ADHD pada Anak: Penyebab, Gejala dan Pencegahannya
Apakah Si Kecil tampak lebih aktif dibanding teman sebayanya? Apakah dia kesulitan tidur? Jika jawabannya ya, bisa jadi Si Kecil menunjukkan tanda-tanda ADHD pada anak.
Sayangnya tidak mudah memastikan bahwa Si Kecil memang menderita ADHD. Karena secara umum bayi cenderung sulit untuk fokus pada sesuatu.
Ini karena ADHD lebih dari sekadar perilaku khas bayi.
Menurut National Institutes of Health (NIH), kondisi ADHD tersebut dapat melampaui usia bayi, usia remaja, dan bahkan orang dewasa.
Inilah sebabnya cukup penting untuk mengenali tanda-tanda ADHD pada anak usia dini.
Bagi Moms yang tengah mencari informasi tentang ADHD pada anak, simak lengkapnya di bawah ini, ya.
Baca Juga: 5 Resep Brownies Kukus Simple, Dijamin Lumer di Mulut!
Gejala ADHD pada Anak
Menurut Mayo Clinic, anak-anak usia balita dari 2 hingga 3 tahun dapat menunjukkan gejala ADHD pada anak.
Berdasarkan NIH, ada tiga tanda utama dari kondisi pada anak di atas usia 3 di antaranya:
- Kekurangan perhatian
- Hiperaktif
- Impulsif
Perilaku-perilaku di atas sebenarnya juga terjadi pada anak-anak tanpa ADHD.
Si Kecil tidak akan didiagnosis dengan ADHD kecuali gejala-gejala tersebut berlanjut selama lebih dari enam bulan dan memengaruhi kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang sesuai dengan usia.
Perhatian yang besar perlu diambil dalam mendiagnosis anak di bawah 5 tahun dengan ADHD, terutama jika penggunaan obat sedang dipertimbangkan.
Diagnosis pada usia muda ini paling baik dibuat oleh psikiater anak atau dokter anak yang memiliki spesialisasi dalam perilaku dan tumbuh kembang
Untuk lebih memahami gejala ADHD pada bayi, yuk Moms simak ulasannya di bawah ini!
1. Kesulitan Memperhatikan
Gejala ADHD pada anak yang pertama adalah kesulitan memperhatikan. Pada anak usia sekolah ini ada beberapa perilaku yang terkait dengan masalah perhatian, di antaranya:
- Ketidakmampuan untuk fokus pada satu aktivitas.
- Kesulitan menyelesaikan tugas sebelum bosan.
- Kesulitan mendengarkan akibat gangguan.
- Masalah mengikuti instruksi dan memproses informasi.
- Memiliki rentang perhatian yang pendek dan mudah teralihkan.
- Membuat kesalahan yang ceroboh misalnya, dalam tugas sekolah.
- Tampak pelupa atau kehilangan barang.
- Tidak mampu untuk tetap pada tugas-tugas yang membosankan atau memakan waktu.
- Tampaknya tidak dapat mendengarkan atau melaksanakan instruksi.
- Terus-menerus mengubah aktivitas atau tugas.
- Mengalami kesulitan mengatur tugas.
Namun, bagaimanapun juga perilaku-perilaku ini bisa saja normal pada bayi. Moms perlu berkonsultasi lebih dalam tentang masalah ini dnegan dokter.
Baca Juga: 15 Rekomendasi Sabun Mandi Bayi, Aman untuk Kulit Sensitif!
2. Gelisah dan Menggeliat
Gejala ADHD pada anak yang berikutnya adalah anak cenderung rewel, menangis berlebihan, gelisah dan menggeliat.
Ketika Si Kecil menangis berlebihan dan kesulitan tidur serta makan, berisiko lebih tinggi untuk masalah attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Paling umum, masalah-masalah ini terkait dengan ADHD dan masalah perilaku eksternal seperti perilaku agresif atau destruktif dan atau marah-marah.
Seperti yang dilaporkan oleh Mayo Clinic, komunitas medis sekarang lebih suka menyebut kondisi ADHD karena gangguan tersebut sering termasuk komponen hiperaktif dan impulsif.
Tanda-tanda hiperaktif yang mungkin mengindikasikan Si Kecil menderita ADHD antara lain:
- Menjadi terlalu gelisah dan gelisah.
- Memiliki ketidakmampuan untuk duduk diam untuk kegiatan yang tenang seperti makan dan membacakan buku untuk mereka.
- Berbicara dan membuat suara berlebihan.
- Berlari dari mainan ke mainan, atau terus bergerak.
- Gerakan fisik yang berlebihan.
- Berbicara berlebihan.
- Tidak bisa menunggu giliran.
- Bertindak tanpa berpikir.
- Menyela percakapan.
- Sedikit atau tidak ada rasa bahaya.
3. Impulsif
Gejala lain ADHD pada anak adalah impulsif. Tanda-tanda bahwa Si Kecil memiliki perilaku yang terlalu impulsif termasuk di antaranya:
- Menampilkan ketidaksabaran ekstrem dengan orang lain.
- Menolak untuk menunggu giliran ketika bermain dengan anak-anak lain.
- Menyela ketika orang lain berbicara.
- Mengalami kesulitan mengendalikan emosi mereka.
- Rentan terhadap ledakan.
Banyak juga masalah terjadi di masa kanak-kanak yang menyebabkan kesulitan mempertahankan perhatian, tapi itu tidak sama dengan ADHD.
Jadi, ketika menunjukkan beberapa gejala atau tanda yang sudah disebutkan di atas, Moms perlu melakukan konsultasi ke dokter anak untuk menemukan jawaban dan solusinya.
Baca Juga: 10 Rekomendasi Aplikasi Tumbuh Kembang Anak, Gratis!
Penyebab ADHD pada Anak
Sayangnya hingga saat ini belum ada informasi jelas mengenai penyebab ADHD pada anak.
Beberapa penelitian terus berlanjut untuk menemukan penyebab pasti dari ADHD pada anak.
Namun, faktor-faktor yang mungkin terlibat dalam perkembangan ADHD ini termasuk genetika, lingkungan, atau masalah dengan sistem saraf pusat pada saat-saat penting dalam perkembangan.
Beberapa faktor risiko untuk ADHD mungkin termasuk:
- Turunan darah, seperti orang tua atau saudara kandung, dengan ADHD atau gangguan kesehatan mental lainnya
- Paparan racun lingkungan atau kimia, seperti timah, ditemukan terutama di cat dan pipa di bangunan tua
- Penggunaan narkoba ibu, penggunaan alkohol atau merokok selama kehamilan
- Lahir prematur
- Riwayat kerusakan otak
Mungkin Moms pernah mendengar mitos terlalu banyak gula saat mengandung dapat meningkatkan risiko Si Kecil menderita ADHD saat lahir.
Namun, ternyata hingga saat ini tidak ada bukti yang dapat dipercaya tentang hal ini.
Komplikasi ADHD pada Anak
ADHD dapat mempersulit hidup anak-anak, mereka mungkin akan dihadapi dengan beberapa masalah yang menganggu kegiatan hari-hari Si Kecil.
Beberapa kondisi yang mungkin menganggu anak-anak dengan ADHD, di antara lainnya:
- Cenderung mengalami lebih banyak cedera daripada anak-anak yang tidak menderita ADHD.
- Cenderung memiliki kepercayaan diri yang buruk.
- Lebih cenderung mengalami kesulitan berinteraksi dan diterima oleh teman sebaya dan orang dewasa.
- Kondisi yang bergantung dengan keluarga.
ADHD tidak menyebabkan masalah psikologis atau perkembangan lainnya. Namun, anak-anak dengan ADHD lebih mungkin memiliki kondisi seperti:
- Oppositional defiant disorder (ODD), secara umum didefinisikan sebagai pola perilaku negatif, menantang, dan bermusuhan terhadap figur otoritas.
- Gangguan tingkah laku, ditandai dengan perilaku antisosial seperti berkelahi, merusak harta benda, dan mencelakakan orang atau hewan.
- Gangguan disregulasi suasana hati yang mengganggu, ditandai dengan lekas marah dan masalah toleransi terhadap frustrasi.
- Ketidakmampuan belajar, termasuk masalah dengan membaca, menulis, memahami dan berkomunikasi.
- Gangguan kecemasan, yang dapat menyebabkan kekhawatiran dan kegugupan yang luar biasa, dan termasuk gangguan obsesif kompulsif (OCD).
- Gangguan suasana hati, termasuk depresi dan gangguan bipolar.
- Gangguan spektrum autisme, suatu kondisi yang berkaitan dengan perkembangan otak yang memengaruhi cara seseorang memandang dan bersosialisasi dengan orang lain.
- Gangguan Tic atau sindrom Tourette, gangguan yang melibatkan gerakan berulang atau suara yang tidak diinginkan (tics) yang tidak dapat dikendalikan dengan mudah.
Baca Juga: Sinopsis Budi Pekerti, Masuk di 17 Nominasi Piala Citra 2023
Perawatan untuk ADHD pada Anak
Perawatan khusus untuk gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas akan ditentukan oleh rekomendasi dokter anak berdasarkan:
- Usia anak, kesehatan secara keseluruhan, dan riwayat medis.
- Tingkat gejala anak.
- Toleransi anak terhadap pengobatan atau terapi tertentu.
- Harapan untuk perjalanan kondisi.
- Pendapat atau preferensi Moms dan Dads.
Komponen utama pengobatan untuk anak-anak dengan ADHD adalah dukungan orang tua dan pelatihan perilaku.
Beberapa perawatan mungkin termasuk:
1. Obat Psikostimulan
Obat-obatan ini digunakan karena kemampuannya menyeimbangkan bahan kimia di otak yang berfungsi untuk mempertahankan perhatian dan mengendalikan impulsif.
Obat psikostimulan membantu "merangsang" atau membantu otak untuk fokus dan dapat digunakan mengurangi gejala utama ADHD.
Obat-obatan yang biasa digunakan untuk mengobati ADHD meliputi:
- Methylphenidate (Ritalin, Metadate, Concerta, Methylin).
- Dextroamphetamine (Dexedrine, Dextrostat).
- Campuran garam amfetamin (Adderall).
- Atomoksetin (Strattera). Obat SNRI (selective serotonin norepinephrine reuptake inhibitor) nonstimulan dengan manfaat untuk gejala suasana hati terkait.
- Lisdexamfetamine (Vyvanse).
Psikostimulan telah digunakan untuk mengobati gangguan perilaku masa kanak-kanak sejak tahun 1930-an dan telah dipelajari secara luas.
Seperti obat-obat keras pada umumnya, obat psikostimulan memiliki efek samping yang umum mungkin termasuk:
- Insomnia
- Nafsu makan menurun
- Sakit perut
- Sakit kepala
- Gelisah
Meski menimbulkan efek samping, beberapa efek samping ini bersifat ringan, berkurang dengan penggunaan teratur, tetapi ini bergantung akan dosis pemberian obat.
Selain obat psikostimulan, obat antidepresan juga dapat diberikan untuk anak-anak dengan ADHD untuk membantu meningkatkan perhatian sekaligus mengurangi agresi, kecemasan, dan depresi.
2. Perawatan Psikososial
Mengasuh anak dengan ADHD mungkin sulit dan dapat menimbulkan tantangan yang menimbulkan masalah psikologi bagi orang tua, seperti stres.
Salah satu perawatan yang bisa dilakukan untuk ADHD pada anak selain pengobatan medis, bisa juga melakukan perawatan psikososial atau kelas keterampilan manajemen perilaku.
Baca Juga: 10+ Jenis Teh Herbal untuk Batuk dan Flu, Manjur Moms!
Pencegahan ADHD pada Anak
Untuk membantu mengurangi risiko anak terkena ADHD, Moms bisa melakukan beberapa langkah preventif, seperti:
- Selama hamil, hindari segala sesuatu yang dapat membahayakan perkembangan janin. Misalnya, jangan minum alkohol, menggunakan narkoba, atau merokok.
- Lindungi anak dari paparan polutan dan racun, termasuk asap rokok dan cat.
- Batasi waktu layar, meski masih belum terbukti, mungkin bijaksana bagi anak-anak untuk menghindari paparan TV dan video game yang berlebihan dalam lima tahun pertama kehidupan.
Sekali lagi, perilaku ini bisa normal pada balita.
Gejala-gejala ini hanya akan mengkhawatirkan jika kondisi sudah cukup ekstrem jika dibandingkan dengan anak-anak dengan usia yang sama.
Nah, meski gejala-gejala ADHD sulit dibedakan dengan perilaku normal pada bayi, tidak ada salahnya bagi Moms untuk mengamati lebih detil.
Jika Moms merasa perilaku Si Kecil sudah cukup ekstrem, segera temui psikiater atau dokter anak, ya.
- https://www.nimh.nih.gov/health/topics/attention-deficit-hyperactivity-disorder-adhd
- https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/adhd/symptoms-causes/syc-20350889
- https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/adhdadd
- https://raisingchildren.net.au/school-age/development/adhd/adhd
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.