Toilet Training: Tanda Kesiapan, Usia Memulai, dan Tahapan
Toilet training pada anak adalah proses mengajarkan anak untuk menggunakan toilet secara mandiri untuk buang air kecil dan buang air besar.
Ini penting dilakukan untuk mendukung perkembangan anak, meski sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua.
Ketahui beragam informasi penting mengenai toilet training pada anak, agar prosesnya nyaman dan lancar.
Pentingnya Toilet Training untuk Perkembangan Anak
Toilet training memiliki peran penting dalam perkembangan anak karena beberapa alasan berikut:
1. Pengembangan Kemandirian
Toilet training adalah salah satu langkah awal dalam mengajarkan anak untuk mandiri.
Ketika anak belajar untuk menggunakan toilet sendiri, mereka mulai mengembangkan keterampilan dasar dalam merawat diri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
2. Peningkatan Rasa Percaya Diri
Keberhasilan dalam toilet training memberikan anak rasa pencapaian dan kepercayaan diri.
Ketika anak dapat menggunakan toilet tanpa bantuan, mereka merasa lebih percaya diri dalam kemampuannya untuk melakukan tugas-tugas lain.
3. Baik untuk Kesehatan
Mengajarkan anak untuk menggunakan toilet dengan benar membantu menjaga kebersihan dan kesehatan mereka.
Anak yang dilatih toilet lebih kecil kemungkinannya mengalami iritasi kulit atau infeksi akibat pemakaian popok yang berkepanjangan.
4. Persiapan untuk Sekolah
Anak yang telah terlatih menggunakan toilet dengan baik lebih siap untuk memasuki lingkungan prasekolah atau sekolah.
Banyak sekolah memiliki persyaratan agar anak sudah mandiri dalam menggunakan toilet sebelum mereka dapat diterima.
5. Pembelajaran Keterampilan Sosial
Toilet training melibatkan komunikasi dan interaksi antara orang tua dan anak, yang membantu memperkuat keterampilan sosial anak.
Anak belajar memahami instruksi, meminta bantuan jika diperlukan, dan merasa nyaman berbicara tentang kebutuhan fisiknya.
6. Pembentukan Kebiasaan Menjaga Kebersihan Tubuh
Proses toilet training juga mencakup pengajaran kebiasaan kebersihan seperti mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
Ini membantu anak membentuk kebiasaan sehat yang akan bermanfaat sepanjang hidupnya.
Baca Juga: Mengenal Enuresis, Kondisi Anak Tidak Mampu Mengontrol Pipis
Usia Anak yang Umum untuk Memulai Toilet Training
Mungkin Moms bertanya-tanya, pada usia berapa sebaiknya anak mulai dilatih toilet training?
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), saat tepat memulai toilet training pada anak dilihat dari kesiapannya, yaitu kematangan fisik dan psikologis yang secara umum timbul sekitar usia 18 bulan sampai 2,5 tahun.
Setiap anak bisa memulainya di usia yang berbeda, jadi waktu yang tepat untuk memulai toilet training bisa bervariasi.
Apakah telat jika baru memulainya di usia anak 3 tahun?
Melansir laman Mayo Clinic, beberapa anak mungkin belum siap untuk toilet training sampai usia 3 tahun.
Jadi, belum terlambat ya Moms! Karena setiap anak berkembang pada kecepatannya sendiri.
Memulai toilet training ketika anak benar-benar siap dapat membuat prosesnya lebih mudah dan lebih cepat.
Tanda Anak Siap Mulai Toilet Training
Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa seorang anak mungkin siap untuk memulai toilet training.
Berikut adalah beberapa indikator umum kesiapan anak:
1. Konsitensi dalam Pola Buang Air
Anak menunjukkan kemampuan untuk tetap kering selama setidaknya 2 jam di siang hari.
Ini menunjukkan bahwa anak memiliki kontrol kandung kemih yang cukup untuk menahan urine untuk periode waktu tertentu.
Selain buang air kecil, dapat dilihat dari kecenderungan buang air besar pada waktu yang hampir sama setiap hari.
Misalnya, setiap pagi setelah sarapan atau setiap sore setelah makan siang.
Pola ini memudahkan orang tua untuk mengatur waktu toilet training.
2. Menunjukkan Tanda Ingin Buang Air
Anak mulai menunjukkan tanda-tanda fisik atau perilaku tertentu sebelum buang air kecil atau besar, seperti menjadi gelisah, memegang area genital, atau berjongkok.
Kesadaran ini menunjukkan bahwa anak mulai mengenali sensasi fisik yang mendahului buang air.
3. Merasa Tidak Nyaman dengan Popok Kotor
Anak mungkin mulai mengeluh, menangis, atau tampak rewel ketika popoknya basah atau kotor.
Reaksi ini menunjukkan bahwa mereka mulai merasa tidak nyaman dengan sensasi tersebut.
4. Mampu Melepas dan Memakai Pakaian Sendiri
Anak menunjukkan inisiatif untuk mencoba melepas dan memakai pakaian sendiri tanpa terlalu bergantung pada orang tua atau pengasuh.
Ketika anak mampu menyelesaikan tugas ini dengan sedikit atau tanpa bantuan dari orang dewasa, ini menunjukkan kemandirian yang cukup untuk memulai proses toilet training.
Baca Juga: Balita Susah BAB: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Tahapan Toilet Training
Tahapan toilet training pada anak melibatkan beberapa langkah yang perlu dilakukan secara bertahap dan konsisten.
Berikut adalah tahapan-tahapan umum dalam toilet training:
1. Persiapan dan Pengenalan
Mulailah dengan mengenalkan anak pada toilet dan konsep buang air di toilet.
Moms bisa menggunakan buku cerita atau video yang menjelaskan tentang toilet training.
2. Memilih Peralatan
Pilihlah pispot (potty training) atau toilet anak yang sesuai.
Ada juga penutup toilet kecil yang bisa diletakkan di atas toilet dewasa dan tangga kecil untuk membantu anak naik ke toilet.
2. Pembiasaan Jadwal ke Toilet
Ajak anak ke toilet pada waktu-waktu yang teratur, seperti setelah bangun tidur, setelah makan, dan sebelum tidur.
3. Tunjukkan Cara Menggunakan Toilet
Tunjukkan pada anak bagaimana cara menggunakan toilet. Anak bisa belajar dengan melihat orang tua atau saudara yang lebih besar.
Ajak anak duduk di toilet atau pispot, meskipun mereka tidak langsung buang air. Ini membantu mereka merasa nyaman dengan toilet.
5. Ajari Anak Mengungkapkan Keinginan Buang Air
Mengajari anak untuk mengungkapkan keinginan mereka untuk buang air adalah bagian penting dari tahapan toilet training.
Kemampuan ini membantu anak menjadi lebih mandiri dan memungkinkan orang tua atau pengasuh merespons kebutuhan mereka dengan tepat.
Latih anak untuk mengatakan kata-kata tertentu setiap kali mereka merasa perlu buang air.
Misalnya, ajarkan mereka untuk mengatakan "mau pipis" atau "ke toilet" ketika mereka merasa perlu.
Gunakan kosakata yang konsisten sehingga anak dapat mengenali dan memahami kata-kata tersebut.
Secara rutin, tanyakan kepada anak apakah mereka perlu buang air, misalnya setelah makan atau minum, sebelum tidur, atau setelah bangun tidur.
4. Segera Bawa ke Toilet saat Anak Ingin Buang Air
Perhatikan tanda-tanda bahwa anak perlu buang air, seperti gelisah atau berjongkok.
Segera ajak anak ke toilet ketika melihat tanda-tanda ini.
5. Beri Pujian dan Motivasi
Berikan pujian atau hadiah kecil ketika anak berhasil menggunakan toilet. Ini bisa berupa kata-kata pujian, stiker, atau mainan kecil.
6. Ajarkan Kebersihan
Ajarkan anak untuk membersihkan diri setelah buang air, seperti cebok, menyiram kotoran, dan mencuci tangan dengan sabun.
7. Melatih di Siang Hari Terlebih Dulu
Melansir laman National Health Service, fokuslah untuk melatih anak menggunakan toilet di siang hari sebelum mulai melepas popoknya di malam hari.
Jika popok anak kering atau hanya sedikit lembap saat anak bangun selama beberapa hari berturut-turut di waktu siang, ia mungkin siap untuk latihan pispot di malam hari.
Berapa Lama Toilet Training Berhasil?
Melansir UC Davis Children’s Hospital, rata-rata lama waktu yang dibutuhkan balita untuk mempelajari proses toilet training adalah sekitar 6 bulan.
Anak perempuan belajar lebih cepat, biasanya menyelesaikan pelatihan toilet training 2 sampai 3 bulan lebih cepat dari anak laki-laki.
Kapan Toilet Training Dikatakan Berhasil?
Toilet training dapat dianggap berhasil ketika anak menunjukkan beberapa tanda-tanda kemampuan dan kemandirian dalam menggunakan toilet.
Berikut adalah beberapa tanda bahwa toilet training sudah berhasil:
1. Menggunakan Toilet Secara Mandiri
Anak secara konsisten buang air kecil dan besar di toilet tanpa perlu diingatkan terus-menerus.
Anak merasa nyaman menggunakan toilet di tempat umum atau di rumah orang lain, menunjukkan bahwa mereka telah memahami dan menerapkan keterampilan ini di berbagai situasi.
2. Mengungkapkan Kebutuhan untuk Buang Air
Anak dapat memberi tahu orang tua atau pengasuh ketika mereka perlu pergi ke toilet, baik dengan kata-kata, isyarat tangan, atau perilaku tertentu.
Anak merespons sensasi bahwa mereka perlu buang air dan mengambil inisiatif untuk pergi ke toilet tanpa diingatkan.
3. Kontrol Kandung Kemih dan Usus yang Baik
Anak bisa tetap kering selama beberapa jam di siang hari dan sering bangun dari tidur siang dengan popok yang kering.
Anak jarang mengalami ngompol di siang hari.
4. Mempraktikkan Kebiasaan Kebersihan
Anak tahu cara membersihkan diri setelah buang air kecil atau besar, termasuk menggunakan tisu toilet dengan benar.
Anak mencuci tangan dengan sabun dan air setelah menggunakan toilet, menunjukkan pemahaman tentang kebersihan yang baik.
5. Rutin Menggunakan Toilet
Anak memiliki rutinitas yang teratur untuk menggunakan toilet, seperti setelah makan, sebelum tidur, atau ketika bangun tidur.
Anak bisa mengikuti instruksi sederhana terkait dengan penggunaan toilet tanpa bantuan yang signifikan.
6. Tidak Memerlukan Popok di Siang Hari
Anak tidak lagi memerlukan popok di siang hari dan berhasil menjaga pakaian mereka tetap kering sepanjang hari.
Kesalahan Proses Toilet Training yang Harus Dihindari
Mengutip Cafe Mom, berikut ini kesalahan toilet training yang harus dihindari.
1. Memaksa Anak yang Belum Siap Melakukan Toilet Training
Kesalahan toilet training yang pertama adalah memaksa anak yang belum siap.
Keinginan seorang anak untuk berhenti menggunakan popok adalah tonggak perkembangan.
Sama halnya Moms tidak akan memaksa anak untuk bisa berjalan, Moms tidak dapat memaksa mereka untuk melakukan toilet training sebelum mereka siap.
2. Menggunakan Pakaian Dalam Biasa
Kesalahan toilet training yang selanjutnya adalah menggunakan pakaian dalam biasa.
Si Kecil mungkin bersemangat untuk mengenakan pakaian dalam dengan ukuran yang lebih besar dan ragam motif menarik.
Namun, masalahnya adalah celana dalam biasa ini terbuat dari bahan yang sangat tipis, sehingga mudah ditembus oleh air kencing jika ia lupa harus ke kamar mandi.
Cara yang bisa dilakukan adalah membeli pakaian dalam dengan bahan yang sedikit lebih tebal.
3. Orang Tua Marah Karena Ompol Anak
Wajar jika dalam proses toilet training anak masih akan mengompol. Moms tidak perlu marah.
Ketika anak dimarahi karena mengompol, ia akan takut.
Ketakutan ini dapat membuat anak memilih untuk menahan saat hendak buang air, bahkan ketika dia duduk di toilet.
Dampaknya, tujuan proses toilet training pun menjadi lebih sulit.
4. Tidak Ada Persiapan dari Orang Tua
Kesalahan toilet training yang selanjutnya adalah tidak ada persiapan dari orang tua.
Toilet training memerlukan komitmen dan menghabiskan waktu.
Jadi Moms akan melakukan banyak pekerjaan yang berkaitan dengan hal ini, seperti mengganti sprei yang terkena ompol anak dan lain sebagainya
5. Tidak Konsisten Melepas Popok
Kesalahan toilet training yang selanjutnya adalah tidak konsisten melepas popok.
Sangat penting untuk tetap konsisten saat Si Kecil toilet training agar ia tidak bingung.
Moms mungkin tergoda membuat Si Kecil memakai popok sebelum tidur, pada perjalanan panjang, atau saat-saat lainnya.
Walaupun Moms tergoda untuk kembali menggunakan popok, konsistensi penting dalam toilet training.
Baca Juga: Cara Melatih Toilet Training pada Anak, Kuncinya Konsisten!
Kendala Mengajarkan Toilet Training Pada Anak dan Solusinya
Kendala toilet training bisa karena ketakutan, penolakan, juga terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan.
Ada beberapa kendala yang umum terjadi saat mulai mengajarkan toilet training. Yuk, simak!
1. Menolak ke Toilet
Penolakan bisa menjadi petunjuk ini bukanlah saat yang tepat untuk memulai latihan.
Penolakan anak terkadang hanya rasa takut akan sesuatu yang baru. Terkadang anak-anak memiliki ketakutan khusus tentang toilet.
Banyak juga anak-anak yang memiliki pengalaman sembelit, infeksi saluran kemih, atau masalah medis lainnya sehingga membuat mereka mengasosiasikan toileting dengan rasa sakit.
Saat memulai toitlet training, penting untuk memastikan anak sedang tidak sembelit, feses yang keras, atau kondisi yang berpotensi menyakitkan lainnya.
2. Anak Tidak Menyadari Perlunya Buang Air Kecil
Seringkali anak tidak menyadari jika perlu buang air kecil, meskipun ia menyadari perlu buang air besar. Hal semacam ini lumrah saja, Moms.
Sebagian anak belum bisa mengontrol kandung kemih sepenuhnya, bahkan berbulan-bulan setelah belajar mengendalikan buang air besar.
Tak perlu khawatir, Moms, lanjutkan saja toilet training.
3. Mengompol Saat Tidur
Sebagian balita membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan toilet training-nya saat tidur siang dan malam hari.
Jika balita masih mengompol di kasur, cobalah untuk tidak marah.
Hukuman dan omelan akan membuat anak merasa tidak enak. Akibatnya, toilet training akan berlangsung lebih lama.
Jangan terlalu berharap segalanya sempurna. Bahkan setelah proses belajar selesai, mengompol masih bisa terjadi.
Balita perlu didorong untuk menggunakan pispot sebelum tidur dan segera setelah ia bangun.
Katakan padanya, jika tengah malam perlu ke toilet, Moms siap untuk membantunya atau ia bisa ke toilet sendiri.
4. Takut Tersedot Kloset
Suara derasnya air saat menyiram kloset bisa menimbulkan rasa takut anak.
Mereka khawatir bisa tersedot air yang mengalir saat duduk di atasnya.
Anak perlu diberi keyakinan bahwa ia memegang kendali atas tubuhnya.
5. Memainkan Fesesnya
Hal ini terjadi karena rasa penasarannya. Moms bisa menghentikannya tanpa harus membuatnya marah.
Misalnya dengan mengatakan, “Ini bukan untuk dimainkan.”
Sebagian balita merasa kotorannya merupakan bagian dari tubuhnya.
Sehingga hal itu menjadi sesuatu yang menakutkan dan belum dipahami.
Moms perlu jelaskan mengapa tubuh kita perlu mengeluarkan kotoran.
6. Hanya Mau ke Toilet dengan Orang yang Sama
Ini sesuatu yang wajar. Jika balita hanya mau ke toilet dengan Moms. Perlahan tariklah diri dari proses ini.
Misalnya dengan menawarkan membantu membuka celana, namun hanya akan menunggu di pintu.
Tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun kerap enggan menggunakan toilet umum.
Solusi sederhananya, bisa dengan menggunakan dudukan toilet portabel, yang bisa dipasang di atas toilet standar.
Pakailah saat berlatih di rumah dan bawalah ketika bepergian.
7. Meminta Popok saat Ingin BAB
Hal ini menunjukkan secara fisik, balita siap toilet training, meski secara emosional belum siap.
Jangan menganggap hal ini sebagai suatu kegagalan.
Pujilah dia karena telah mampu mengenali sinyal dari tubuhnya untuk buang air.
Sarankan agar ia buang air besar di kamar mandi sambil mengenakan popok.
Cara Mengatasi Stres karena Toilet Training yang Gagal
Saat toilet training anak tidak berhasil, Moms pasti uring-uringan.
Padahal, kunci keberhasilan toilet training hanya satu lho Moms, yakni santai saja
Memang usia anak dalam memulai toilet training, berbeda-beda dalam setiap budaya atau negara.
Jadi, tidak mengherankan juga keberhasilan toilet training berbeda setiap anaknya.
Namun banyak orang tua merasa frustrasi ketika anaknya tidak berhasil melakukan toilet training.
Namun jangan sedih, karena kesedihan atau sikap uring-uringan Moms tidak akan mengubah keadaan.
Sebaliknya, Si Kecil malah bisa jadi ogah-ogahan. Bagaimana cara atasi stres jika toilet training gagal? Simak caranya di bawah ini.
1. Mengingat Toilet Training Butuh Waktu
Ingatkan diri sendiri secara berulang kali bahwa hal yang tidak berjalan lancar sering terjadii dan pelatihan untuk melakukan apa pun membutuhkan waktu.
Terus mengingat bahwa diri kita bisa melakukannya dan tetap percaya diri.
Jangan menyerah saat toilet training anak tidak berhasil, dan tetap latih anak dengan penuh kesabaran.
2. Tetap Sabar dan Konsisten
Mulailah secara perlahan dan dengan kesabaran penuh.
Jika orang tua melakukannya dengan perasaan stres, maka anak juga bisa merasakan kecemasan itu.
Begitu banyak orang yang memandang keberhasilan latihan toilet sebagai bukti pengasuhan anak mereka yang baik.
Namun mereka tidak paham, bahwa hal ini bukanlah untuk dibanding-bandingkan.
Apa yang terjadi pada anak lain, belum tentu bisa berhasil dengan anak kita. Makanya, jangan dibandingkan.
Akan jauh lebih mudah bila disesuaikan dengan anak kita sendiri dan pola asuh kita.
Jika kita terus-menerus mendengarkan arahan orang lain atau cara orang lain, belum tentu akan berhasil.
Tips Toilet Training untuk Anak Kembar
Melatih toilet training balita kembar sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan lho, Moms!
Pastikan Moms dan Dads mau meluangkan sedikit waktu dan energi untuk bekerja sama.
Berikut ini tipsnya.
1. Mulai Saat Sudah Siap
Sebaiknya toilet training balita kembar dimulai setelah Si Kecil menunjukkan tanda-tanda kesiapan, seperti:
- Sudah punya jadwal buang air besar dan kecil yang bisa diprediksi.
- Sudah bisa duduk tegak dan membuka pakaian sendiri.
- Sudah mengenali fungsi tubuh dan menunjukkan tanda ingin buang air, seperti mengejan, jongkok, atau pergi ke pojok ruangan.
- Bisa tetap kering selama 2-3 jam dan bangun tidur tanpa mengompol.
- Sudah merasa mandiri dan ingin melakukan segala sesuatu sendiri seperti anak besar.
Biasanya tanda kesiapan tadi mulai terlihat di antara usia 18 bulan sampai 3 tahun.
Walau kembar, tanda kesiapan setiap anak tidak selalu muncul di waktu yang bersamaan.
2. Kompak Bersama Dads
Toilet training balita kembar akan lebih mudah dilakukan kalau Moms dan Dads kompak dalam setiap langkah prosesnya.
3. Bila Mungkin, Lakukan Bersamaan
Sebaiknya toilet training balita kembar dilakukan secara bersamaan kalau keduanya memang menunjukkan tanda kesiapan di waktu yang sama.
Selain memiliki jadwal metabolisme yang hampir bersamaan, balita kembar juga bisa saling mendukung, menemani, dan bersaing untuk latihan menggunakan toilet.
Meski begitu, tetap pertimbangkan karakter dan temperamen setiap anak dan pastikan Moms dibantu oleh Dads maupun orang dewasa lain.
Tanda Anak Belum Siap Toilet Training
Mengetahui tanda-tanda bahwa anak belum siap untuk toilet training sangat penting agar orang tua tidak memaksakan proses ini sebelum anak siap secara fisik, emosional, dan kognitif.
Berikut adalah beberapa tanda bahwa anak mungkin belum siap untuk toilet training:
- Tidak tertarik menggunakan toilet.
- Tidak menunjukkan tanda-tanda sebelum buang air.
- Tidak mengeluh tentang popok basah atau kotor.
- Kesulitan mengikuti perintah sederhana.
- Masih sangat bergantung pada orang tua atau pengasuh untuk melepas dan memakai pakaian.
- Jadwal buang air yang tidak teratur.
- Sering buang air dalam jangka waktu pendek.
- Anak menunjukkan tanda-tanda stres atau tantrum saat mencoba toilet training.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Anak Belum Siap?
Jika anak menunjukkan tanda-tanda ini, lebih baik menunda toilet training dan memberikan waktu tambahan untuk kesiapan mereka.
Selama waktu ini, orang tua bisa:
- Terus mengamati tanda kesiapan
- Mengenalkan konsep toilet secara perlahan
- Memberikan dukungan emosional
Menunggu hingga anak benar-benar siap untuk toilet training akan membuat prosesnya lebih mudah dan berhasil, serta mengurangi stres bagi anak dan orang tua.
Nah, itulah penjelasan lengkap seputar toilet training yang bisa Moms dan Dads lakukan untuk Si Kecil. Semoga berhasil, ya!
- https://cafemom.com/tag/toilet%20training
- https://www.nhs.uk/conditions/baby/babys-development/potty-training-and-bedwetting/how-to-potty-train/
- http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/toilet-training
- https://health.ucdavis.edu/children/patient-education/potty-training-children
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.