Penyebab Hipertensi pada Ibu Hamil dan Cara Mengatasinya
Tekanan darah tinggi atau hipertensi pada ibu hamil adalah kondisi yang mesti diwaspadai.
Kondisi ini memang cukup umum terjadi.
Centers for Disease Control and Prevention mengatakan, di Amerika Serikat, kondisi ini ditemukan dalam 1 dari 12 kehamilan pada wanita usia 21–44 tahun.
Hipertensi saat hamil adalah kondisi yang mesti segera diatasi.
Apabila terlambat, bukan tak mungkin Moms yang sedang hamil malah akan mengalami komplikasi mematikan.
Cari tahu selengkapnya tentang hipertensi pada ibu hamil lewat ulasan di bawah ini, yuk, Moms!
Baca Juga: Mengenal Weton Jumat Wage, Mulai dari Watak, Jodoh, dan Rezeki!
Jenis Hipertensi pada Ibu Hamil
Hipertensi terjadi ketika aliran darah dari jantung mendorong dinding pembuluh darah (arteri) terlalu kuat.
Berikut adalah beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan yang perlu diwaspadai.
1. Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional umumnya berkembang setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu dan akan hilang setelah melahirkan.
Pada kondisi ini, tidak ada kelebihan protein dalam urine atau tanda-tanda kerusakan organ lainnya.
Hipertensi gestasional umumnya mengembangkan preeklampsia.
2. Hipertensi Kronis
Hipertensi kronis umumnya terjadi sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan mencapai 20 minggu.
Hipertensi kronis biasanya tidak memiliki gejala, sehingga ibu mungkin tidak menyadarinya.
3. Hipertensi Kronis dengan Preeklampsia Superimposed
Tipe hipertensi ini biasanya dialami oleh ibu yang mengidap hipertensi kronis dengan tingginya kadar protein di dalam urine atau komplikasi terkait tekanan darah lainnya.
4. Preeklampsia
Preeklamsia adalah jenis hipertensi yang harus diwaspadai ibu hamil.
Pasalnya, jenis tekanan darah tinggi ini bisa fatal dan menimbulkan tanda-tanda kerusakan pada sistem organ lain, termasuk ginjal, hati, darah atau otak.
Preeklampsia umumnya berkembang setelah 20 minggu kehamilan.
Baca Juga: Mengenal Letak Geografis Negara ASEAN Berdasarkan Peta
Penyebab Hipertensi pada Ibu Hamil
Hipertensi pada ibu hamil ditandai dengan angka tekanan darah mulai dari 140/90 mmHg atau lebih tinggi.
Saat hamil, jumlah darah di dalam tubuh Moms akan meningkat sebanyak 45% dari biasanya.
Hal ini membuat jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
Keadaan tersebut bisa saja memicu tekanan darah tinggi saat hamil atau dikenal dengan sebutan hipertensi gestasional.
Melansir dari American College of Obstetricians and Gynecologists, hipertensi gestasional umumnya baru terlihat ketika Moms memasuki usia kehamilan 20 minggu.
Beberapa hal yang bisa menjadi penyebab hipertensi pada ibu hamil, di antaranya:
- Kehamilan pertama lebih cenderung berisiko mengalami tekanan darah tinggi.
- Kehamilan kembar.
- Usia saat hamil di atas 35 tahun.
- Obesitas.
- Riwayat hipertensi sebelum kehamilan.
- Kolesterol tinggi.
Baca Juga: Payudara Sakit Saat Hamil Berapa Minggu, Ya? Simak Jawabannya Berikut Ini!
Faktor Risiko Hipertensi pada Ibu Hamil
Hipertensi pada ibu hamil umumnya terjadi akibat perubahan hormon ketika memasuki kehamilan.
Ada pula hal lain yang turut meningkatkan risiko tekanan darah tinggi pada ibu hamil, yaitu:
- Obesitas.
- Gaya hidup tidak sehat, seperti merokok, minum alkohol, dan jarang berolahraga.
- Kehamilan yang pertama kalinya.
- Punya riwayat hipertensi di dalam keluarga.
- Hamil ketika berusia di atas 35 tahun.
- Kehamilan terjadi dengan bantuan medis, misalnya IVF (In-Vitro Fertilisation).
Guna menurunkan risiko hipertensi saat hamil, Moms harus mulai menerapkan gaya hidup dan pola makan sehat dari jauh-jauh hari.
Jadi, gaya hidup dan pola makan sehat tidak hanya dilakukan pada saat hamil saja, ya, Moms!
Namun, lakukanlah hal-hal tersebut sedini mungkin guna mencegah risiko penyakit di kemudian hari.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Sinamot, Tradisi Uang Mahar dalam Pernikahan Adat Batak
Efek Samping Hipertensi Kronis pada Ibu Hamil
Moms harus waspada jika mengalami hipertensi saat usia kehamilan belum genap 20 minggu.
Kondisi ini biasanya dikenal dengan istilah hipertensi kronis.
Moms yang mengalami hipertensi kronis biasanya telah memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi sebelum kehamilan.
Sayangnya, sebagian besar Moms tidak menyadari hal ini sebelumnya, dan baru tahu ketika melakukan pemeriksaan saat hamil.
"Hipertensi pada ibu hamil bisa meningkatkan risiko penurunan aliran darah ke plasenta," kata dr. Yuslam Edi Fidianto, Sp.OG, Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan. RS Pondok Indah – Pondok Indah.
Hipertensi kronis berisiko menimbulkan beragam dampak negatif yang fatal pada bayi dan Moms sendiri.
Berikut ini dampak fatal dari hipertensi kronis pada ibu hamil:
1. Persalinan Caesar
Moms yang mengalami hipertensi kronis umumnya akan dianjurkan untuk melahirkan dengan cara operasi caesar.
Pasalnya, persalinan normal dapat memperparah hipertensi yang dialami.
2. Preeklampsia
Kondisi ini umumnya terjadi jika hipertensi kronis tidak ditangani dengan baik, sehingga merusak organ-organ tubuh Moms.
Gejala yang muncul akibat kondisi ini, termasuk kejang-kejang.
Selain itu, ada pula tanda dan gejala preeklampsia lainnya, yaitu:
- Sakit kepala yang tak kunjung hilang.
- Perubahan penglihatan, termasuk penglihatan kabur atau melihat bintik-bintik pada penglihatan.
- Nyeri di daerah perut bagian atas.
- Mual atau muntah.
- Pembengkakan pada wajah atau tangan.
- Kenaikan berat badan secara tiba-tiba.
- Kesulitan bernapas.
Segera berobat ke dokter atau rumah sakit apabila mendapati gejala-gejala di atas.
Jika dibiarkan, kondisi ini bisa mengancam keselamatan Moms dan Si Kecil yang masih di dalam kandungan.
Baca Juga: Cairan Infus: Jenis, Cara Kerja, dan Risiko Efek Sampingnya
3. Janin Gagal Tumbuh
Melansir Journal of the American Heart Association, tekanan darah tinggi saat hamil bisa menghambat pasokan makanan dan oksigen untuk janin.
Hal ini membuat janin mengalami gangguan tumbuh kembang di dalam rahim.
Terkait hal ini, dokter biasanya akan menyarankan untuk segera melakukan persalinan prematur.
Sebab, jika dibiarkan, keselamatan Si Kecil yang akan menjadi taruhannya.
4. Kerusakan Organ Tubuh Ibu
Hipertensi pada ibu hamil dapat membuat organ tubuh Moms mengalami kerusakan.
Risiko ini akan semakin meningkat apabila penyakit tidak dikendalikan dengan saksama.
5. Risiko Penyakit Jantung di Kemudian Hari
Hipertensi pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko penyakit jantung di kemudian hari.
Apabila kondisinya terjadi tanpa terkendali, bukan tak mungkin Moms juga akan berisiko mengalami serangan jantung.
Baca Juga: 5 Cara Cetak Kartu BPJS Kesehatan secara Online dan Offline, Penting!
6. Terjadi Abruptio Plasenta
Siapa sangka, hipertensi kronis yang terjadi selama kehamilan juga bisa menyebabkan abruptio plasenta.
Kondisi ini lebih dikenal dengan terputusnya plasenta dari rahim.
Alhasil, janin bisa kekurangan oksigen dan asupan makanan yang penting untuk pertumbuhannya.
7. Sindrom HELLP
HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count) merupakan kondisi yang tergolong parah dan bisa mengancam keselamatan.
Melansir Pregnancy Birth Baby, Moms yang mengalami hipertensi saat hamil akan dipantau secara ketat oleh dokter, khususnya menjelang persalinan.
Selama persalinan pun, jantung bayi akan terus dipantau dan Moms mungkin mendapatkan infus untuk memberi cairan dan obat.
Jika kondisi tampak memburuk selama persalinan, Moms mungkin memerlukan operasi caesar darurat.
Begitu juga bagi Moms yang mengalami preeklampsia.
Pada kondisi tersebut, Moms disarankan untuk melahirkan di rumah sakit bersalin besar yang dapat memberikan perawatan menyeluruh, termasuk untuk bayi.
"Selain itu, hipertensi pada ibu hamil juga bisa meningkatkan risiko bayi lahir prematur, bayi berat lahir rendah (BBLR), sindrom pernapasan, bahkan kematian," tambah dr. Yuslam.
Guna menghindari dampak buruk hipertensi pada ibu hamil, Moms mesti melakukan pemeriksaan antenatal secara berkala.
Dengan demikian, segala penyakit, baik pada diri Moms maupun janin, bisa dideteksi sejak dini.
Pengobatan pun bisa segera dilakukan, sehingga risiko komplikasi berbahaya dapat dihindari.
Baca Juga: 15 Rekomendasi Film Horor Thailand Terbaik, Ada Pee Mak, Inhuman Kiss, dan Laddaland
Tekanan Darah Tinggi Setelah Persalinan
Tekanan darah tinggi atau hipertensi pada ibu hamil dapat mengancam keselamatan Moms dan janin.
Meski begitu, kondisi ini tidak selalu menyebabkan komplikasi yang serius dan bisa hilang dengan sendirinya setelah melahirkan.
Namun, Moms tetap perlu melakukan pemeriksaan secara berkala ke dokter guna memantau kondisi kesehatan, sekalipun telah melahirkan.
Melansir Mayo Clinic, menyusui tetap dianjurkan bagi kebanyakan wanita yang sebelumnya mengalami hipertensi saat hamil.
Hanya saja, setelah melahirkan, Moms harus terus memantau tekanan darah selama 1 hingga 2 minggu.
Tekanan darah mungkin tampak tinggi pada minggu-minggu awal setelah melahirkan.
Moms mungkin perlu melanjutkan mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter.
Jangan menambahkan atau menghentikan obat apa pun tanpa berkonsultasi dengan dokter kandungan.
Baca Juga: 69 Ucapan Tunangan untuk Teman hingga Keluarga yang Penuh Doa dan Harapan
Cara Menurunkan Tekanan Darah Tinggi saat Hamil
Bila memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi, Moms harus ekstra waspada.
Pasalnya, risiko Moms untuk mengalami kondisi serupa bisa lebih tinggi.
Meski begitu, Moms tak perlu cemas berlebihan.
Ada beberapa hal yang bisa Moms lakukan untuk menurunkan risiko hipertensi saat kehamilan.
Berikut ini hal-hal yang dimaksud:
1. Kurangi Asupan Garam
Moms, meskipun tubuh membutuhkan asupan garam, tetapi mengonsumsi terlalu banyak dapat menyebabkan hipertensi.
Jadi, cobalah untuk menggantikan garam dengan bumbu lain, seperti jinten atau merica lemon.
Jika membeli makanan olahan, pilihlah kandungan yang rendah sodium.
2. Kelola Stres dengan Baik
Cara menurunkan darah tinggi saat hamil selanjutnya adalah kurangi stres.
Jangan memikirkan hal-hal yang memicu kecemasan dan lakukan apa yang bisa membuat Moms senang.
Jika ada waktu luang, Moms bisa melakukan meditasi, yoga, atau teknik pernapasan.
Aktivitas tersebut juga dapat membantu Moms saat persalinan nanti.
3. Konsumsi Makanan Tinggi Kalium
Melansir studi di jurnal Advances in Nutrition, makanan tinggi kalium diyakini dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
Moms bisa mengonsumsi seperti roti gandum, pisang, kentang, tomat, dan kacang merah.
Sebuah penelitian menunjukkan, biji-bijian utuh yang kaya kandungan serat efektif mengendalikan risiko hipertensi.
Bila perlu, kombinasikan beberapa bahan makanan kaya kalium menjadi satu menu khusus.
Baca Juga: 4 Jenis Pelecehan Seksual di Tempat Kerja serta Contohnya, Termasuk Ditatap dengan Penuh Nafsu!
4. Lebih Banyak Bergerak
Ibu hamil sangat dilanjutkan untuk bergerak untuk mengatasi badan pegal, menghilangkan stres, meningkatkan sirkulasi darah, hingga menurunkan tekanan darah.
Jadi, cobalah berolahraga ringan 30 menit setiap hari, seperti jalan kaki, berenang, yoga, pilates, dan lain sebagainya.
5. Perhatikan Berat Badan
Saat hamil, Moms akan mengalami peningkatan berat badan yang cukup banyak.
Namun, jangan sampai berat badan naik secara berlebihan, karena dapat terkena hipertensi.
Untuk mengontrol berat badan, Moms disarankan untuk mengonsumsi makanan sehat.
Makanan sehat yang direkomendasikan beragam, mulai dari karbohidrat (nasi, sereal, atau pasta), protein (ikan, kacang, atau telur), hingga lemak baik (jagung dan minyak zaitun).
6. Jangan Merokok
Merokok merupakan kebiasaan yang harus dihentikan, apalah jika Moms sedang hamil.
Kebiasaan ini bisa menyebabkan darah tinggi saat hamil dan masalah kesehatan lainnya.
Jadi jika Moms masih merokok selama kehamilan, bicarakan dengan dokter untuk menghentikan kebiasaan ini.
7. Jauhi Alkohol
Minuman beralkohol diketahui dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, apalagi jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih.
Oleh karena itu, akan lebih baik jika Moms benar-benar menghindari jenis minuman yang satu ini.
8. Konsultasi dengan Dokter
Moms, jika cara di atas sudah diterapkan tetapi tidak ada perubahan, jangan ragu segera konsultasi dengan dokter kandungan.
Obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah ini yang biasa tidak dianjurkan selama kehamilan:
- ACE inhibitor
- penghambat renin
- penghambat reseptor angiotensin
Obat-obatan ini akan melewati aliran darah ke bayi dan berdampak negatif pada kesehatan bayi yang sedang berkembang.
Methyldopa dan labetalol adalah dua obat yang dianggap aman digunakan untuk mengelola tekanan darah selama kehamilan.
Jika Moms disarankan untuk minum obat apa pun, penting untuk mematuhi jadwal dan anjuran dari dokter.
Namun, beberapa obat hipertensi memiliki efek samping.
Jadi, pastikan berbicara dengan dokter untuk mengetahui obat yang aman untuk dikonsumsi selama kehamilan, ya!
Baca Juga: 8 Ciri-Ciri Janin Tidak Berkembang, Waspada Jika Geraknya Tidak Aktif dan Denyut Jantung Berhenti
Demikian fakta mengenai hipertensi pada ibu hamil.
Kondisi ini tidak melulu menyebabkan dampak fatal, khususnya jika bisa dideteksi dan diobati sejak dini.
Maka dari itu, jangan pernah melewatkan pemeriksaan antenatal selama kehamilan, ya, Moms!
- https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/HYP.0000000000000208
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3650509/
- https://www.cdc.gov/bloodpressure/pregnancy.htm
- https://www.acog.org/Patients/FAQs/Preeclampsia-and-High-Blood-Pressure-During-Pregnancy
- http://pregnancybirthbaby.org.au/high-blood-pressure-in-pregnancy
- https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/pregnancy-week-by-week/in-depth/pregnancy/art-20046098
- https://www.mother.ly/7-ways-to-lower-blood-pressure-during-pregnancy
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.