05 Januari 2023

Mengenal Batuk Rejan atau Pertusis, dari Gejala hingga Cara Mengatasi

Batuk rejan juga dikenal dengan istilah pertusis

Pernah mengalami batuk 100 hari yang tak kunjung sembuh? Awas, kondisi tersebut mungkin akibat batuk rejan atau pertusis.

Kondisi tersebut mungkin diawali dengan batuk yang disertai radang tenggorokan biasa.

Namun, entah sudah berapa kali diobati, batuk tidak kunjung sembuh juga.

Terkadang, keluhan juga bisa disertai dengan gejala-gejala lain yang mengganggu.

Nah, agar lebih waspada, Moms sebaiknya mengenal penyakit batuk rejan atau pertusis lewat ulasan di bawah ini, ya!

Baca Juga : Mengenal Makrosefali, Kepala Lingkar Bayi Besar Melebihi Normal

Mengenal Batuk Rejan atau Pertusis

Bayi Batuk Harus Diberikan Obat
Foto: Bayi Batuk Harus Diberikan Obat (Medicalnewstoday.com)

Menurut World Health Organization (WHO), batuk rejan adalah keluhan yang terjadi akibat infeksi bakteri pada sistem pernapasan.

Jenis bakteri yang umumnya menjadi penyebab batuk 100 hari tersebut, yaitu Bordetella Pertussis.

Batuk pertusis berbeda dengan batuk pada umumnya. Pada pertusis, biasanya jangka waktu batuk akan lebih lama.

Selain itu, penderitanya juga akan mengeluhkan batuk yang lebih parah.

Orang dengan batuk rejan bahkan bisa mengeluarkan suara yang lebih nyaring ketika menarik napas.

Setelah batuk, penderitanya juga lebih berisiko muntah dan merasa sangat kelelahan.

Lebih bahayanya lagi, batuk rejan atau pertusis merupakan penyakit yang dapat menular lewat udara.

Penyakit ini pun bisa terjadi pada siapa saja, mulai dari bayi hingga orang dewasa.

Bahkan, sebagian besar penyakit dan komplikasi pertusis terjadi pada anak yang berusia sangat dini.

Melansir WebMD, komplikasi pertusis umumnya terjadi pada bayi yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap.

Tidak berhenti di situ, anak usia 11-18 tahun juga rentan mengidap batuk rejan, lho, Moms.

Hal tersebut karena sistem kekebalan tubuh anak masih belum terbentuk dengan optimal.

Karenanya, mereka akan lebih mudah tertular penyakit, tak terkecuali batuk rejan atau pertusis.

Baca Juga: 10+ Rekomendasi Obat Tetes Telinga Anak, Lengkap dengan Aturan Pakai

Gejala Batuk Rejan

Batuk
Foto: Batuk (Freepik.com/8photo)

Gejala awal batuk rejan atau pertusis sama seperti gejala ringan batuk biasa.

Gejalanya juga mungkin disertai dengan pilek, demam, hidung tersumbat dan berlendir.

Nah, secara bertahap, keluhan batuk rejan akan terjadi semakin parah.

Saat infeksinya mulai terjadi, penderita akan mengalami batuk secara tidak terkontrol yang umumnya disertai kesulitan bernapas.

Kemudian, penderita batuk rejan juga bisa mengalami keluhan-keluhan sebagai berikut:

  • Terasa seperti sesak ketika menarik napas
  • Muntah selama atau setelah batuk
  • Merasa sangat lelah, khususnya setelah batuk
  • Kesulitan untuk bernapas

Pada anak dan bayi, batuk rejan bisa menyebabkan wajah Si Kecil tampak lebih merah atau biru lantaran kesulitan bernapas.

Oleh sebab itu, batuk rejan atau pertusis adalah penyakit yang berbahaya pada bayi.

Harus segera ditindak sebelum terlambat. Jadi, jangan sampai tidak mengenali gejalanya, ya, Moms!

Baca Juga : Mengenal Brakidaktili, Jari Tangan dan Kaki Pendek Sejak Lahir

Cara Penularan Batuk Rejan

Obat yang Ampuh Redakan Batuk
Foto: Obat yang Ampuh Redakan Batuk (Pixabay.com)

Dalam Kids Health dijelaskan, batuk rejan adalah penyakit yang sangat menular.

Bakteri Bordetella Pertussis bisa menyebar dari penderita ke orang lain melalui cairan hidung atau mulut (droplet) dari orang yang terinfeksi.

Cairan tersebut juga dapat melayang dan menyebar melalui udara (airborne) ketika penderita bersin, batuk, atau tertawa.

Orang lain dapat terinfeksi apabila menghirup atau terpapar tetesan tersebut.

Penularan pun dapat terjadi ketika orang yang sehat langsung menyentuh mulut atau hidung setelah terpapar droplet.

Nah, penularan tahap awal penyakit batuk rejan terjadi hingga 2 minggu setelah gejala utama dimulai.

Apabila penderita minum antibiotik dari dokter, maka bisa mempersingkat periode penularan hingga 5 hari.

Beberapa orang memiliki gejala ringan dan tidak tahu bahwa mereka menderita batuk rejan.

Akan tetapi, orang tersebut masih dapat menularkan bakteri penyebabnya kepada orang lain, tak terkecuali bayi dan anak.

Oleh karena itu, setiap orang perlu menerapkan etika batuk dan bersin yang benar ketika berada di mana pun, termasuk di rumah.

Pastikan pula untuk menggunakan masker, khususnya jika Moms sedang berada di tengah kerumunan.

Baca Juga: 4 Kemungkinan Penyebab Koreng di Kaki dan Cara Mengatasinya

Cara Diagnosis Batuk Rejan

Memakai Masker saat Batuk
Foto: Memakai Masker saat Batuk (Bukanaku.com)

Menegakkan diagnosis batuk rejan atau pertusis adalah hal yang tidak mudah.

Pasalnya, dibutuhkan beberapa kali pemeriksaan sampai diagnosis bisa benar-benar ditegakkan.

Berikut beragam cara mendiagnosis pertusis atau batuk rejan, lengkap dengan penjelasannya:

1. Swab PCR

PCR adalah tes cepat dan memiliki sensitivitas yang sangat baik terhadap bakteri penyebab pertusis.

Seperti halnya COVID-19, batuk pertusis pun membutuhkan swab untuk diagnosis lebih lanjut.

Hasil dari PCR harus diinterpretasikan bersama dengan gejala klinis yang dirasakan pasien.

Protokol uji PCR yang berkualitas akan memudahkan deteksi infeksi bakteri spesies Bordetella.

Sensitivitas PCR yang tinggi meningkatkan risiko false-positivity.

Oleh karena itu, dokter biasanya membutuhkan alat tes lain sebagai penguat temuan sebelumnya.

2. Uji Kultur

Idealnya, spesimen harus dikumpulkan selama 2 minggu pertama ketika gejala muncul.

Kultur menjadi 'alat' untuk diagnosis batuk rejan untuk melihat apakah bakteri masih hidup di hidung atau nasofaring.

Setelah 2 minggu pertama, sensitivitas akan menurun dan risiko negatif palsu akan meningkat.

Kultur memiliki spesifisitas yang lebih baik daripada PCR. Namun, membutuhkan waktu hingga 7 hari untuk mendapatkan hasilnya.

3. Tes Serologi

Para ahli mengembangkan uji serologis yang berguna memastikan diagnosis, terutama selama wabah pertusis.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), uji serologi sebaiknya dilakukan 2 hingga 8 minggu setelah batuk terjadi.

Waktu ini diperkirakan saat antibodi tubuh berada di titik tertinggi dan dapat diujikan.

Namun, pengujian dapat dilakukan pada spesimen yang dikumpulkan hingga 12 minggu setelah batuk rejan.

Alasannya karena tes serologis lebih berguna untuk diagnosis pada fase penyakit selanjutnya.

Baca Juga: 7 Cara Mengatasi Napas Cepat pada Anak, Moms Wajib Tahu!

Komplikasi Penyakit Pertusis

Batuk Rejan Akibat Bakteri
Foto: Batuk Rejan Akibat Bakteri (Cosmosmagazine.com)

Batuk rejan (pertusis) yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi.

Beberapa orang akan mengalami komplikasi serius dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Komplikasi terkadang bisa menyebabkan mematikan, khususnya jika terjadi pada bayi di bawah 1 tahun.

Berikut komplikasi yang berisiko tinggi terjadi pada penderita batuk 100 hari:

1. Gangguan Pernapasan

Batuk rejan dapat menyebabkan komplikasi serius pada sistem pernapasan.

Bayi dan anak-anak yang belum mendapatkan semua vaksin batuk rejan, lebih cenderung mengalami komplikasi serius.

Menurut data CDC, beberapa gangguan yang bisa terjadi ketika mengalami batuk rejan pada bayi dan anak-anak, yakni:

  • Sekitar 2 dari 3 anak (68%) mengalami apnea (jeda pernapasan yang mengancam jiwa)
  • Sekitar 1 dari 5 (22%) terkena pneumonia (infeksi paru-paru)
  • Sekitar 1 dari 50 (2%) mengalami kejang
  • Sekitar 1 dari 150 (0,6%) mengalami ensefalopati (penyakit otak)
  • Sekitar 1 dari 100 (1%) meninggal dunia

Semakin dini usia Si Kecil, semakin besar pula kemungkinan mereka membutuhkan perawatan di rumah sakit.

2. Gangguan Fungsi Saraf dan Tulang

Tak hanya anak-anak dan bayi, batuk rejan juga menginfeksi orang remaja dan dewasa.

Komplikasi pertusis pada usia dewasa lebih mengarah ke gangguan fungsi tubuh, saraf, dan juga tulang.

Jika mereka menderita batuk 100 hari tak kunjung henti, remaja dan orang dewasa bisa mengalami:

  • Kehilangan kesadaran
  • Fraktur (patah) tulang rusuk
  • Kehilangan kontrol kandung kemih
  • Berat badan turun drastis

Komplikasi biasanya kurang serius pada kelompok usia yang lebih tua (lansia).

Hal ini lantaran kebanyakan orang lansia telah divaksinasi batuk rejan.

Namun, jika komplikasinya serius, beberapa orang mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit.

3. Komplikasi Lainnya

Bayi dengan batuk rejan memerlukan pemantauan ketat untuk menghindari komplikasi yang berpotensi berbahaya karena kekurangan oksigen.

Komplikasi serius batuk rejan pada bayi, meliputi:

  • Kerusakan otak
  • Radang paru-paru
  • Kejang
  • Pendarahan di otak
  • Apnea (memperlambat atau berhenti bernapas)
  • Kejang-kejang (tak terkendali serta gemetar)
  • Kematian

Bayi berada pada risiko tertinggi kematian terkait batuk rejan, bahkan setelah memulai pengobatan. Orang tua harus memantau bayi dengan hati-hati.

Jika bayi Moms mengalami gejala-gejala di atas, segera hubungi dokter anak untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan. 

Anak yang berusia lebih besar dan orang dewasa juga dapat mengalami komplikasi karena batuk rejan, termasuk:

  • Kesulitan tidur
  • Inkontinensia urine (kehilangan kendali kandung kemih)
  • Radang paru-paru
  • Patah tulang rusuk

Gejala batuk rejan bisa bertahan hingga empat minggu atau lebih, bahkan selama pengobatan.

Anak-anak dan orang dewasa umumnya pulih dengan cepat, tetapi tentu saja dengan intervensi medis lebih dini.

Baca Juga: Coban Pelangi, Wisata Air Terjun dengan Fenomena Penampakan Pelangi

Cara Penanganan Batuk Rejan

Obat Batuk Anak
Foto: Obat Batuk Anak (Static.guiainfantil.com)

Saat anak atau bayi batuk mulai menunjukkan gejala pertusis, maka Moms perlu membawa Si Kecil ke dokter.

Biasanya, dokter akan menyarankan beberapa tips di bawah ini untuk mengendalikan batuk 100 hari:

1. Konsumsi Antibiotik

Pengobatan untuk meredakan batuk rejan atau pertusis adalah dengan antibiotik untuk membunuh bakteri Bordetella Pertussis.

Beberapa antibiotik tersedia untuk mengobati pertusis atau gejala lainnya.

Antibiotik yang paling populer adalah azitromisin, klaritromisin, dan eritromisin.

Jika menderita pertusis selama 3 minggu atau lebih, antibiotik tidak akan diresepkan karena bakteri sudah hilang dari tubuh.

2. Minum Air Putih yang Banyak

Saat bayi batuk terus menerus, mulut Si Kecil juga rentan kering dan tidak jarang disertai dengan muntah usai batuk.

Untuk itu, pemberian air minum yang banyak juga perlu diperhatikan.

Hal ini agar Si Kecil terhindar dari dehidrasi yang rentan menyebabkan komplikasi penyakit lainnya.

3. Vaksinasi DPT

Tidak lupa, pemberian vaksinasi yang dapat mencegah penyakit batuk rejan atau pertusis adalah hal yang penting, Moms.

Bordetella Pertussis dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi DPT (Diptheria, Pertussis, dan Tetanus).

Vaksinasi DPT ini biasanya disarankan saat usia anak 2,3, dan 4 bulan.

Baca Juga: Diabetes Insipidus, Kondisi Ketidakseimbangan Cairan dalam Tubuh

4. Gunakan Vaporizer

Selama pemulihan, biarkan anak beristirahat di tempat tidur dan gunakan alat penguap kabut dingin (vaporizer).

Penggunaan alat ini untuk membantu membersihkan paru-paru dan menjaga saluran pernapasan yang teriritasi.

Pastikan untuk mengikuti petunjuk untuk menjaganya tetap bersih dan bebas jamur.

Jaga kebersihan rumah yang dapat memicu batuk, seperti tidak menggunakan semprotan aerosol, asap tembakau, serta asap kompor.

5. Berikan Makan dalam Porsi Kecil

Anak-anak dengan batuk rejan mungkin muntah atau tidak banyak makan atau minum karena tidak nyaman.

Jadi, tawarkan porsi makanan yang lebih kecil namun lebih sering agar ia tetap mendapat nutrisi.

Perhatikan juga tanda-tanda dehidrasi, termasuk haus, gelisah, lesu, mata cekung, serta mulut dan lidah kering.

Pastikan selalu anak mendapatkan cairan yang cukup setiap harinya.

Baca Juga: 15+ Obat Batuk Alami untuk Anak, serta Minuman Pereda Batuk yang Ampuh dan Mudah Didapatkan!

Ibu Hamil dengan Batuk Rejan

Ibu Hamil Minum
Foto: Ibu Hamil Minum (intermountainhealthcare.org)

Batuk rejan adalah penyakit serius yang bisa menyebabkan kematian pada bayi.

Sayangnya, bayi tidak membangun antibodi secara otomatis terhadap batuk rejan sampai mereka divaksinasi pada usia 2 bulan.

Hal tersebut membuat bayi tidak terlindungi di bulan-bulan pertama kehidupannya.

Nah, Moms bisa melindungi bayi sebelum ia dapat divaksinasi dengan mendapatkan vaksin Tdap selama trimester ketiga kehamilan.

Dengan melakukannya, Moms memberikan antibodi tingkat tinggi kepada bayi sebelum mereka dilahirkan.

Antibodi membantu melindungi bayi dari risiko batuk rejan di bulan-bulan pertama kehidupannya.

CDC merekomendasikan semua wanita untuk menerima vaksin Tdap selama minggu ke 27 hingga 36 kehamilan.

Vaksin sebaiknya dilakukan selama bagian awal dari periode waktu tersebut.

Penelitian mencatat, ibu hamil yang mendapatkan vaksin Tdap pada usia kehamilan 27-36 minggu dapat menurunkan risiko batuk rejan pada bayi berusia di bawah 2 bulan hingga 78 persen.

Karenanya, jika Moms saat ini sedang hamil, jangan lupa untuk mendapatkan vaksin tersebut, ya.

Dengan demikian, Si Kecil bisa terhindar dari risiko batuk rejan di bulan-bulan pertama kehidupannya.

Baca Juga: 15+ Obat Batuk Alami untuk Anak, serta Minuman Pereda Batuk yang Ampuh dan Mudah Didapatkan!

Itu dia penjelasan batuk rejan atau pertusis, yang dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi.

Cegah penyakit ini dengan mendapatkan vaksinasi di waktu yang tepat, ya, Moms!

Jangan tunda juga untuk segera periksa ke dokter apabila Moms mendapati gejala batuk rejan pada diri sendiri maupun Si Kecil.

Semakin cepat dideteksi dan diobati, kemungkinan untuk sembuh akan semakin tinggi.

  • https://rarediseases.org/rare-diseases/pertussis/
  • https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/pert.html
  • https://www.health.state.mn.us/diseases/pertussis/pfacts.html#vaccine
  • https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29028938/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.