Setelah 11 Tahun Menunggu, Akhirnya Saya Jadi Ayah dan Bahagianya Luar Biasa!
Kisah dari Okky Brahma Arimurti, Ayah dari Sabria Azzahari Arimurti
Coba lihat potret keluarga kecil yang begitu saya cintai, ada Ayah, Ibu dan Si Kecil Sabria, yang biasa dipanggil Brie. Tidak ada yang janggal di dalam foto kami, tetapi kalau saya ceritakan proses perjalanan saya dan istri untuk mendapatkan Brie, pasti seru.
Tak semua pasangan berjuang seperti kami demi mendapatkan seorang bayi mungil, kan?Saya Okky, karyawan swasta yang pernah bekerja di sebuah radio swasta lalu beralih ke industri digital, dan sekarang mencoba peruntungan ke industri infrastruktur.
Sedangkan istri saya Winny Kemalawati, dulu pernah bekerja di beberapa konsultan Interior Designer, dan sekarang memilih menjadi freelance designer.
Kehadiran Sabria, atau akrab dipanggil Brie mungkin hampir sama seperti layaknya orang tua dalam mendapatkan seorang anak, hasil buah cinta, kebanggaan, anugerah, dan sebagainya. Tapi menurut kami berdua Brie sangat spesial.
Kenapa? Karena Brie sudah kami tunggu selama 11 tahun!
Kehidupan Setelah Pernikahan
Kami menikah di bulan Juli 2008, saat saya umur 27 tahun dan istri saya 26 tahun. Dan selayaknya pengantin baru, kami berdua langsung honeymoon dan tidak menunda untuk punya momongan.
Tahun demi tahun kami menunggu, tapi garis 2 di test pack tak kunjung hadir. Saya sempat berpikir, jangan-jangan memang dikasih kesempatan untuk pacaran lebih lama lagi. Asyik!
Tapi tidak dipungkiri tak jarang kami sedih. Di tahun pertama, adik ipar yang menikah setelah saya sudah hamil. Tahun berikutnya, giliran teman dekat saya.
Diikuti dengan kakak ipar dan seterusnya. Kami terus “dibalap”. Memang ikut senang dengan semua kabar gembira itu, tapi kami pun sedih dan terus cemas menanti giliran.
Baca Juga: Mengidap PCOS, Begini Perjalanan Kehamilanku hingga Menjadi Stay-at-Home Mom
Petualangan untuk Bisa Hamil pun Dimulai
Foto: Orami Photo Stock
Sebenarnya di awal pernikahan, kami berdua langsung cek darah awal di sebuah RS kebidanan besar di daerah Menteng, Jakarta. Oleh salah satu dokter kandungan, istri saya divonis mengidap PCO.
Apakah itu? PCO kalau menurut dunia kedokteran adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan ketidakseimbangan hormon yang dapat terjadi pada wanita di usia subur.
Wanita penderita PCO cenderung mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur, menstruasi terjadi lebih jarang atau berkepanjangan (tidak selesai-selesai), dan terakhir yang paling mengkhawatirkan… jadi susah hamil!
Pastinya saya dan istri tak tinggal diam. Beberapa dokter ternama langsung kami datangi untuk berkonsultasi setelah pernikahan kami genap setahun. Diagnosa mereka sama, yaitu infertilitas PCO dan antibodi tinggi.
Di tahun 2012, kami sepakat melakukan IVF pertama di Surabaya, dengan berkonsultasi pada seorang dokter yang sukses mengantarkan selebriti Inul Daratista dan seorang sepupu saya hamil.
Tapi sayang, keberuntungan belum berpihak pada kami. Bisa jadi kami berdua diminta untuk terus sabar dan punya lebih banyak waktu untuk berduaan.
Tapi sudah pasti kegagalan proses IVF di Surabaya bikin kami semakin tertekan, depresi, dan sedih.
Sekuat tenaga, kami berdua terus berpikir positif dan berusaha sadar ternyata semaksimal apapun, secanggih apapun teknologi yang digunakan, sebanyak apapun uang yang dikeluarkan untuk tujuan ini tetapi kalau Allah SWT belum berkehandak, maka tidak akan terjadi.
Baca Juga: 15 Makanan Program Hamil untuk Suami, Dicoba Yuk, Dads!
Keberuntungan Tak Kunjung Berpihak pada Kami
Foto: Orami Photo Stock
Dua tahun berjalan, kami mencoba untuk menenangkan diri. Kami memilih untuk travelling berdua dan menikmati hidup supaya bisa hamil secara alami.
Tapi tak jarang, sambil menikmati waktu berdua, kami pun berpikir: umur akan bertambah terus. Apakah masih ada kesempatan buat menyandang predikat sebagai orang tua?
Lalu saya ingat, sejak awal mulai berkonsultasi, belum ada dokter yang memvonis istri saya tidak bisa hamil, artinya pasti masih ada kesempatan!
Sekitar tahun 2014-2015 kami mencoba treatment lain, dengan berkonsultasi pada seorang profesor ahli di sebuah klinik di daerah Jakarta Pusat.
Di tempat ini, kami mencoba metode yang belum pernah kami lakukan sebelumnya, yaitu inseminasi. Namun apa hasilnya? Lagi-lagi belum beruntung!
Perasaan saya? Walaupun berkali-kali seperti membuka undian dengan hasil yang sama, yaitu "Anda (masih) belum beruntung", tapi saya selalu berusaha sabar dan sadar.
Peran saya adalah sebagai suami. Artinya saya harus selalu mendukung 100%, bahkan 1000% istri. Proses untuk hamil yang paling berat justru untuk calon ibu.
Akhirnya tahun 2016, ada seorang sahabat punya kasus yang hampir sama dengan istri saya, dia berhasil mendapatkan dokter kandungan yang spesialis kesuburan yang sangat bagus.
Di tangan dingin dokter ini pula, sahabat saya dan istrinya berhasil mendapatkan momongan, setelah menunggu sekitar 6 tahun!
Selama 2 tahun saya dan istri rutin konsultasi dengan dr. Hardjono Djatioetomo, yang praktek di klinik Andrea di kawasan Artha Gading. Tapi, belum juga berbuah hasil. Disebut-sebut, kendalanya lagi-lagi soal masalah hormonal.
Baca Juga: 4 Penyebab Level Hormon HCG Rendah, Pertanda Adanya Masalah!
Pilihan yang Tak Salah, IVF ke Penang!
Khawatir dengan usia kami yang makin bertambah, akhirnya dengan terkad bulat kami kembali mencoba peruntungan.
Kali ini kami berdua memutuskan untuk melakukan program IVF kedua di Penang, Malaysia bersama Dr. M Devindran di Rumah Sakit Loh Guan Lye.
Kami berdua sepakat untuk terus berusaha sampai ada dokter yang memvonis kalau istri saya TIDAK bisa hamil!
Setelah diperiksa lengkap di RS tersebut istri saya masuk ke dalam “short protocol” di dalam penangan program IVF.
Singkat cerita, istri saya langsung diambil telurnya. Alhamdullilah ada 22 telur yang berhasil diambil.
Ini menandakan kalau istri saya bukan PCO seperti selalu didiagnosa. Telur yang sudah diambil kemudian disuntikan sel sperma sehingga menjadi 12 zigot yang berhasil sebelum jadi embrio.
Biasanya, semakin tua umur calon ibu, maka semakin sedikit telur yang dihasilkan dan bisa dibuahkan. Alhamdulillah ada 6 embrio yang siap ditanam di dalam istri saya.
Artinya apabila tahap pertama gagal kami masih punya kesempatan untuk melakukan IFV kembali.
Proses Embrio Transfer (ET) sudah dilakukan. Ada 2 embrio yang ditransfer. Setelah itu istri saya disuruh bedrest selama 2 minggu di Penang.
Setelah itu, kami harus menunggu perkembangan embrio di minggu berikutnya. Kami memutuskan untuk kembali ke Jakarta.
Setelah sampai di Jakarta kami segera lakukan konsultasi ke dr. Hardjono Djatioetomo untuk membantu menguatkan janin yang ada di perut istri saya.
Kami melakukan ini tanpa sepengatahuan dokter di Penang. Beberapa obat penguat hormon disuntikan ke dalam perut istri saya.
Sekadar informasi, harga suntikan hormon ini lebih mahal dibanding dengan proses IVF di Penang. Tapi kami sepakat untuk tak lagi hitungan-hitungan menjalani proses IVF kedua ini.
Inilah cara terakhir kami berdua berikhtiar demi mendapatkan sang buah hati.
Baca Juga: 5 Selebritis Ini Mendapatkan Anak dari Bayi Tabung
Akhirnya Istri Saya Hamil!
Tiap hari kami tak henti berdoa dan Sholat, terus memohon pada Allah agar dikabulkan permintaan kami.
Dalam proses penyuntikan hormon penguat. Bahkan saya sempat berbincang dengan dr. Hardjono Djatioetomo kalau masih bisa dibantu oleh tangan manusia tolong dimaksimalkan dengan cara apapun agar istri saya bisa positif.
Tiada hasil yang mengingkari perjuangan. Setelah dilakukan suntikan hormonal beberapa kali ke perut istri saya, akhirnya perjuangan kami kali ini sudah didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT.
Dilihat melalui USG dari minggu 1 ke minggu berikutnya, ternyata ada progres yang begitu berarti. Akhirnya di perut istri saya tercinta mulai muncul kantung.
Tapi dari 2 embrio yang ditanam hanya 1 yang berkembang. Sudah pasti kami bisa menerimanya dengan lapang dada. Air mata mulai menetes, bahkan dari saya, yang perlahan mulai punya harapan jadi calon ayah! Inilah yang kami tunggu selama 11 tahun!
Bulan demi bulan berjalan. Sekuat tenaga dan sepenuh hati saya membantu istri menjaga dan merawat janin di dalam perutnya.
Kurang lebih 3 kali sepanjang kehamilan kami melakukan USG untuk melihat jenis kelaminnya. Ternyata hasilnya perempuan. Sehat dan bisa bertahan di dalam kandungan. Oh senangnyaaa!
Mendekati bulan ke 8, kami memilih proses persalinan di Rumah Sakit Gandaria, yang sangat homey. Sedangkan pilihan dokter jatuh pada dr. Ahmad Mediana.
Awalnya sesuai hasil hasil USG perkiraan lahir di tanggal 20 atau 21 Oktober 2019. Namun setelah diperiksa ulang, dokter memutuskan untuk memajukan prosesnya ke pertengahan Oktober.
Sambil menunggu due date, kami berdua menyiapkan kamar untuk Si Tamu Spesial. Tapi ternyata kuasa Tuhan berkata lain. Di tanggal 1 Oktober 2019, istri saya merasa perutnya mulas seperti kontraksi.
Dan setelah berkonsultasi dengan dokter, akhirnya keesokan harinya, istri saya harus menjalani proses kelahiran lewat operasi caesar.
Haha, padahal saya sempat berharap putri kecil saya dilahirkan di tanggal 3 Oktober, bertepatan dengan hari ulang tahun saya. Tapi sudah pasti makin cepat makin baik!
Proses persalinan yang dilakukan malam hari itu berjalan lancar. Bayi perempuan mungil saya lahir dalam kondisi yang sehat, lengkap. Saya spontan sujud syukur pada Allah SWT yang mengabulkan doa non-stop saya selama 11 tahun.
Jangan ditanya apa rasanya saat pertama kali menggendongnya dalam dekapan saya. Cucuran air mata deras langsung keluar dari mata saya.
Makin lengkap kebahagiaan saya setelah dikabarkan, Sang Ibu pun dalam kondisi sehat setelah menjalani operasi.
Nama indah sudah kami siapkan, yaitu Sabria Azzahra Arimurti. Artinya begitu indah: putri cantik dan pintar yang sabar ditunggu oleh orang tuanya.
Dari perjuangan ini kami berdua terus belajar sabar dan selalu memohon ridho Allah SWT. Kami berdua percaya… sangat sangat percaya kalau setiap doa pasti akan dikabulkan oleh Allah SWT, hanya waktunya yang jadi misteri.
Semoga cerita berakhir bahagia dari kami ini bisa menginspirasi para calon ayah yang mendampingi istri tercinta menjalani proses dan program kehamilan.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.