Hipoalbuminemia: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Cara Mengobati
Pernahkah Moms mendengar tentang istilah hipoalbuminemia?
Faktanya, kondisi ini cukup umum terjadi, terutama jika Moms menjalankan pola makan yang tidak sehat.
Sebenarnya, apa itu hipoalbuminemia? Yuk, simak ulasan lengkapnya berikut ini!
Baca Juga: Seringkali Dianggap Sama, Ini Perbedaan Darah Rendah dan Kurang Darah
Apa Itu Hipoalbuminemia?
Foto: Dirawat di Rumah Sakit (Orami Photo Stocks)
Hipoalbuminemia adalah kondisi ketika tubuh tidak memiliki kadar albumin dalam jumlah yang cukup.
Albumin merupakan protein yang diproduksi organ hati, yang punya peran penting dalam plasma darah.
Kadar albumin pada tubuh setiap orang berbeda-beda, tergantung dengan usia.
Namun, kadar albumin normal orang dewasa pada umumnya adalah sekitar 3,5 dan 5,9 gram per desiliter (g/dL).
Bila kadarnya tidak mencukupi, tubuh tak dapat menahan cairan agar tidak keluar dari pembuluh darah.
Di samping itu, kekurangan albumin juga bisa mempersulit tubuh dalam memindahkan zat-zat tertentu.
Itulah sebabnya, orang yang mengalami hipoalbuminemia harus mendapatkan perawatan dokter agar tubuhnya bisa berfungsi dengan normal.
Baca juga: Serba-serbi Isprinol, Obat untuk Obati Berbagai Infeksi Virus
Apa Saja Tanda dan Gejala Hipoalbuminemia?
Foto: Wanita Mengalami Sesak Napas (Orami Photo Stocks)
Orang yang kekurangan albumin kadang tidak menyadari munculnya gejala.
Namun, jika diperhatikan, mungkin ada beberapa perubahan yang terjadi pada tubuh penderita hipoalbuminemia.
Berikut ini adalah berbagai gejala hipoalbuminemia yang umum terjadi:
- Edema (penumpukan cairan) di kaki atau wajah
- Kulit kasar atau lebih kering daripada biasanya
- Rambut menipis
- Penyakit kuning, di mana bagian putih mata dan kulit menguning
- Sesak napas
- Detak jantung tak teratur (aritmia)
- Nafsu makan menurun
- Diare
- Mual dan muntah
Munculnya gejala hipoalbuminemia bisa berbeda-beda pada setiap orang, tergantung dengan penyebab yang mendasarinya.
Jika Moms atau Dads mengalami gejala yang disebutkan di atas dan tidak membaik dalam beberapa hari, jangan tunda untuk segera periksa ke dokter, ya!
Baca juga: Kenali Penyakit Graves yang Jadi Penyebab Hipertiroidisme
Apa Penyebab Hipoalbuminemia?
Foto: Pasien Dirawat di Rumah Sakit (Orami Photo Stocks)
Penyebab hipoalbuminemia adalah yang paling umum adalah peradangan di seluruh tubuh.
Kondisi ini biasanya terjadi ketika seseorang mengalami sepsis (infeksi berbahaya di aliran darah) atau baru saja menjalani operasi.
Peradangan juga bisa berasal dari kebocoran kapiler akibat penggunaan ventilator atau mesin bypass di tubuh.
Bisa juga terjadi karena tubuh tidak mendapatkan protein atau kalori yang cukup dari makanan sehari-hari.
Berikut adalah berbagai penyebab lain dari hipoalbuminemia:
- Mengalami luka bakar yang serius
- Tubuh kekurangan vitamin
- Malnutrisi dan tidak mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang
- Perut tidak dapat menyerap nutrisi dengan baik.
- Menerima cairan intravena (IV) saat berada di rumah sakit setelah operasi
Hipoalbuminemia juga bisa disebabkan oleh masalah kesehatan lain, seperti:
- Diabete tipe 2
- Hipertiroidisme atau kelenjar tiroid terlalu aktif
- Gagal jantung
- Lupus, yaitu ketika sistem kekebalan yang menyerang tubuh sendiri
- Sirosis atau kerusakan hati
- Sindrom nefrotik, yaitu masalah ginjal yang menyebabkan tubuh mengeluarkan banyak protein saat buang air kecil.
Baca juga: Sudah Tahu Perbedaan Diabetes Tipe 1 dan Tipe 2? Yuk Simak Penjelasannya!
Bagaimana Hipoalbuminemia Didiagnosis?
Foto: Tes Kesehatan (Orami Photo Stocks)
Gejala yang ditimbulkan akibat kurangnya albumin dalam darah bisa menyerupai penyakit-penyakit lain.
Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosis hipoalbuminemia, dokter akan meminta Moms atau Dads menjalani serangkaian tes kesehatan.
Tes kesehatan yang paling umum dilakukan adalah tes albumin serum, yakni mengukur kadar albumin dalam darah.
Kemudian, ada juga tes mikroalbuminuria, yakni mengukur banyaknya albumin yang dikeluarkan dalam urine.
Tes darah protein C-reaktif (CRP) juga berguna untuk mendiagnosis hipoalbuminemia.
Dengan tes ini, dokter dapat mengetahui seberapa banyak peradangan yang terjadi pada tubuh.
Dokter juga mungkin akan merekomendasikan tes kesehatan lain pada kasus-kasus tertentu.
Baca juga: Wasapadai 6 Tanda Ginjal Bermasalah sebelum Terlambat!
Bagaimana Hipoalbuminemia Diobati?
Foto: Sumber Protein (Orami Photo Stocks)
Pengobatan kekurangan albumin dalam darah sangat beragam, dan akan disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya.
Perawatannya bisa berupa perubahan pola makan, khususnya jika disebabkan oleh kekurangan gizi.
Dokter akan merekomendasikan makanan yang tinggi protein, seperti telur, produk susu, dan kacang-kacangan.
Selain itu, dokter juga akan menegaskan bahwa pasien mesti menghentikan kebiasaan minum alkohol.
Sebab, jenis minuman tersebut bisa menurunkan kadar protein di dalam darah.
Pada Moms atau Dads yang memiliki penyakit ginjal, dokter juga mungkin akan meresepkan obat hipertensi. Hal ini bertujuan untuk membantu mencegah keluarnya albumin melalui urine.
Obat-obatan lain yang umum digunakan, termasuk kaptopril (Capoten) dan benazepril (Lotensin).
Ada juga obat-obatan untuk menekan sistem kekebalan yang membantu menjaga peradangan agar tidak menurunkan kadar albumin.
Dokter mungkin juga merekomendasikan obat atau suntikan kortikosteroid.
Baca Juga: Mengenal Favipiravir, Obat untuk COVID-19
Itu dia sederet fakta mengenai hipoalbuminemia. Jika Moms atau Dads mengalami gejala-gejala yang berkaitan dengan kondisi ini, jangan ragu untuk segera berobat ke dokter, ya!
- https://www.healthline.com/health/hypoalbuminemia#symptoms
- Chen CW, Chen YY, Lu CL, Chen SC, Chen YJ, Lin MS, Chen W. Severe hypoalbuminemia is a strong independent risk factor for acute respiratory failure in COPD: a nationwide cohort study. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2015 Jun 17;10:1147-54. doi: 10.2147/COPD.S85831. PMID: 26124654; PMCID: PMC4476425.
- Gatta A, Verardo A, Bolognesi M. Hypoalbuminemia. Intern Emerg Med. 2012 Oct;7 Suppl 3:S193-9. doi: 10.1007/s11739-012-0802-0. PMID: 23073857.
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.