Galaktosemia, Kondisi Bayi Tidak Bisa Mencerna ASI dan Susu Sapi
Sebagian bayi lahir dengan kondisi yang disebut dengan galaktosemia, yaitu kelainan genetik saat tubuh tidak mampu mencerna ASI.
Padahal, ASI sangat penting dan dibutuhkan anak guna menunjang tumbuh kembangnya, termasuk hormon dan peningkatan sistem kekebalan tubuh atau imunitas anak.
Berbeda dengan bayi pada umumnya, penderita galaktosemia bukan hanya tidak dapat mencerna ASI saja, tetapi juga susu sapi dan produk olahan susu lainnya.
Jika Moms belum pernah mendengar istilah ini, berikut serba-serbi selengkapnya tentang galaktosemia pada bayi.
Pengertian Galaktosemia dan Jenisnya
Melansir dari Boston Children’s Hospital, galaktosemia berarti galaktosa dalam darah. Galaktosa sendiri merupakan jenis gula sederhana yang berasal dari laktosa
Tubuh bayi yang terlahir dengan galaktosemia tidak mampu mengolah jenis gula tersebut, terutama yang ditemukan pada ASI, susu sapi, dan produk olahan susu.
Jika tubuh tidak mampu memecah dan mencerna galaktosa, otomatis gula akan menumpuk di jaringan dan darah dalam tubuh.
Efek sampingnya semakin membahayakan jika tidak segera diatasi. Berkaitan dengan hal tersebut, kehilangan nyawa menjadi komplikasi paling parah yang bisa saja terjadi.
Ada tiga jenis galaktosemia yang telah diidentifikasi. Ketiganya disebabkan oleh mutasi gen GALE, GALK1, dan GALT.
Ketiga gen tersebut adalah gen yang bertanggungjawab untuk membuat enzim untuk memecah galaktosa.
Sebagian besar penderita galaktosemia disebabkan oleh defisiensi gen GALT dalam kondisi yang cukup parah.
Gejala Galaktosemia yang Tampak pada Anak
ASI sejatinya dibutuhkan bayi sebagai asupan utama. Hanya dengan ASI, seluruh nutrisi dan gizi bayi dapat tercukupi dengan baik.
Sayangnya, beberapa bayi tidak dapat menerima asupan penting tersebut akibat kelainan genetik yang disebut dengan galaktosemia.
Tubuh secara langsung menolak galaktosa yang menjadi salah satu komponen dari laktosa. Saat kadarnya menumpuk dalam tubuh, sejumlah komplikasi pun muncul.
Galaktosemia pada bayi yang baru lahir tidak menunjukkan gejala berarti.
Tanda-tanda penolakan tubuh biasanya baru akan muncul beberapa hari setelah mengonsumsi ASI atau susu formula.
Gejala tersebut ditandai dengan beberapa kondisi berikut ini:
- Bayi rewel dan menangis terus-menerus.
- Menolak untuk disusui.
- Muntah-muntah.
- Mata dan kulit menguning.
- Terlihat lemas karena kelelahan.
- Kejang-kejang.
- Berat badan yang tetap, terutama beberapa minggu setelah lahir.
- Tumbuh kembang terhambat.
- Pembengkakan hati atau hepatomegali.
- Mengalami kerusakan hati.
- Mengalami perdarahan tanpa sebab.
- Kadar gula darah menurun atau hipoglikemia.
Dilansir dari National Organization for Rare Disorders, bayi dengan galaktosemia akan mengalami keterlambatan tumbuh kembang fisik maupun mental jika tidak segera mendapat penanganan.
Dalam kasus parah, penumpukan galaktosa pada bayi yang baru lahir dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.
Dalam kasus ringan, gejala hanya muncul dalam intensitas rendah. Jika kasus cepat diatasi, komplikasi serius yang mengancam nyawa dapat dicegah.
Penyebab Galaktosemia yang Dialami Anak
Penyakit ini diturunkan secara genetik dari orangtua. Orangtua bersifat sebagai pembawa gen penyebab galaktosemia.
Gen tersebut kemudian diturunkan pada anak, sehingga enzim yang seharusnya digunakan untuk memecah galaktosa tidak dapat berfungsi semestinya.
Melansir dari American Liver Foundation, ketika seseorang mengonsumsi produk yang mengandung laktosa, tubuh memecah laktosa menjadi galaktosa dan glukosa.
Akumulasi galaktosa pada penderita galaktosemia ini dapat menyebabkan komplikasi serius.
Komplikasi dapat berupa pembesaran hati, gagal ginjal, katarak pada mata atau kerusakan otak.
Dari total keseluruhan penderita, ada sebanyak 75% bayi dengan galaktosemia yang kehilangan nyawa akibat keterlambatan pengobatan.
Komplikasi Galaktosemia
Seperti pada penjelasan sebelumnya, galaktosemia adalah penyakit yang menyebabkan berbagai komplikasi serius pada bayi.
Jika tidak segera diatasi, bayi penderita galaktosemia berisiko mengalami berbagai komplikasi, seperti:
- Mudah terinfeksi bakteri.
- Katarak pada mata.
- Gangguan reproduksi di kemudian hari.
- Gangguan kesuburan pada wanita.
- Gangguan tumbuh kembang, termasuk kelainan postur tubuh, autisme, down syndrome, tubuh kerdil, gangguan berbicara, tingkat intelegensi rendah, dan lain-lain.
- Gangguan motorik, termasuk posisi tubuh yang tidak sejajar, gerakan yang kaku, kedua tungkai terlihat lunglai, serta perkembangan yang tidak sama seperti bayi seusianya.
- Gangguan perilaku, termasuk mudah emosi, perilaku impulsif, sering melawan orangtua, gemar merusak barang, melempar benda-benda sekitar, suka mencuri, atau berbohong.
- Penyakit pada hati, yang ditandai dengan warna mata dan kulit kekuningan, sakit perut, pembengkakan pada kaki atau tungkai, dan pembengkakan perut.
- Penyakit pada ginjal, yang ditandai dengan terhambatnya tumbuh kembang, demam, penurunan frekuensi buang air kecil, darah pada urine, sesak napas, serta sakit kepala.
Cara Mengatasi Galaktosemia
Sayangnya, hingga saat ini belum ada obat yang mampu menyembuhkan galaktosemia pada bayi.
Langkah penanganannya pun hanya dilakukan dengan mendeteksi dan mendiagnosa dini, agar bayi bisa mendapatkan perawatan.
Proses deteksi dan diagnosa dilakukan dengan skrining bayi yang baru lahir. Prosedurnya dilakukan dengan pemeriksaan kadar galaktosa.
Prosedur tersebut sudah menjadi pemeriksaan wajib di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat.
Prosesnya dilakukan dengan mengambil sampel darah dan urine bayi untuk mengetahui kadar dan enzim pengolah galaktosa dalam tubuh.
Sayangnya, fasilitas tes galaktosa untuk bayi yang baru lahir belum mumpuni di Indonesia.
Hal tersebut berakibat pada keterlambatan diagnosa, sehingga penyakit baru diketahui beberapa hari setelah lahir.
Oleh karena itu, segera periksakan bayi jika mengalami gejala yang mengarah pada galaktosa seperti yang telah disebutkan.
Jika hasilnya bayi positif menderita galaktosemia, ada beberapa langkah penanganan yang dapat dilakukan orangtua.
Penanganan tersebut dilakukan dengan menerapkan pola diet bebas laktosa, seperti:
- Berhenti memberikan ASI pada anak.
- Berhenti memberikan susu sapi, susu kambing, dan susu dari hewan lainnya.
- Memberikan susu formula bebas kandungan galaktosa.
- Memberikan susu kedelai atau susu almond.
- Berhenti memberikan makanan yang merupakan produk turunan susu, seperti keju, margarin, es krim, dan lain-lain.
Jika ingin mengganti susu dengan susu kedelai atau susu almond, Moms bisa diskusikan terlebih dulu dengan dokter.
Dilansir dari Jurnal The Cochrane Database Systematic Review, jika anak segera ditangani dengan diet ketat dan konsisten, risiko komplikasi penyakit akibat galaktosemia dapat dicegah.
Dalam beberapa kasus, galaktosemia dapat sembuh dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya usia.
Hanya sebagian kecil anak yang menderita galaktosemia hingga ia dewasa. Meski dapat membahayakan nyawa anak, penyakit ini terbilang sangat langka.
Oleh karena itu, sebaiknya Moms tidak perlu khawatir secara berlebihan, ya.
Tetap lakukan langkah pencegahan, yaitu dengan melakukan pemeriksaan kandungan secara rutin guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Pemeriksaan kandungan berkala selama masa kehamilan juga bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada janin.
Jika ditemukan, dokter dapat melakukan penanganan sedikit mungkin, sehingga kesehatan janin tetap terjaga dengan baik.
- https://www.childrenshospital.org/conditions-and-treatments/conditions/g/galactosemia/symptoms-and-causes
- https://rarediseases.org/rare-diseases/galactosemia/
- https://medlineplus.gov/genetics/condition/galactosemia/
- https://liverfoundation.org/for-patients/about-the-liver/diseases-of-the-liver/galactosemia/
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32567677/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.