Psikolog Menjelaskan, Ini Alasan Anak Bisa Melakukan Tindakan Kekerasan
Kejadian kasus pembunuhan anak balita oleh remaja menggemparkan publik. Diketahui, remaja dengan inisial NF (15) membunuh balita perempuan yang merupakan tetangganya.
Kejadian pembunuhan ini diperkirakan terjadi pada Kamis (5/3), lalu NF mengajukan dirinya ke Polsek Taman Sari, Jakarta Barat, pada Jumat (6/3), dan mengaku telah membunuh seorang anak perempuan.
Opini publik bermunculan, membahas tentang apa yang membuat seorang remaja berani membunuh dan mengakui perbuatannya. Terlebih lagi, diketahui bahwa NF tidak memiliki penyesalan, dan ia melakukannya karena terinspirasi dari sebuah tontonan yang mengandung kekerasan.
Psikolog Rena Masri, S.Psi, M.Si, Psikolog menjelaskan bahwa anak yang melakukan tindakan kekerasan, termasuk pembunuhan, perlu dilakukan diagnosis untuk bisa mengatakan bila anak tersebut memiliki jiwa psikopat.
"Tentunya harus melalui pemeriksaan psikologis, untuk dapat ditegakkan diagnosis apakah memang anak tersebut memiliki jiwa psikopat atau tidak," jelas Rena.
Baca Juga: 5 Cara Terbaik Membuat Anak Tumbuh Jadi Pribadi Disiplin Tanpa Menggunakan Kekerasan
Apa Pengaruh Seorang Anak Melakukan Tindakan Kekerasan?
Foto: womensbyte.com
Menurut Rena, faktor penyebab anak melakukan tindakan kekerasan bisa dari faktor internal dan eksternal. Misalnya, dari pola pengasuhan atau lingkungan yang memang sudah berkaitan erat dengan kekerasan.
Terbiasa 'terpapar' dengan bentuk kekerasan membuat anak memiliki pola pikir bahwa tindakan kekerasan tersebut adalah hal yang biasa atau wajar.
"Misalnya lingkungan dengan kekerasan, sehingga anak menilai bahwa melakukan kekerasan itu hal wajar. Apalagi, ditambah dengan seringnya seorang anak menonton tayangan yang menggambarkan kekerasan," jelas Rena.
Selain dari lingkungan, orang tua yang kerap berlaku kekerasan juga bisa memengaruhi nilai 'kewajaran' terhadap kekerasan itu sendiri pada anak.
"Faktor internal, misalnya orang tua yang memang sering melakukan tindakan kekerasan, hal ini bisa terjadi juga pada anaknya. Sehingga anaknya bisa jadi lebih senang, atau sering melakukan tindakan kekerasan," terangnya.
Faktor psikologis juga dapat menjadi pengaruh anak berperilaku kekerasan, dengan membuat empati seorang anak tidak dapat berkembang secara baik.
"Misalnya, pada akhirnya dia merasa jika tindakan kekerasan ini hal yang wajar, dan empatinya tidak berkembang secara optimal. Sehingga, tidak ada rasa penyesalan atau sedih karena menyakiti orang lain," tutur Rena.
Selain itu, paparan terhadap tindakan kekerasan juga dapat menyebabkan gangguan mental ketika menginjak dewasa.
Dalam jurnal Development and Psychopathology, disebutkan bahwa ada hubungan antara menjadi korban di masa kanak-kanak karena paparan kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan fisik, pelecehan seksual, pelecehan emosional, dan penelantaran, dengan gangguan mental ketika dewasa.
Baca Juga: 5 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga terhadap Anak, Bahaya!
Adakah Ciri-ciri Anak yang Memiliki Hasrat Membunuh atau Melakukan Kekerasan?
Foto: rd.com
Mengutip American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, perilaku kekerasan pada anak-anak dan remaja dapat mencakup berbagai perilaku:
- Kemarahan yang meledak-ledak
- Agresi fisik
- Perkelahian
- Ancaman atau upaya untuk menyakiti orang lain (termasuk pikiran ingin membunuh orang lain)
- Penggunaan senjata
- Kekejaman terhadap hewan
- Bermain api
- Merusak properti dan vandalisme yang disengaja
Mungkin Moms bertanya-tanya, adakah ciri-ciri anak yang memiliki keinginan untuk melakukan tindakan kekerasan, termasuk pembunuhan. Rena berpendapat, bahwa ciri-ciri ini bisa terlihat dan juga tidak.
"Jika anak melakukan kekerasan, melukai binatang atau teman-temannya, tetapi anak tidak merasa tindakannya salah, atau anak merasa senang jika orang lain tersakiti, maka orang tua sudah harus waspada atau khawatir," terang Rena.
Namun, untuk bisa mengamati apa yang dirasakan seorang anak, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Karena beberapa orang bisa mengekspresikan apa yang ia rasakan, sementara orang lain belum tentu bisa.
"Kadang-kadang, ada orang yang bisa mengekspresikan apa yang dirasakan, tetapi untuk orang tertentu, mungkin saja dia bisa menyimpan perasaannya, sehingga apa yang ia rasakan itu tidak terlihat oleh orang lain," lanjutnya.
Selain itu, beberapa tanda bahwa anak mampu bertindak kekerasan termasuk hal-hal berikut ini:
- Sering menyakit binatang atau orang lain, dan tidak merasa bersalah
- Berperilaku kasar, atau melakukan kekerasan terus-menerus
- Biasanya, mulai menghindari sosialisasi
Tanda-tanda ini, menurut Rena, perlu dikaji lebih lanjut lagi, mengingat merupakan ciri-ciri yang mengkhawatirkan.
Lalu, jika Moms mendapati Si Kecil menggambar sesuatu yang mengandung kekerasan, maka Rena menyarankan penting untuk melakukan komunikasi langsung kepada anak.
"Gambar memang bisa menjadi bentuk ekspresi atau perasaan emosi seseorang. Kalau anak sering menggambar hal-hal berbau kekerasan, orang tua sebaiknya melakukan diskusi terlebih dahulu kepada anak," saran Rena.
Moms bisa menanyakan kepada Si Kecil, mengapa ia menggambar gambar tersebut, apa yang ia rasakan saat menggambar ini, dan mengapa ia tidak menggambar sesuatu yang lain.
Baca Juga: Dampak Kekerasan Rumah Tangga Bagi Kesehatan Fisik dan Mental
Bagaimana Langkah Jika Anak Cenderung Melakukan Tindakan Kekerasan?
Foto: help4psychology.co.uk
Bila Moms merasa Si Kecil punya kecenderungan dapat melakukan kekerasan, langkah penting adalah dengan mengajak anak berkonsultasi ke psikolog atau psikiater, sehingga bisa diketahui diagnosis yang tepat.
"Berkonsultasi ke ahlinya juga dapat membantu anak mendapatkan perawatan yang tepat dan mencegah munculnya perilaku kekerasan lebih jauh. Jadi, peran orang tua sangat amat penting," saran Rena.
Lebih lanjut, ia menerangkan bila perilaku anak sudah menjurus atau mengarah kepada hal-hal berbau kekerasan, sebaiknya gerak cepat mengambil langkah untuk mendampingi dan membantu anak agar bisa membentuk sikap dan perasaan yang lebih positif.
Membentuk komunikasi yang baik dengan anak juga dapat membantu Si Kecil lebih terbuka, sehingga ia berani mengungkapkan tentang perasaannya, dan dapat mengurangi hasrat anak untuk melakukan tindakan kekerasan.
"Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak juga harus diperhatikan, sehingga anak merasa dekat orang tuanya, dan ia bisa terbuka dan mau menceritakan apa yang dirasakan dan dialami kepada orang tuanya," tutup Rena.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.