Pahami Gejala HIV pada Anak dan Dewasa, serta Penyebab, Diagnosis, Juga Cara Pencegahan Penularannya
Gejala HIV dapat berbeda-beda pada setiap orang, bergantung usia dan jenis kelamin.
Namun pada kebanyakan kasus, gejala awal HIV memiliki banyak kesamaan di semua penderitanya
Semakin dini gejala infeksi HIV bisa dikenali, akan semakin besar pula peluang keberhasilan pengobatan penderitanya.
Yuk Moms, simak penjelasan berikut sampai selesai untuk tahu lebih banyak tentang penyebab dan gejala HIV.
Penyebab HIV
Berikut penyebab HIV pada anak-anak dan orang dewasa. Yuk simak!
Penyebab HIV pada Anak
Melansir Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes, gejala HIV pada anak disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), yang merusak dan menghancurkan sistem kekebalan tubuh dan kemudian secara progresif menggagalkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan jenis kanker tertentu.
Bila tak segera diatasi secara tepat, infeksi HIV bisa berkembang menjadi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dengan angka harapan hidup yang berkurang secara drastis.
Berikut ini beberapa penyebab gejala HIV pada anak.
1. Transmisi Vertikal
Seorang anak dapat dilahirkan dengan HIV atau tertular segera setelah lahir. Gejala HIV yang tertular di dalam rahim disebut transmisi perinatal atau transmisi vertikal.
Sebagian besar anak terinfeksi melalui transmisi vertikal dari ibu, ini berarti bahwa ibu dan ayah juga terinfeksi. Mereka mungkin tidak mengetahui hal ini.
Penularan gejala HIV pada anak dapat terjadi:
- Selama kehamilan (melewati plasenta)
- Selama persalinan (melalui transfer darah atau cairan lain)
- Saat menyusui
Tentu saja, tidak semua orang dengan HIV akan menularkannya selama kehamilan, terutama jika mereka mengikuti terapi antiretroviral.
Melansir World Health Organization (WHO), di seluruh dunia tingkat penularan gejala HIV selama kehamilan turun menjadi di bawah 5 persen dengan intervensi.
Tanpa intervensi, tingkat penularan gejala HIV selama kehamilan adalah sekitar 15 sampai 45 persen.
Baca Juga: Sariawan HIV, Apa Bedanya dengan Sariawan pada Umumnya?
2. Transmisi Horizontal
Penularan sekunder atau penularan horizontal, melibatkan kontak dengan air mani, cairan vagina, atau darah yang mengandung gejala HIV.
Penularan seksual adalah cara paling umum remaja tertular gejala HIV. Penularan dapat terjadi selama hubungan seks vaginal, oral, atau anal tanpa kondom atau metode penghalang lainnya.
Remaja mungkin tidak selalu tahu bahwa mereka mengidap HIV.
Menggunakan metode penghalang seperti kondom, terutama bila digunakan dengan benar, dapat mengurangi risiko tertular atau menularkan infeksi menular seksual (IMS), termasuk HIV.
Gejala HIV juga dapat ditularkan melalui berbagi jarum suntik, jarum suntik, dan barang-barang serupa.
2. Penyebab HIV pada Orang Dewasa
Penyebab HIV pada orang dewasa disebabkan karena adanya infeksi HIV, akibat adanya kontak seksual, dari air mani dan cairan vagina, serta dari darah yang biasanya terjadi karena penggunaan suntik milik orang lain.
HIV juga dapat ditemukan dalam air liur, keringat, dan air mata, meski virus dalam beberapa cairan tersebut tidak dalam jumlah yang cukup tinggi untuk menularkan virus ke orang lain.
Mitos Salah Seputar Penularan HIV
Setelah mengetahui penyebab HIV, pastikan Moms tahu bahwa HIV tidak menyebar melalui:
Baca Juga: 10 Jenis Penyakit Menular Seksual, Tak Hanya HIV/AIDS!
Gejala HIV
Munculnya gejala awal HIV biasanya ditandai dengan beberapa kondisi yang umum terjadi, seperti sakit kepala, demam, sakit tenggorokan ruam, dan lainnya.
Semakin lama, gejala-gejala tersebut dapat memburuk bila tidak ditangani dengan tepat.
Selain gejala awal, beberapa gejala lainnya dapat terjadi pada penderitanya berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Untuk itu, berikut ini gejala HIV yang dialami oleh pria, wanita, dan anak-anak.
Gejala HIV pada Pria
Meskipun kebanyakan gejala HIV sebagian besar sama, baik pria ataupun wanita, namun tetap ada beberapa bentuk gejala yang memengaruhi laki-laki secara khusus.
Hal tersebut karena adanya perbedaan saluran reproduksi antara pria dan wanita. Melansir dari Very Well Health, beberapa gejala HIV pada pria, meliputi:
- Nyeri saat ejakulasi
- Luka pada penis
- Keluarnya cairan abnormal dari penis
- Nyeri pada penis, testis, atau area antara skrotum dan anus
- Disfungsi ereksi
- Pertumbuhan payudara yang tidak normal
- Berkurangnya pertumbuhan rambut halus pada wajah dan tubuh
- Infertilitas
Gejala HIV pada Wanita
Gejala HIV pada wanita, meliputi:
- Gejala seperti flu, kelelahan, sakit kepala, demam ringan, batuk, bersin, pilek atau hidung tersumbat
- Pembengkakan kelenjar getah bening
- Penurunan berat badan
- Perubahan suasana hati
- Masalah pada kulit, seperti timbul bintik-bintik berwarna merah, merah muda, cokelat, atau ungu
- Gangguan haid
- Infeksi jamur pada vagina
Gejala HIV pada Anak
Gejala HIV pada anak bisa tampak seperti masalah kesehatan biasa, dan umumnya baru terlihat jelas setelah fungsi sistem kekebalan tubuh mengalami penurunan.
Melansir National Center for Biotechnology Information, bayi yang tertular gejala HIV sebelum atau sekitar kelahiran, perkembangan penyakit terjadi dengan cepat dalam beberapa bulan pertama kehidupan dan sering menyebabkan kematian.
Gejala HIV bervariasi tergantung pada usia anak. Banyak anak yang terinfeksi HIV mengembangkan tanda dan gejala HIV yang parah pada tahun pertama kehidupan.
Anak-anak lain yang terinfeksi gejala HIV tetap asimtomatik atau gejala ringan selama lebih dari satu tahun dan dapat bertahan hidup selama beberapa tahun.
Akan tetapi, ini dia beberapa gejala HIV pada anak secara umum berdasarkan usianya.
1. Bayi
Bayi yang terlahir atau tertular HIV biasanya tidak langsung terlihat sakit, tapi setelah sistem kekebalan tubuh melemah akan mulai menunjukkan gejala seperti:
- Gagal tumbuh atau failure to thrive.
- Pembengkakan hati dan limpa.
- Pembengkakan kelenjar getah bening di dua atau lebih daerah ekstra-inguinal tanpa penyebab yang jelas.
- Diare berulang selama 14 hari.
- Pneumonia.
- Sariawan.
- Penurunan berat badan.
2. Anak-anak
Sedangkan pada anak yang lebih besar gejalanya menjadi lebih kompleks dan bisa terbagi dalam kategori ringan, sedang, hingga parah, seperti:
- Pembengkakan kelenjar getah bening, pneumonitis, atau dua infeksi bakteri serius dalam periode dua tahun.
- Pembengkakan kelenjar air liur, sariawan yang berlangsung lebih dari dua bulan, atau infeksi jamur pada sistem pencernaan atau paru-paru.
- Infeksi sinus berulang, diare berulang, atau encephalopathy.
- Dermatitis, hepatitis, atau pneumocystis jiroveci pneumonia.
- Perut membesar akibat pembengkakan hati dan limpa atau komplikasi cacar air.
- Penyakit ginjal.
- Penurunan berat badan.
- Kekurangan energi.
- Eritema dan plak pseudomembran putih
- Pertumbuhan dan perkembangan yang tertunda.
- Demam terus-menerus, berkeringat.
- Infeksi berulang atau berkepanjangan yang tidak merespon dengan baik terhadap pengobatan, seperti pneumonia, meningitis, sepsis, selulitis dalam 12 bulan terakhir.
- Masalah memori dan konsentrasi.
- Muncul tumor jinak atau ganas.
- Hepatomegali (pembesaran hati) tanpa penyebab yang jelas.
Beberapa anak bisa saja terkena infeksi herpes simpleks dan herpes zoster (cacar ular) sebagai komplikasi gejala HIV.
Ini karena infeksi HIV seiring waktu melemahkan sistem imun anak, yang notabene memang belum sekuat orang dewasa.
Gejala infeksi HIV mungkin menyerupai kondisi medis lainnya. Selalu konsultasikan dengan dokter anak untuk diagnosis lebih lanjut.
Gejala HIV tidak bisa ditularkan melalui handuk atau tempat tidur, gelas minum atau peralatan makan, dan kursi toilet atau kolam renang.
Baca Juga: Bolehkah Bayi Imunisasi saat Batuk Pilek?
Diagnosis Gejala HIV
Seseorang yang terinfeksi HIV biasanya didiagnosis dengan AIDS ketika sistem kekebalan menjadi rusak parah atau jenis infeksi lain terjadi.
Gejala HIV didiagnosis melalui tes darah, dan beberapa tes lainnya bila dibutuhkan.
1. Diagnosis Gejala HIV Secara Umum
Secara umum, terdapat beberapa tes pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan seseorang menderita HIV atau tidak.
Melansir dari Medical News Today, berikut beberapa tes pemeriksaan infeksi HIV.
- Tes antibodi
Ini mendeteksi keberadaan antibodi HIV, atau protein sistem kekebalan, dengan menggunakan sampel darah atau air liur. Tes ini tidak dapat mendeteksi infeksi HIV tahap awal.
- Tes antigen dan antibodi
Ini mendeteksi antibodi dan antigen HIV, atau komponen virus di dalam darah. Tes ini tidak dapat mendeteksi infeksi HIV tahap awal.
- Tes asam nukleat
Tes ini mencari keberadaan materi genetik HIV dalam darah, dan dapat mendeteksi infeksi HIV pada tahap awal.
2. Diagnosis Gejala HIV pada Anak
Anak yang terlahir dari ibu HIV positif biasanya harus melakukan tes darah pada usia 2 hari, 1-2 bulan, dan 4-6 bulan.
Anak baru bisa dikatakan terkena infeksi HIV jika ada dua hasil tes positif dari dua sampel darah yang berbeda.
Diagnosis dapat dipastikan jika darah mengandung antibodi HIV. Tetapi pada awal perjalanan infeksi, tingkat antibodi mungkin tidak cukup tinggi untuk dideteksi.
Jika tes negatif tetapi dicurigai HIV, tes dapat diulang dalam 3 bulan dan lagi pada 6 bulan.
Untuk anak di atas 18 bulan, remaja, atau orang dewasa, diagnosis dibuat dengan menguji darah untuk keberadaan antibodi HIV.
Ketika anak dites positif HIV, semua orang-orang yang berbagi jarum suntik harus diberitahu sehingga mereka juga dapat dites dan memulai pengobatan jika diperlukan.
Dalam kebanyakan kasus, status HIV ditentukan oleh:
- Menanyakan tentang tes HIV ibu pada kehamilan, persalinan atau masa nifas.
- Memeriksa kartu sehat anak dan/atau ibu.
- Menawarkan tes antibodi cepat untuk semua bayi dan atau ibu yang status HIV-nya tidak diketahui, terutama di mana prevalensi HIV nasional >1% .
- Tes virus (misalnya PCR) harus dilakukan pada usia 4-6 minggu untuk bayi yang diketahui terpajan HIV, atau pada kesempatan sedini mungkin bagi mereka yang terlihat setelah usia 4-6 minggu.
- Tes antibodi HIV yang mendesak harus dilakukan untuk setiap bayi atau anak yang menunjukkan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan HIV.
Baca Juga: 3 Pertanyaan Seputar Masalah Imunisasi yang Paling Sering Ditanyakan
Cara Mengobati HIV
Walau sampai saat ini masih belum bisa disembuhkan, laju pelemahan dan gejala HIV bisa diperlambat dengan pemberian obat anti-retroviral sejak sedini mungkin.
Anak-anak mendapatkan perawatan yang hampir sama dengan orang dewasa, yaitu pengobatan menggunakan kombinasi obat yang disebut ART (terapi antiretroviral).
Tetapi tidak sesederhana itu, karena beberapa obat HIV tidak berbentuk cair yang dapat ditelan oleh bayi dan anak kecil.
Dan beberapa obat menyebabkan efek samping yang serius bagi anak-anak.
Tanpa ART, sepertiga bayi positif HIV di seluruh dunia tidak akan mencapai ulang tahun pertama mereka dan setengahnya akan meninggal sebelum mereka berusia 2
Dengan ART, komplikasi dari HIV atau infeksi oportunistik, seperti kehilangan nafsu makan, diare, serta batuk dan pilek dapat diobati seperti penyakit khas anak-anak.
Si Kecil juga memiliki peluang lebih besar untuk bisa hidup dengan sehat dan normal hingga dewasa.
Orang dewasa harus berbicara dengan anak-anak tentang penyakit dengan cara nyaman agar membuatnya tidak terlalu menakutkan.
Anak-anak perlu tahu bahwa bukan salah mereka jika mereka sakit dan harus minum obat setiap hari dan bahwa mereka tidak akan ditinggalkan sendirian.
Dukungan sosial, finansial, dan emosional untuk seluruh keluarga adalah penting, terutama di komunitas tanpa banyak sumber daya.
Anak-anak dengan gejala HIV dan AIDS dapat dengan aman pergi ke sekolah.
Tetapi mereka mungkin menghadapi intimidasi dan diskriminasi kecuali siswa dan guru lain memahami bagaimana gejala HIV menyebar.
Program penyadaran dan pendidikan membantu mendobrak stigma seputar gejala HIV sehingga anak-anak dapat memiliki teman dan merasa tumbuh dewasa secara normal.
Baca Juga: Ketahui Jenis Olahraga untuk Infeksi Saluran Kencing
Cara Mencegah Penularan
Moms, penularan gejala HIV dapat dicegah.
Pada orang dewasa, HIV penularan HIV dapat dicegah dengan menghindari penggunaan jarum suntik bersama orang lain, berhubungan intim menggunakan kondom, tidak berganti-ganti pasangan, serta mengedukasi diri terkait HIV.
Untuk anak-anak atau bayi, dapat dilakukan dengan bantuan orang tuanya.
Jika seorang ibu hamil penderita HIV, maka menjalani pengobatan dengan kombinasi obat HIV (disebut terapi antiretroviral atau ART) dapat mencegah penularan HIV ke bayi.
Moms harus terus melakukan pengobatan secara teratur dan disiplin sebisa mungkin sejak sebelum memulai program hamil.
Adanya penanganan medis yang tepat semasa kehamilan, melahirkan, hingga menyusui, peluang penularan gejala HIV pada anak dapat berkurang sebanyak 5%.
Pencegahan penularan HIV pada anak juga dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan seks sedini mungkin.
Anak-anak dan remaja harus mengerti tentang penyakit HIV dengan benar. Cara ini dilakukan agar dapat melindungi diri mereka.
Demikian informasi mengenai penyebab dan gejala HIV, serta pengobatan dan pencegahannya.
Semoga dengan mengedukasi diri lebih baik dapat menghindarkan kita dari penularan penyakit tersebut ya, Moms.
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK304129/
- https://journals.lww.com/jaids/fulltext/2018/08151/a_global_research_agenda_for_pediatric_hiv.3.aspx
- https://www.who.int/home/cms-decommissioning
- https://www.healthline.com/health/hiv-in-children#diagnosis
- https://www.webmd.com/hiv-aids/guide/hiv-in-children
- https://www.verywellhealth.com/hiv-symptoms-in-men-5095783
- https://www.medicalnewstoday.com/articles/323835#in-transgender-women
- https://medbroadcast.com/condition/getcondition/hivaids#causes
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.