Apa Penyebab Kebiasaan Menggigit Kuku?
Terkadang, kita sulit memahami kapan suatu hal dikatakan hanya sebuah kebiasaan atau sudah menjadi tanda dari gangguan kesehatan.
Salah satunya adalah kebiasaan menggigit kuku. Mungkin saja Moms pernah atau justru sering mengalaminya. Menggigit kuku sering dikaitkan ketika seseorang sedang bosan, gelisah atau cemas.
Namun, kebiasaan menggigit kuku bisa menjadi gangguan kesehatan yang disebut onychophagia.
Dilansir dari Scientific American, kebiasaan ini serupa dengan sering menggaruk kepala, memutar rambut atau mengelupas kulit.
Tindakan berulang yang berfokus pada tubuh bisa disebabkan oleh banyak hal. Lebih jelasnya, simak ulasan berikut ini, ya, Moms.
Penyebab Kebiasaan Menggigit Kuku
Foto: dillehayortho.com
Setiap orang memiliki tingkatan kondisi yang berbeda-beda. Menurut Psychology Today, onychophagia bisa juga berhubungan dengan faktor genetik.
Kebiasaan menggigit kuku ini juga dikaitkan dengan tingkat kecemasan yang tinggi.
Orang-orang yang terbiasa menggigit kuku sering kali melakukannya karena merasa bosan, gugup, kesepian atau bahkan lapar.
Kebiasaan menggigit kuku juga dapat terjadi ketika Moms dulunya sering mengisap jempol atau jari.
Kebanyakan kebiasaan ini dimulai pada masa kanak-kanak hingga bisa berlanjut sampai dewasa.
“Onychophagia biasanya mulai terjadi pada anak-anak dan dapat juga dikaitkan dengan stres yang tinggi juga pola asuh orang tua yang otoriter. Jika stres dapat ditangani, maka kondisi kuku pun akan sehat dalam waktu enam bulan,” ungkap Ko Shih-chung, ahli kulit dari Taiwan.
Baca Juga: Sering Menggaruk Tubuh? Hati-hati Tanda Stres
Selain faktor stres, onychophagia juga dikaitkan dengan gejala kondisi kejiwaan yang lain, yaitu Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD), gangguan kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya.
Namun, tentunya hal ini tidak bisa melihat dari satu gejala saja. Moms harus melakukan tes diagnosis yang tepat untuk menentukan apakah mengalami penyakit mental atau tidak.
Benarkah Menggigit Kuku Bentuk Relaksasi?
Foto: huffpost.com
Kerap dikaitkan dengan faktor stres dan kecemasan, studi dari Clinical Psychology Review ini mengungkapkan hal yang berbeda.
Kebiasaan menggigit kuku bisa dikatakan sebagai bentuk pelarian semata atau cara untuk mendapatkan sedikit kesenangan atau relaksasi.
“Ketika seseorang merasa bosan atau terlalu bersemangat, maka hal tersebut memberikan mereka stimulasi untuk melakukan tindakan demi menenangkan pikiran. Caranya bisa dengan melalui menggigit kuku. Hal ini bisa disamakan layaknya nikotin,” ungkap Fred Penzel, psikolog dari Hofstra University in School.
Meskipun begitu, tentunya hal ini tidak dapat disamakan karena setiap orang punya faktor pemicu yang berbeda-beda.
Ada baiknya Moms juga mengetahui gejala lain yang dapat terjadi ketika mengalami onychophagia.
Baca Juga: 5 Cara untuk Menghentikan Kebiasaan Menggigit Kuku
Perhatikan Gejala Lainnya yang Terjadi
Foto: womansday.com
Katakanlah Moms menggigit kuku semata-mata hanya karena merasa sedang bosan.
Namun, apabila ada gejala lainnya yang juga mengikuti, Moms tidak dapat menilai hanya karena kebosanan semata.
Setiap dari kita harus memerhatikan dengan baik kesehatan fisik atau mental.
Sering menggigit kuku bisa berbahaya untuk kesehatan kulit Moms sendiri.
Untuk itu, coba perhatikan gejala-gejala lain yang dapat terjadi saat mengalami onychophagia, yaitu:
- Muncul perasaan gelisah atau tegang sebelum menggigit;
- Perasaan lega atau merasa senang setelah menggigit kuku;
- Muncul perasaan malu dan bersalah ketika melihat kerusakan kuku yang disebabkan oleh gigitan;
- Kerusakan jaringan pada jari, kuku, dan kutikula;
- Mengalami cedera mulut, masalah gigi, abses, dan infeksi.
Baca Juga: Gunakan 5 Bahan Alami Ini untuk Perawatan Kuku Sehat
Jika Moms merasa kuku sudah bermasalah karena kebiasaan yang dilakukan, maka sebaiknya segera konsultasi ke dokter kulit.
Lalu, apabila Moms merasa tidak mampu mengontrol keinginan untuk menggigit kuku juga segera cari pertolongan.
Selalu ingat, kesehatan fisik dan mental sama pentingnya, ya, Moms!
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.