21 November 2024

15 Ciri Strict Parents dan Dampak Buruknya terhadap Anak

Salah satu ciri strict parents adalah tidak mengizinkan anak keluar rumah

Strict parents adalah sebutan untuk orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter.

Orang tua seperti ini cenderung selalu menuntut banyak dari anak, namun kurang responsif terhadap kebutuhan mereka.

Strict parents, atau orang tua yang menerapkan aturan ketat pada anak, sering kali menetapkan harapan yang sangat tinggi terhadap perilaku dan pencapaian anak-anaknya.

Yuk, simak ciri-ciri lainnya, Moms.

Baca juga: Ciri Pola Asuh Permisif dan Dampak Buruknya pada Anak

Ciri-Ciri Strict Parents

Ciri-Ciri Strict Parents
Foto: Ciri-Ciri Strict Parents (Orami Photo Stock)

Strict parents biasanya berfokus pada kepatuhan terhadap otoritas.

Alih-alih menghargai pengendalian diri dan mengajarkan anak untuk mengelola perilaku mereka sendiri.

Lantas, bagaimana ciri-ciri strict parents? Berikut ini di antaranya:

1. Menuntut, tapi Tidak Responsif

Strict parents biasanya memiliki banyak aturan untuk anak-anaknya.

Bahkan mungkin mereka adalah orang tua yang selalu mengatur anaknya dan perilaku anak-anak mereka, baik di rumah atau di depan umum.

Selain itu, mereka juga memiliki banyak aturan tidak tertulis yang diharapkan dipatuhi oleh anak-anak.

Walaupun anak-anak menerima sedikit atau tidak sama sekali instruksi eksplisit tentang "aturan" ini.

Anak-anak hanya diharapkan untuk mengetahui bahwa aturan-aturan ini ada dan mengikutinya.

2. Dingin, Kasar, dan Acuh

Orangtua dengan gaya pengasuhan ini sering kali terlihat dingin, menyendiri, dan kasar.

Mereka lebih cenderung mengomel atau meneriaki anak-anak mereka daripada memberi dukungan dan pujian.

Mereka menjunjung tinggi kedisiplinan, daripada kesenangan. Mereka juga hanya ingin anak-anak patuh, tapi tidak mau mendengarkannya.

3. Tidak Ragu dalam Memberi Hukuman

Strict parents biasanya tidak akan ragu untuk memberi hukuman pada anak, termasuk hukuman fisik.

Ini akan dilakukan setiap anak melanggar aturan yang sudah dibuat.

Alih-alih memberi penjelasan bahwa yang anak lakukan itu salah, strict parents lebih memilih untuk menghukum sebagai cara pendisiplinan.

4. Tidak Memberi Anak Pilihan

Strict parents tidak akan memberi anak pilihan. Mereka akan menetapkan aturan dan memaksa anak mengikuti cara yang ia pilih.

Hanya ada sedikit ruang untuk negosiasi. Mereka juga jarang membiarkan anak-anak mereka membuat pilihan sendiri.

Dalam aspek apapun, strict parents yang akan membuat keputusan untuk anak.

Baca juga: Generasi Alpha, Anak-Anak Kaum Milenial yang Sudah Serba Digital

5. Tidak Mau Memberi Penjelasan

Orang tua yang tergolong strict parents biasanya ingin anak-anak mereka bersikap baik dan menghindari hal-hal yang buruk.

Namun, mereka tidak mau menjelaskan mengapa anak-anak harus menghindari perilaku tertentu.

Mereka cenderung tidak sabar jika harus menjelaskan dan membuat anak mengerti.

Akhirnya, mereka memilih membuat aturan yang ketat dan memaksa anak mematuhinya tanpa mempertanyakannya.

6. Tidak Percaya pada Anak

Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan strict parents cenderung tidak mempercayai anak-anak mereka untuk membuat pilihan yang baik.

Orang tua dengan gaya pengasuhan ini tidak memberikan banyak kebebasan kepada anak-anaknya.

Daripada membiarkan anak-anak membuat keputusan sendiri dan menghadapi konsekuensi alami atas pilihan tersebut.

Strict parents akan memilih untuk mengarahkan anak-anak mereka untuk memastikan bahwa mereka tidak membuat kesalahan.

7. Tidak Mau Bernegosiasi

Ilustrasi Orang Tua Memarahi Anak
Foto: Ilustrasi Orang Tua Memarahi Anak (Orami Photo Stock)

Tidak ada area abu-abu pada orang tua yang termasuk strict parents.

Setiap situasi dipandang sebagai hitam dan putih, dan hanya ada sedikit atau tidak ada ruang untuk kompromi.

Anak-anak dari strict parents tidak akan mendapatkan kesempatan untuk bersuara atau bernegosiasi. Terutama ketika harus menetapkan aturan atau membuat keputusan.

8. Membuat Anak Merasa Malu untuk Memaksa Patuh

Strict parents mungkin menggunakan rasa malu untuk memaksa anak-anak mengikuti aturan.

Mereka dapat melontarkan kalimat seperti "Mengapa kamu selalu melakukan itu?", "Mengapa kamu tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar?"

Dengan tujuan untuk membuat anak merasa malu karena tidak bisa patuh atau memahami aturan dengan baik.

Daripada mencari cara untuk membangun harga diri anak-anak, orang tua seperti ini sering percaya bahwa rasa malu memotivasi anak-anak untuk berbuat lebih baik.

9. Tidak Mengizinkan Anak Pergi dengan Teman-Teman

Melansir dari Mom Junction, tanda strict parents yang pertama adalah orang tua tidak mengizinkan anak, terlebih anak remaja untuk menginap atau nongkrong di malam hari.

Bagi anak remaja, pergi nongkrong ataupun keluar bersama teman-teman adalah hal yang paling dibutuhkan.

Namun jika orang tua terlalu sering melarang, hal ini membuat anak kehilangan kemampuan bersosialnya.

10. Kerap Memberikan Ancaman

Mengancam Si Kecil hanya menumbuhkan perilaku tidak baik dalam dirinya.

Ketimbang memberikan ancaman, Moms bisa memberikan pemahaman tentang konsekuensi yang terjadi apabila Si Kecil menuntut hal yang tidak bisa Moms berikan.

Terlebih hindari memberikan ancaman yang menakutkan seperti akan mengusir Si Kecil dari rumah atau akan menghancurkan semua maiannya.

11. Membuat Terlalu Banyak Peraturan

Tanda strict parents yang satu ini merupakan salah satu tanda yang sangat menunjukkan pola pengasuhan yang mengekang, lho Moms!

Melansir dari WebMD, menerapkan banyak aturan membuat anak menjadi kurang eksplorasi.

Sebaliknya, terapkan sedikit aturan namun kuatkan kepada konsekuensi dalam perbuatannya.

Hal ini juga mendorong Si Kecil untuk berpikir aktif mengenai risiko ketika ia berperilaku.

12. Memantau Penggunaan Teknologi Berlebihan

Orang tua yang strict cenderung sangat memperhatikan dan mengontrol penggunaan teknologi oleh anak-anak mereka.

Hal ini mencakup berbagai aspek seperti durasi penggunaan, jenis konten yang diakses, serta interaksi sosial melalui perangkat teknologi.

Pemantauan bermanfaat, tetapi penting bagi orang tua menyeimbangkannya dengan memberi ruang agar anak belajar mandiri dan mengembangkan keterampilan teknologi yang sehat.

13. Menuntut Akademis Anak Selalu Bagus

Orang tua strict cenderung memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap prestasi akademis anak-anak mereka.

Mereka sering kali menuntut agar anak-anak mencapai nilai yang sangat baik dan terus-menerus berprestasi di sekolah.

Meski bisa meningkatkan motivasi, tetapi anak-anak juga mungkin akan mengalami stres dan tekanan yang berlebihan untuk memenuhi harapan akademis yang tinggi.

Hal ini dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional dan mental mereka.

14. Mengabaikan Kebutuhan Anak

Strict parents cenderung terlalu fokus pada aturan dan kedisiplinan sehingga sering kali mengabaikan kebutuhan emosional anak.

Mereka mungkin tidak memberikan cukup perhatian terhadap perasaan atau kekhawatiran anak.

Akibatnya, membuat anak merasa tidak dihargai atau kurang dicintai.

Sikap ini bisa berdampak negatif pada hubungan orang tua dan anak, karena anak merasa tidak punya tempat aman untuk mengekspresikan diri secara emosional.

15. Memprioritaskan Hasil daripada Proses

Orang tua strict sering kali hanya memandang hasil akhir, seperti prestasi akademis atau perilaku sempurna, tanpa memperhatikan proses yang dilalui anak untuk mencapainya. M

ereka mungkin kurang menghargai usaha anak, yang bisa membuat anak merasa tidak dihargai meskipun telah berusaha keras.

Ini bisa mengurangi motivasi anak untuk mencoba hal-hal baru karena mereka takut hasilnya tidak sesuai dengan harapan orang tua.

Penyebab Orang Tua Menjadi Strict Parents

Penyebab Orang Tua Menjadi Strict Parents
Foto: Penyebab Orang Tua Menjadi Strict Parents (Orami Photo Stock)

Pengasuhan otoriter yang diterapkan strict parents seringkali bukanlah sesuatu yang dilakukan dengan sengaja.

Ada beberapa faktor yang dapat memicu mereka menerapkan gaya pengasuhan seperti ini, yaitu:

1. Punya Pengalaman yang Sama

Sebuah studi di jurnal Child Maltreatment menemukan hal menarik mengenai pemicu seseorang menjadi strict parents.

Para peneliti menemukan bahwa orangtua yang masa kecilnya terpapar pola asuh otoriter, cenderung menjadi strict parents di kemudian hari.

Mereka merasa lebih suka membesarkan anak-anak mereka sendiri dengan pola dan sikap yang sama.

Salah satu kemungkinannya adalah karena mereka merasa cara itulah yang paling tepat untuk mengasuh anak.

Termasuk dalam membuat anak menjadi disiplin.

2. Memiliki Kepribadian yang Kurang Menyenangkan

Setiap orang memiliki kepribadian masing-masing.

Ada orang yang memiliki kepribadian ramah dan menyenangkan, serta ada pula yang kebalikannya.

Orang yang memiliki kepribadian kurang menyenangkan cenderung kurang berempati dan lebih sering berpikir negatif, sehingga lebih mungkin menjadi strict parents.

Mereka juga memiliki hubungan yang lebih sulit secara umum, termasuk dengan anak-anak mereka sendiri.

Baca juga: 5+ Prinsip dan Ciri Sekolah Ramah Anak, Moms Wajib Tahu!

3. Tingkat Neurotisme yang Tinggi

Studi di Iranian Journal of Psychiatry menunjukkan bahwa strict parents cenderung memiliki tingkat neurotisme yang lebih tinggi.

Neurotisme merupakan dimensi kepribadian yang menyangkut kestabilan emosi. Ini ditandai dengan:

  • Kecemasan
  • Keraguan
  • Depresi
  • Perasaan negatif lainnya

Dampak Buruk Strict Parents terhadap Anak

Dampak Buruk Strict Parents terhadap Anak
Foto: Dampak Buruk Strict Parents terhadap Anak (Orami Photo Stock)

Pola asuh orang tua memegang peran penting dalam pembentukan karakter, kepribadian, dan kemampuan anak menghadapi dunia.

Termasuk dalam keterampilan sosial dan prestasi akademik.

Orangtua yang termasuk golongan strict parents tentu sangat menyayangi anaknya.

Mereka pada dasarnya ingin anak menjadi yang terbaik dan mendapatkan hal terbaik dalam hidupnya.

Namun, sikap seperti ini juga menjadi boomerang bagi berbagai aspek hidup anak.

Melansir literatur di National Center for Biotechnology Information, anak-anak yang tumbuh dengan orang tua otoriter bisa membuat anak memiliki tingkat agresi yang tinggi, mungkin juga pemalu dan tidak terampil secara sosial, serta tidak mampu membuat keputusan sendiri.

Mereka juga bisa mengembangkan perilaku memberontak hingga usia dewasa.

Berikut ini penjelasan lengkapnya mengenai dampak buruk yang dapat dialami anak yang diasuh oleh strict parents.

1. Rendahnya Harga Diri

Anak-anak yang terus-menerus dikritik atau dibandingkan dengan orang lain dapat merasa tidak mampu dan memiliki citra diri yang negatif.

2. Ketergantungan yang Berlebihan dan Tidak Mandiri

Anak yang tidak diberi kesempatan membuat keputusan sendiri cenderung tumbuh menjadi dewasa yang bergantung pada orang lain.

Tidak seperti anak yang dibesarkan oleh orang tua pada umumnya, anak-anak yang dibesarkan oleh strict parents biasanya tidak didorong untuk bertindak secara mandiri.

Ini membuat mereka tidak pernah benar-benar belajar bagaimana menetapkan batasan dan standar pribadi mereka sendiri.

Kurangnya kemandirian ini pada akhirnya dapat menyebabkan masalah ketika orangtua atau figur otoritas tidak ada di dekat mereka.

3. Anak Menjadi Pemberontak

Kontrol yang ketat, bisa membuat beberapa anak menjadi memberontak dan gemar melawan.

Mereka juga mungkin memiliki perilaku yang lebih agresif terhadap orang lain.

Selain itu bisa juga timbul gejala masalah kepribadian seperti hiperaktif dan masalah perilaku hingga kesulitan dalam mengendalikan diri.

Ke depannya ini bisa memicu perilaku berisiko seperti penyalahgunaan zat atau masalah dengan hukum.

4. Kurangnya Kemampuan Mengatasi Masalah

Anak yang selalu dilindungi dari kesulitan mungkin tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi tantangan di masa depan.

5. Kecemasan dan Depresi

Tekanan untuk memenuhi standar yang sangat tinggi dan takut gagal dapat meningkatkan risiko anak mengalami gangguan kecemasan dan depresi.

6. Kurangnya Kemampuan Sosial

Jika anak terlalu sering diisolasi atau dilarang berinteraksi dengan teman-temannya, mereka mungkin tidak mengembangkan keterampilan sosial yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain.

7. Risiko Prestasi Akademik Menurun

Meskipun banyak orang tua ketat berfokus pada prestasi akademik, tekanan yang berlebihan dapat sebenarnya mengurangi motivasi anak untuk belajar dan menghasilkan prestasi akademik yang menurun.

8. Kurangnya Inisiatif

Ilustrasi Anak Pemalu
Foto: Ilustrasi Anak Pemalu (Orami Photo Stock)

Anak yang terbiasa diatur dan diberi tahu apa yang harus dilakukan mungkin kurang memiliki motivasi dan inisiatif untuk mencari tahu dan belajar sendiri.

9. Kesulitan dalam Hubungan di Masa Depan

Pengalaman dengan orang tua yang terlalu mengendalikan dapat memengaruhi cara anak memandang hubungan dan interaksi dengan pasangan atau teman di masa depan.

Terbiasa dibesarkan dengan pola asuh yang otoriter, bisa membuat anak punya pemahaman yang kurang tepat mengenai kasih sayang.

Mereka bisa saja mengaitkan kepatuhan yang ketat sebagai bentuk dari cinta.

10. Cenderung Menarik Diri

Anak mungkin merasa tidak aman untuk menyampaikan pendapat atau perasaannya dan memilih untuk menarik diri.

11. Sulit Membentuk Jati Diri pada Remaja

Remaja yang terlalu dikontrol mungkin kesulitan dalam proses pembentukan identitas, yang merupakan bagian penting dari perkembangan mereka.

12. Anak Menjadi Sering Berbohong

Pola asuh yang diterapkan oleh strict parents membuat anak takut akan hukuman yang bisa membuatnya berbohong untuk menghindari hukuman tersebut.

Anak mungkin berbohong untuk menjaga kebebasan mereka dalam situasi di mana mereka merasa kehidupan mereka terlalu dikontrol.

Baca juga: 6 Cara Mengajarkan Anak Menyelesaikan Masalah, Coba Yuk Moms!

13. Anak Menjadi Tidak Bahagia

Pola asuh yang terlalu ketat sering kali dapat berdampak pada kebahagiaan dan kesejahteraan emosional anak.

Anak mungkin merasa terus-menerus berada di bawah tekanan untuk memenuhi standar yang tinggi atau ekspektasi yang tidak realistis, yang bisa menyebabkan stres.

Ketakutan untuk berekspresi, rasa kehilangan kontrol, dan ancaman hukuman dapat membuat anak merasa tidak bahagia.

Apalagi jika anak terlalu sering dilarang untuk berinteraksi dengan teman atau keluar rumah, mereka mungkin merasa terisolasi dan kesepian.

Ketidakbahagiaan muncul saat anak terpecah antara memenuhi ekspektasi orang tua dan mengejar keinginan atau keyakinan mereka sendiri.


Cara agar Tidak Menjadi Strict Parents

Cara agar Tidak Menjadi Strict Parents
Foto: Cara agar Tidak Menjadi Strict Parents (Orami Photo Stock)

Melihat dampak buruk yang mungkin dialami oleh anak, sebagai orang tua, perlu menghindari diri agar tidak menjadi strict parents.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Moms dan Dads pertimbangkan:

1. Refleksi Diri

Tanyakan pada diri Moms mengapa Moms cenderung menjadi ketat terhadap anak.

Apakah karena rasa takut, pengalaman masa lalu, atau keinginan untuk melindungi anak Anda?

Memahami dasar motivasi ini jadi langkah pertama untuk mengubah perilaku.

2. Perkaya Diri dengan Pengetahuan Seputar Pengasuhan

Bacalah literatur tentang gaya pengasuhan yang berbeda.

Semakin banyak Moms tahu tentang pendekatan yang berbeda, semakin besar kemungkinan Moms untuk menemukan gaya yang sesuai untuk Moms dan Si Kecil.

3. Terapkan Komunikasi Terbuka dengan Anak

Dengarkan kekhawatiran, kebutuhan, dan perasaan mereka.

Dengan memahami perspektif anak, Moms dapat lebih mudah mengadaptasi pendekatan pengasuhan yang pas.

4. Kurangi Tuntutan yang Tidak Realistis

Terkadang, orang tua menetapkan standar yang terlalu tinggi bagi anak-anak mereka.

Ini bisa membuat anak merasa tertekan dan tidak mampu memenuhi harapan.

5. Ajarkan dengan Contoh

Daripada memberi tahu anak apa yang harus dilakukan, tunjukkan perilaku yang Moms inginkan.

Ini lebih efektif daripada sekadar memberi perintah.

6. Tetapkan Batasan dengan Alasan

Batasan adalah penting, tetapi penting juga untuk menjelaskan mengapa batasan tersebut ada.

Anak yang memahami alasan di balik batasan lebih mungkin untuk mematuhinya.

7. Hindari Menggunakan Hukuman

Fokuslah pada konsekuensi yang didapat anak atas tiap pilihan dan perilakunya. Termasuk untuk kesalahan yang diperbuatnya.

Ini akan memungkinkan anak untuk belajar dari kesalahan mereka tanpa merasa ditekan.

8. Hargai Minat dan Hobi Anak

Coba luangkan waktu untuk mendengarkan dan berpartisipasi dalam aktivitas yang diminati anak.

Sediakan juga alat, buku, atau bahan lain yang dibutuhkan anak untuk mengeksplorasi hobinya.

Anak yang diberi kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan hobinya cenderung lebih mandiri dan kreatif.

Mereka belajar membuat keputusan sendiri dan mengeksplorasi berbagai aspek dari minat mereka.

9. Luangkan Waktu Bersama

Cobalah untuk menghabiskan waktu berkualitas dengan anak. Temani mereka bermain, belajar, atau hanya berbicara.

Ini akan membantu Moms memahami mereka dan sebaliknya.

Dengan berkomitmen untuk memberikan ruang bagi pertumbuhan Si Kecil yang maksimal dan bahagia, penting bagi orang tua memiliki kesediaan untuk belajar dan beradaptasi.

Moms dan Dads pun dapat menjadi orang tua yang mendukung dan memahami anak, tanpa harus menjadi otoriter dan terlalu mengekang.

  • https://doi.org/10.1177%2F1077559511434945
  • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6178334/
  • https://www.ahaparenting.com/read/strict-parenting
    https://www.verywellmind.com/what-is-authoritarian-parenting-2794955
  • https://www.parents.com/parenting/better-parenting/style/authoritarian-parenting-the-pros-and-cons-according-to-a-child-psychologist/
  • https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK568743/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.