Cegah Stunting Pada Anak dengan Menu MPASI Ini
Sebanyak 7,8 juta dari 23 juta balita di Indonesia menderita stunting alias pendek karena gizi buruk atau sekitar 35,6 persen. Angka tersebut terbilang tinggi dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah balita penderita stunting terbanyak kelima di dunia.
Karena kondisi itu juga, WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk. Dr. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K), Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik FKUI/RSCM, mengatakan masyarakat tidak boleh tinggal diam melihat kenyataan tersebut.
Stunting Bisa Pengaruhi Ekonomi Suatu Negara
Stunting, kata dr Damayanti bukan hanya soal tubuh yang pendek. Lebih dari itu, stunting bisa jadi masalah karena anak meningkatkan mortalitas. “Anak stunting empat kali lebih mudah meninggal dan IQ-nya turun 11,” tutur dr Damayanti pada sesi diskusi mengenai stunting di Riung Sunda Cikini, Rabu (18/7).
Dengan kondisi itu, pendapatan setelah mereka dewasa pun berkurang hingga 22 persen karena kemampuan kognitif mereka tidak terlalu baik. Pekerjaan yang bisa mereka lakukan pun terbatas di pekerjaan-pekerjaan buruh dengan upah kecil.
Mereka, kata dr Damayanti, tidak akan bisa jadi pilot karena ada persyaratan tinggi badan, padahal pilot gajinya besar. Lingkaran setan ini akan menurunkan GDP hingga 16 persen.
“MDG untuk mengentaskan kemiskinan di muka bumi tidak akan tercapai dengan adanya stunting,” tandas dr Damayanti.
Baca Juga : Siap Memperkenalkan MPASI Pada Si Kecil Dengan 6 Cara Ini
Stunting Bisa Dicegah dengan Makanan Bergizi
Dia menegaskan bahwa stunting bisa dicegah. Kunci pencegahannya adalah memberikan asupan gizi yang baik kepada anak di 1.000 hari pertama dalam kehidupan mereka, yakni dari dalam kandungan hingga usia 2 tahun.
dr. Damayanti menganjurkan mulai memberi protein hewani pada anak sejak usia 6 bulan, dengan asupan 1,1 gr per berat badan (BB). Jangan juga sampai berlebihan.
“Sejak awal, MPASI harus mengandung protein hewani, bukannya puree nabati. Protein hewanilah yang akan mencegah stunting,” jelasnya.
Protein hewani, kata dr Damayanti merupakan modal penting untuk anak bisa tumbuh dengan baik. Zat krusial yang dibutuhkan anak untuk pencegahan stunting adalah asam amino esensial.
Dan, asam amino esensial lengkap hanya terdapat pada protein hewani. Protein nabati seperti kacang kedelai juga memang mengandung asam amino esensial, tapi tidak lengkap.
“Jadi salah jika hanya memberi protein nabati di awal MPASI. Kandungannya tidak lengkap, bagaimana anak mau tumbuh dengan baik,” ungkap dia.
Sumber protein hewani tidak selalu harus mahal, daging sapi impor atau salmon norwegia. Ikan dari laut Indonesia juga tidak kalah kualitasnya. Ikan kembung terbukti memiliki kandungan omega-3 lebih tinggi ketimbang salmon.
Beri Anak Menu Makanan Rumah
Dia mencontohkan nasi uduk dengan telur sebagai salah satu pilihan menu MPASI. “Nasi uduk kan nasi berbumbu dan santan. Itu sudah karbohidrat dan lemak. Tinggal tambahkan proteinnya, bisa berupa telur dadar, lalu blender halus,” jelas dr Damayanti.
Jika ibunya terbiasa makan rendang atau opor, anak juga bisa diberikan menu yang sama, namun dengan tekstur yang sesuai untuk usianya. Menurut dr Damayanti, jangan takut anak tidak suka makanan tersebut.
“Anak itu sudah kenal makanan yang dimakan ibu lewat air ketuban ketika dalam kandungan dan lewat ASI. Jadi mereka sudah kenal rasa itu dan akan suka.
Dr Damayanti juga mengatakan bahwa ibu jangan takut untuk memberi gula dan garam pada MPASI anak. Tanpa gula dan garam, makanan jadi tidak enak sehingga anak tidak mau makan. Dia juga menambahkan bahwa penambahan gula garam bukan melulu perkara rasa.
“Garam dan gula punya peran penting pada pertumbuhan anak. Tapi tentu tidak boleh berlebihan juga,” terang dia.
Dia menekankan juga bahwa orang tua jangan membatasi asupan kolesterol pada balita. Kolesterol berperan untuk membentuk hormon seksual. Ini merupakan hormon yang tidak kalah penting.
Itulah MPASI yang disarankan oleh dr Damayanti yang bisa Moms coba untuk Si Kecil. Selamat mencoba!
(AND)
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.