Binge Eating Disorder: Gejala dan Penyebab Masalah Ini
Tahukah Moms soal gangguan makan, seperti binge eating disorder?
Sebanarnya, mengonsumsi makanan merupakan hal penting yang harus dilakukan supaya tubuh mendapatkan cukup energi dan juga nutrisi.
Namun, bagaimana dengan kebiasaan makan dengan porsi besar dan tanpa henti? Hal inilah yang disebut binge eating disorder.
Dilansir dari Mayo Clinic, binge eating disorder adalah gangguan mental ketika seseorang mengonsumsi makanan dalam jumlah besar dan merasa tidak mampu berhenti makan.
Mereka yang menderita eating disorder ini akan makan secara berlebihan, di luar kendali, bahkan sedang tidak dalam keadaan lapar.
Pada tahun 2010 lalu, American Psychiatric Association (APA) memasukkan binge eating disorder secara resmi sebagai gangguan mental.
Hal ini menunjukkan bahwa binge eating disorder sama seperti anoreksia nervosa dan bulimia yang menjadi gangguan makan akibat gangguan mental.
Lantas, apa yang membuat binge eating disorder menjadi sebuah gangguan mental? Apa saja gejalanya? Ini ulasan selengkapnya.
Baca Juga: 5 Tanda Anak Alami Gangguan Makan yang Tidak Orang Tua Sadari
Gejala Binge Eating Disorder yang Harus Diketahui
Dilansir dari Psychology Today, gejala binge eating disorder rata-rata terjadi setidaknya sekali seminggu selama 3 bulan.
Diagnosisnya juga dikategorikan sebagai ringan, sedang, berat, atau ekstrem berdasarkan jumlah episode binge eating per minggu.
Adapun beberapa gejala binge eating disorder yang harus Moms waspadai, yaitu:
- Makan lebih banyak makanan daripada orang lain dalam situasi yang sama.
- Tidak mampu mengendalikan berapa banyak makanan yang dikonsumsi.
- Makan ketika sudah kenyang atau tanpa munculnya rasa lapar.
- Merasa kesal atau sedih setelah makan berlebihan.
- Sering makan secara diam-diam tanpa dilihat oleh orang lain.
- Makan sampai benar-benar kenyang.
Jika Moms mengalami gejala tersebut, maka sebaiknya segera periksakan kesehatan mental ke psikolog.
Sebab, ada banyak dampak buruk yang bisa terjadi ketika binge eating disorder tidak ditangani dengan baik.
Baca Juga: Penyebab Gangguan Makanan Saat Hamil dan Cara Mengatasinya
Penyebab Binge Eating Disorder
Penyebab pasti dari binge eating disorder sampai saat ini belum diketahui. Namun, faktor genetik atau anggota keluarga yang juga mengalami hal serupa bisa menjadi faktor risikonya.
Selain itu, pemicu lainnya bisa datang dari munculnya emosi negatif, citra tubuh yang negatif, dan rasa bosan.
Berikut beberapa faktor risiko yang juga dapat menjadi penyebab binge eating, dilansir dari HelpGuide:
1. Faktor Risiko Sosial dan Budaya
Adanya tekanan sosial untuk menjadi kurus bisa menambah perasaan seseorang sehingga memicu mereka makan secara emosional.
Anak-anak yang sering menerima komentar kritis tentang tubuh dan berat badan mereka juga rentan mengalami binge eating disorder.
Selain itu, gangguan ini juga kerap kali dialami para korban pelecehan seksual di masa kanak-kanak.
Baca Juga: Viral Video Pelecehan Seksual di Rumah Sakit, Ternyata Banyak Kasus Serupa Terjadi!
2. Faktor Risiko Psikologis
Depresi dan binge eating disorder merupakan 2 hal yang saling berkaitan.
Banyak penderita binge eating yang mengalami depresi atau sebelumnya pernah mengalami masalah dengan kontrol impuls dan mengelola serta mengekspresikan perasaan mereka.
Harga diri yang rendah, kesepian, dan ketidakpuasan tubuh juga dapat menyebabkan binge eating disorder.
3. Faktor Risiko Biologis
Adanya kelainan biologis dapat menyebabkan binge eating disorder.
Misalnya, hipotalamus (bagian otak yang mengontrol nafsu makan) mungkin tidak mengirimkan pesan yang benar tentang rasa lapar dan kenyang.
Baca Juga: Ini 8 Dampak Buruk Body Shaming, Jangan Anggap Remeh!
Bahaya Binge Eating
Bisa dikatakan, faktor penyebab binge eating disorder sangat kompleks. Setiap orang punya latar belakang yang berbeda-beda, sehingga pemicunya juga bisa berbeda.
Namun, Moms perlu mengetahui dampak negatif dari binge eating disorder itu sendiri.
Dilansir dari WebMD, binge eating disorder bisa mengakibatkan seseorang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
Pada jangka panjang, obesitas menjadi pemicu penyakit kronis yang berbahaya, seperti:
- Sleep apnea.
- Penyakit jantung.
- Tekanan darah tinggi.
- Diabetes tipe 2.
- Radang sendi.
- Kanker.
Gejala binge eating disorder juga kerap muncul ketika seseorang mengalami tingkat stres yang tinggi. Untuk itu, penting sekali mengelola stres dengan baik, Moms.
Jika Moms membutuhkan bantuan, maka sebaiknya segera mencari pertolongan pada psikolog atau psikiater, ya.
Baca Juga: 8 Penyebab Obesitas pada Anak, Jangan Dianggap Enteng ya!
Cara Mengatasi Binge Eating Disorder
Melansir National Health Service, kebanyakan orang dengan binge eating disorder menjadi lebih baik dengan pengobatan dan dukungan.
Berikut penjelasan lengkap mengenai cara mengatasi gangguan makan berlebihan:
1. Bantuan Terpandu
Penderita mungkin akan ditawari program bantuan mandiri yang dipandu sebagai langkah pertama dalam mengobati gangguan makan berlebihan.
Cara ini sering kali bekerja melibatkan buku self-help yang dikombinasikan dengan sesi bersama terapis, psikiater, atau psikolog.
Buku-buku swadaya ini dapat membawa penderitanya melalui program yang membantu mereka untuk:
- Memantau apa yang dimakan
- Membantu memerhatikan dan mencoba mengubah pola perilaku
- Membuat rencana makan yang realistis
- Mempelajari pemicu binge eating disorder dan mencegahnya
- Mengidentifikasi penyebab yang mendasari gangguan
- Menemukan cara lain untuk mengatasi perasaan lapar dan ingin makan secara terus-menerus
- Memahami dan belajar bagaimana mengatur berat badan dengan cara yang sehat
Bergabung dengan komunitas atau kelompok dukungan binge eating juga dapat membantu perawatan ini, Moms.
Namun, jika pengobatan swadaya tidak membantu setelah melewati waktu 4 minggu, penderita binge eating mungkin juga akan ditawari terapi perilaku kognitif atau obat-obatan.
Baca Juga: Mengenal Emotional Eating dan Cara Menanganinya
2. Terapi Perilaku Kognitif (CBT)
Terapi perilaku kognitif ini biasanya akan dilakukan dalam sesi kelompok dengan orang lain, tetapi juga dapat ditawarkan sebagai sesi privat (individu) dengan terapis.
Pasien akan ditawarkan terapi perilaku kognitif sekitar 16 sesi mingguan selama 4 bulan, masing-masing berlangsung sekitar 90 menit untuk sesi kelompok dan 60 menit untuk sesi individu.
CBT melibatkan berbicara dengan terapis, yang akan membantu penderita binge eating menjelajahi pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang dapat berkontribusi pada gangguan makan mereka.
Cara ini akan membantu para penderitanya untuk:
- Merencanakan makanan dan kudapan yang harus dimakan sepanjang hari.
- Mencari tahu apa yang memicu binge eating disorder.
- Mengubah dan mengelola perasaan negatif tentang tubuh yang memicu binge eating.
- Membantu penderitanya tetap berpegang pada kebiasaan makan yang baru.
Ketika menjalani perawatan ini, penderitanya tidak boleh mencoba diet karena hal ini bisa membuat mereka lebih sulit berhenti makan berlebihan.
3. Obat
Dalam hal ini, obat yang diresepkan untuk mengatasi binge eating disorder adalah antidepresan.
Namun, antidepresan tidak boleh ditawarkan sebagai satu-satunya pengobatan untuk gangguan makan berlebihan.
Jadi, dokter mungkin akan meresepkan antidepresan dalam kombinasi dengan terapi atau perawatan swadaya untuk membantu penderita mengelola kondisi lain, seperti:
Wanita Lebih Rentan Mengalami Gejala Binge Eating Disorder
Binge eating disorder tentunya berbeda dengan intermittent fasting (IF), yaitu diet yang memperbolehkan seseorang makan dalam periode tertentu saja.
“Hal yang membedakan binge eating disorder dengan cara makan lainnya adalah hal ini terjadi berulang dan tanpa didorong oleh rasa lapar,” ungkap Dr. B. Timothy Walsh, profesor psikiatri di Columbia University Medical Center.
"Seseorang yang mengalami binge eating disorder juga merasa tidak bahagia setelah makan. Maka dari itu, biasanya mereka akan makan secara diam-diam," tambahnya.
National Eating Disorders Association mengungkapkan, wanita memiliki gejala gangguan binge eating disorder lebih sering dibandingkan pria. Mengapa demikian?
“Wanita lebih mudah terpengaruh pada citra ideal tentang tubuh. Selain itu, binge eating disorder dikaitkan dengan seseorang yang memiliki kecemasan dan gejala depresi. Wanita lebih rentan mengalami gangguan mental tersebut,” ujar Dr. Kimberly M. Daniels, psikolog di Hartford, Connecticut, spesialis dalam gangguan makan.
Baca Juga: Ini Dampak Gangguan Kesehatan Mental Jika Tidak Diatasi, Jangan Anggap Enteng!
Itulah informasi lengkap seputar binge eating disorder. Jika Moms membutuhkan bantuan, segera berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.
- https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/binge-eating-disorder/symptoms-causes/syc-20353627
- https://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=123539741
- https://www.nationaleatingdisorders.org/statistics-research-eating-disorders
- https://www.psychologytoday.com/intl/conditions/binge-eating-disorder-compulsive-overeating
- https://www.webmd.com/mental-health/eating-disorders/binge-eating-disorder/health-problems-binge-eating#1
- https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/binge-eating/treatment/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.