.
Misalnya ketika anak tidak mau makan, maka Moms melarangnya menonton televisi selama 2 minggu atau tidak mendapat uang jajan 3 hari.
Jangan melampiaskan marah berlebih yang akibatnya hanya memperpanjang daftar konsekuensi.
Saat fokus pada masalah, maka mudah bagi anak tahu dan jelas dimana kesalahannya.
3. Tidak Terlalu Sering
Terlalu sering memberi konsekuensi yang sama dalam jangka waktu lama dapat membuat anak tidak lagi termotivasi untuk memperbaiki perilakunya.
Membuat konsekuensi yang berbeda-beda setelah periode waktu tertentu dapat menjadi solusi.
Jika perilaku negatif masih berulang, mungkin Moms bisa melakukan upaya pencegahan seperti:
- memeriksa apakah semua kebutuhannya sudah terpenuhi
- memberi perhatian positif atau waktu berkualitas berdua
- memberi pujian
- membuat sistem reward atau hadiah
Cara Mendisiplinkan Anak Tanpa Kekerasan
Mendisiplinkan anak tanpa kekerasan bisa dilakukan dengan pendekatan yang positif dan penuh kasih sayang. Berikut beberapa cara yang bisa dicoba:
- Memberi Contoh yang Baik
Anak sering meniru perilaku orang dewasa di sekitarnya. Berikan contoh perilaku yang ingin kamu lihat dari mereka, seperti berbicara dengan tenang dan mengendalikan emosi. - Konsisten dengan Aturan
Buat aturan yang jelas dan sederhana, kemudian terapkan secara konsisten. Anak membutuhkan struktur untuk merasa aman dan memahami batasan yang ada. - Berikan Pujian dan Penghargaan
Apresiasi perilaku baik anak dengan pujian atau penghargaan. Ini akan mendorong mereka untuk terus berperilaku positif. - Terapkan Konsekuensi yang Relevan
Jika anak melanggar aturan, berikan konsekuensi yang logis dan relevan dengan perilaku tersebut. Misalnya, jika mereka tidak membereskan mainan, konsekuensinya mereka harus membereskannya sebelum bermain lagi. - Komunikasi Terbuka
Ajarkan anak untuk mengungkapkan perasaan mereka dan dengarkan apa yang mereka katakan. Anak yang merasa didengar lebih mungkin mengikuti aturan karena merasa dipahami. - Berikan Pilihan
Memberikan pilihan memungkinkan anak merasa memiliki kendali atas tindakan mereka. Misalnya, "Kamu bisa merapikan mainan sekarang atau setelah makan siang, tapi itu harus diselesaikan hari ini." - Gunakan Time-Out dengan Tepat
Time-out bisa menjadi cara yang efektif untuk memberikan anak waktu menenangkan diri. Pastikan anak memahami tujuannya, yaitu untuk refleksi, bukan hukuman. - Latih Keterampilan Pemecahan Masalah
Ajarkan anak cara menyelesaikan masalah dengan baik. Libatkan mereka dalam proses mencari solusi saat ada konflik atau kesalahan. - Hindari Berteriak atau Menghukum Fisik
Berteriak atau memukul hanya akan membuat anak takut, bukan belajar dari kesalahan. Cobalah untuk tetap tenang dan kendalikan emosi saat menghadapi situasi sulit. - Tetapkan Target yang Realistis
Pastikan aturan dan ekspektasi sesuai dengan usia dan tahap perkembangan anak. Misalnya, anak usia 3 tahun tidak dapat diharapkan duduk diam selama 30 menit.
Nah itu dia Moms penjelasan mengenai konsekuensi dan hukuman.
Pada dasarnya, jika Moms sudah memiliki aturan dan konsekuensi yang jelas keteraturan dan disiplin anak akan terbentuk dengan baik.
- https://www.researchgate.net/publication/335110307_Family_Environment_and_Self-Esteem_Development_A_Longitudinal_Study_from_Age_10_to_16
- https://www.researchgate.net/publication/270126600_Corporal_punishment_and_its_effects_in_children
- https://www.verywellfamily.com/make-consequences-more-effective-1094774
- https://www.healthychildren.org/English/family-life/family-dynamics/communication-discipline/Pages/Disciplining-Your-Child.aspx
- https://www.empoweringparents.com/article/how-to-give-kids-consequences-that-work/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.