Tujuan Melakukan Psikotes, Tidak Hanya untuk Mengetahui IQ!
Tengok tujuan melakukan psikotes yang ternyata tidak hanya untuk mengetahui jumlah IQ, yuk, Moms.
Moms mungkin sudah familiar dengan psikotes, atau tes psikologis kejiwaan yang seringkali dilakukan ketika melamar pekerjaan.
Psikotes ini memiliki ragam jenis dengan pertanyaan yang berbeda-beda.
Lalu, apa sebenarnya tujuan melakukan psikotes untuk seseorang?
Tes psikologis kejiwaan adalah dasar bagi para psikolog untuk mengenali karakter seseorang.
Melalui berbagai tolok ukur yang dijabarkan lewat materi tes, psikolog dapat mengetahui kondisi kesehatan mental, kepribadian, tingkat intelengensi (IQ), hingga kekuatan dan kelemahan seseorang.
Dalam dunia kerja, melakukan psikotes bertujuan untuk memprediksi performa kerja seseorang berdasarkan kepribadiannya.
Sementara dalam dunia medis, tes psikologi dilakukan untuk mendeteksi kelainan mental pada diri seseorang sekaligus memutuskan tindakan yang dapat diambil sebagai bagian dari pengobatan.
Baca Juga: Tips Terapkan Disiplin Positif pada Anak Usia Dini Tanpa Kekerasan Menurut Psikolog
Bentuk-bentuk Melakukan Psikotes
Foto: fashionablymale.net
Tes psikologis kejiwaan bisa dilakukan di mana saja, misalnya kantor, sekolah, hingga di rumah sakit.
Psikotes akan memakan waktu yang cukup panjang hingga berjam-jam dengan diselingi waktu istirahat.
Selama menjalani tes psikologi ini, seseorang akan diminta menjawab soal dalam bentuk tes tertulis, maupun menjalani wawancara satu per satu dengan psikolog yang menangani.
Meski terlihat acak, tes tertulis maupun wawancara yang dilakukan dalam tes psikologi memiliki standar baku internasional.
Ada banyak jenis tes psikologi yang dipilih berdasarkan kebutuhan serta tujuan dilaksanakannya tes tersebut.
Beberapa jenis tes psikologi yang biasa dilakukan, antara lain:
1. Wawancara
Wawancara adalah inti melakukan psikotes yang dijalani.
Lewat cara ini, psikolog akan mendapat gambaran jelas mengenai sikap dan kepribadian seseorang, beserta latar belakang orang tersebut.
Dalam sesi ini, seseorang mungkin akan diminta untuk mengingat kembali mengenai riwayat pekerjaan atau kehidupan masa lalu, tergantung tujuan dari melakukan psikotes tersebut.
Pewawancara juga mungkin menanyakan hal-hal pribadi yang sekiranya diperlukan.
Sesi wawancara biasanya berlangsung 1-2 jam, tetapi durasi tersebut kini bisa diperpendek lewat komputerisasi.
Jika sebelumnya pewawancara menanyai biodata dan informasi dasar (misalnya soal keluarga dan pekerjaan terdahulu) secara langsung, kini hal itu bisa langsung diisi di lembar yang sudah didigitalisasi sebelum sesi wawancara.
Baca Juga: Mengintip Makna Psikologis di Balik Warna Yang Digunakan Anak Saat Menggambar
2. Tes IQ
Tes ini bukan bertujuan untuk mengukur IQ, melainkan hanya melihat komponen paling menonjol dalam intelejensia.
Ketika melakukan psikotes, terdapat dua jenis tes IQ yang biasa digunakan pada tes psikologi, yakni tes intelegensi dan asesmen neuropsikologis.
Tes intelejensia adalah tipe yang biasa dijumpai dalam tes psikologi dasar (terutama pada tes kerja) dan dilakukan dengan menggunakan skala Wechsler yang hanya membutuh waktu sekitar 1 jam untuk diselesaikan.
Tes skala Wechsler bisa dilakukan oleh orang yang berusia 16-69 tahun (WAIS-IV) atau anak-anak (WISC-IV).
Terdapat empat subjenis tes skala Wechsler, yaitu:
- Skala pemahaman verbal, mencakup persamaan, kosa kata, informasi, dan pemahaman.
- Skala pemahanan perseptual, mencakup desain blok, pemahaman matriks, puzzle visual, dan melengkapi gambar.
- Skala ingatan, mencakup rentangan angka, aritmatika, dan melengkapi angka/huruf.
- Skala kecepatan, mencakup mencari simbol, memecahkan kode, dan pembatalan.
Sementara itu, asesmen neuropsikologis biasanya hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang diduga mengalami masalah pada otak.
Asesmen ini dilakukan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan psikologis dalam diri seseorang dengan lebih komprehensif sehingga dibutuhkan waktu hingga dua hari untuk menuntaskan tes ini.
Saat melakukan psikotes, penguji juga bisa melakukan penilaian kepribadian dan perilaku, tetapi kedua aspek ini cenderung bersifat subjektif.
Selain itu, dilakukannya psikotes juga bisa melakukan pendalaman untuk tujuan tertentu, misalnya mencapai prestasi tertentu di sekolah maupun promosi kerja.
Baca Juga: 10 Fakta Seru Seputar Fashion dan Psikologi Manusia
Hasil Melakukan Psikotes Bukan "Gagal" atau "Berhasil"
Foto: independent.co.uk
Banyak contoh materi tes psikologi yang beredar di situs online, Moms mungkin tergoda untuk berlatih demi mengetahui jawaban yang benar atas soal-soal psikotes.
Namun, hasil dari melakukan psikotes sekadar mendapatkan penilaian "gagal" atau "berhasil".
Bagi para psikolog, psikiater, atau penguji tes psikologi, jawaban-jawaban dalam tes psikologi hanya dipakai sebagai informasi untuk mengambil keputusan.
Seseorang mungkin bisa gagal mendapatkan pekerjaan karena jawaban yang terlihat tidak konsisten sehingga tidak memenuhi kriteria yang diinginkan perusahaan.
Tes psikologis kejiwaan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, bahkan tidak perlu belajar untuk menaklukkannya.
Justru, jadikan tes tersebut sebagai wadah untuk mengeksplorasi diri agar para psikolog dapat mengetahui karakter dan potensi dalam diri yang sebenarnya.
Ditinjau oleh dr. Karlina Lestari
Sumber: sehatq.com
Konten ini merupakan kerja sama yang bersumber dari SehatQ
Isi konten di luar tanggung jawab Orami Parenting
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.