Obat Kortikosteroid: Manfaat, Dosis, dan Efek Sampingnya
Kortikosteroid adalah obat sintetis yang digunakan untuk mengobati berbagai gangguan, termasuk asma, radang sendi, kondisi kulit dan penyakit autoimun.
Melansir Live Science, kortikosteroid bekerja dengan meniru kortisol, yakni hormon yang diproduksi secara alami kelenjar adrenal pada orang sehat.
Kortisol biasa disebut sebagai hormon stres, yakni hormon steroid yang dilepaskan sebagai respons terhadap stres.
Dikutip dari Johns Hopkins Medicine, hormon ini berfungsi pada berbagai proses dalam tubuh, seperti:
- Metabolisme
- Peradangan
- Tekanan darah
- Pembentukan tulang
Kortikosteroid bekerja dengan mengurangi peradangan dan menekan sistem kekebalan tubuh.
Jika tidak diobati, peradangan berlebih dapat merusak jaringan sehat, menyebabkan kemerahan, pembengkakan dan rasa sakit. Ada beberapa jenis kortikosteroid, termasuk:
- Kortison
- Prednison
- Deksametason
- Prednisolon
- Betametason
- Hidrokortison
Kortison adalah obat kortikosteroid pertama yang boleh digunakan di Amerika Serikat pada 1950.
Bila Moms hendak mengonsumsi kortikosteroid, pastikan untuk konsultasi ke dokter terlebih dahulu dan simak informasi di bawah ini.
Baca Juga: Apa Saja Efek Samping Obat Darah Tinggi? Cari Tahu di Sini
Manfaat Kortikosteroid
Kortikosteroid termasuk obat dalam golongan glukokortikoid yang memengaruhi sistem tubuh dalam beberapa cara.
Melansir MedicineNet, sebagian besar kortikosteroid digunakan untuk efek anti inflamasi yang kuat dan dalam kondisi yang terkait fungsi sistem kekebalan tubuh seperti:
1. Transplantasi Organ
Kortikosteroid dapat menekan atau melemahkan sistem imun.
Pelemahan sistem imun diperlukan bagi pasien cangkok organ untuk mengurangi risiko penolakan tubuh terhadap organ yang didonorkan.
Sistem imun melihat organ sebagai benda asing yang membuat penolakan tersebut terjadi.
2. Mengatasi Peradangan
Peradangan terjadi ketika sel darah putih berusaha melindungi tubuh dari infeksi dan benda-benda asing.
Apabila peradangan menimbulkan kerusakan pada organ tubuh, pasien sebaiknya mengonsumsi kortikosteroid.
3. Menangani Penyakit Autoimun
Sistem imun memang sangat vital untuk melawan infeksi dan benda asing.
Hanya saja, pada penyakit autoimun, sistem imun pasien berbalik arah menyerang tubuh sendiri.
Kortikosteroid dapat mengurangi dan menekan aktivitas sistem imun tersebut.
4. Penyakit Addison
Penyakit Addison dapat terjadi ketika tubuh tidak menghasilkan hormon kortisol yang cukup.
Obat-obatan kortikosteroid dapat bekerja layaknya hormon kortisol tersebut.
Baca Juga: Vaksin Influenza, Ini Waktu Tepat Pemberian dan Efek Sampingnya
Dosis Penggunaan Kortikosteroid
Dikutip dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia, dosis yang diperbolehkan untuk mengonsumsi kortikosteroid adalah:
- Dewasa: 0,5-5 mg per hari dibagi menjadi beberapa kali pemberian, tergantung dari tingkat keparahan penyakit
- Anak usia 1-6 tahun: 25% dari dosis orang dewasa
- Anak usia 7-11 tahun: 50% dari dosis orang dewasa
- Anak usia 12 tahun atau lebih: 75% dari dosis orang dewasa
Namun, untuk kondisi rheumatoid arthritis, anak-anak belum dianjurkan mengonsumsi kortikosteroid ya, Moms.
Bila kortikosteroid berupa obat tetes mata, maka dosis awal sebanyak 1-2 tetes pada mata meradang tiap 2 jam.
Lalu frekuensi pemberian tetes mata akan dikurangi jika kondisi mata telah berangsur membaik.
Baca Juga: 12+ Rekomendasi Obat Sembelit Anak di Apotek dan Alami
Apa Efek Samping Kortikosteroid Sistemik?
Kortikosteroid memiliki banyak efek samping, dari ringan sampai serius.
Efek samping biasanya terjadi pada penggunaan kortikosteroid untuk jangka panjang, yaitu lebih dari 2-3 bulan.
Efek samping ini lebih jelas ketika kortikosteroid digunakan pada dosis yang lebih tinggi atau jangka waktu lama.
Adapun beberapa efek samping akibat penggunaan kortikosteroid, antara lain:
- Memicu pertambahan berat badan atau pembengkakan pada kaki (edema)
- Tekanan darah tinggi
- Kehilangan potasium
- Sakit kepala
- Kelemahan otot
- Bengkak di wajah
- Pertumbuhan rambut wajah
- Menipis dan mudah memar kulit
- Penyembuhan luka lambat
- Glaukoma
- Katarak
- Bisul di perut dan usus dua belas jari
- Kehilangan kontrol diabetes
- Menstruasi tidak teratur
Pada kasus yang lebih berat, penggunaan kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan sindrom Cushing, yang ditandai oleh:
- Obesitas
- Hipertensi
- Mudah lelah
- Striae abdomen/garis berwarna ungu di perut
- Pembengkakan
- Moon face dan buffalo hump
- Hirsutisme
- Gangguan menstruasi pada wanita
Penggunaan kortikosteroid berkepanjangan juga bisa menyebabkan keterbelakangan pertumbuhan pada anak-anak hingga kejang-kejang serta gangguan kejiwaan.
Adapun gangguan psikiatrik yang muncul akibat kortikosteroid termasuk:
- Depresi
- Euforia
- Insomnia
- Perubahan suasana hati
- Perubahan kepribadian
- Perilaku psikotik
Baca Juga: 18 Obat untuk Puting Lecet Alami dan yang Tersedia di Apotek
Kortikosteroid yang menekan sistem kekebalan tubuh bisa menyebabkan peningkatan risiko infeksi dan mengurangi efektivitas vaksin serta antibiotik.
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang bisa menyebabkan osteoporosis yang mengakibatkan patah tulang .
Bahkan penyusutan (atrofi) kelenjar adrenal bisa terjadi akibat penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
Karena obat ini mengakibatkan ketidakmampuan tubuh memproduksi kortisol dan kortikosteroid alami tubuh ketika kortikosteroid sistemik dihentikan.
Kondisi lain juga bisa terjadi akibat penggunaan kortikosteroid jangka panjang, yakni nekrosis adrenal pada sendi panggul.
Biasanya kondisi itu sangat menyakitkan sampai memerlukan pembedahan.
Gejala nyeri pinggul atau lutut pada orang yang menggunakan kortikosteroid juga memerlukan perhatian medis segera.
Seseorang tidak boleh menghentikan penggunaan kortikosteroid secara mendadak setelah penggunaan jangka waktu lama.
Karena, cara tersebut dapat menyebabkan krisis adrenal akibat ketidakmampuan tubuh mengeluarkan cukup kortisol.
Sehingga, efek samping dari krisis adrenal bisa meliputi mual, muntah dan syok.
Baca Juga: Ketahui Efek Samping dari Penggunaan Botol Susu pada Gigi Anak
Cara Mengurangi Efek Samping
Sama seperti obat pada umumnya, kortikosteroid tentu memiliki efek samping.
Untuk mencegah hal tersebut, Moms harus melapor ke dokter bila memiliki salah satu dari kondisi berikut sebelum mengonsumsi kortikosteroid:
- Ibu hamil, ibu menyusui, atau sedang merencanakan kehamilan
- Menderita penyakit jantung, gangguan fungsi hati, tukak lambung atau ulkus usus dua belas jari (duodenum)
- Menderita gangguan kesehatan mental
- Menderita pengeroposan tulang atau osteoporosis
- Mengalami gangguan pada kulit seperti infeksi kulit, jerawat, luka terbuka, hingga rosacea
- Menggunakan obat-obat lain, termasuk suplemen atau herba
- Terjadi reaksi alergi atau overdosis
Dilasir dari Hospital for Special Surgery, cara mengurangi efek samping obat kortikosteroid tidak bisa sembarangan.
Seseorang perlu ke dokter untuk mendiskusikan efek sampingnya.
Efek samping kortikosteroid juga tergantung pada dosis penggunaannya. Jika dosisnya rendah, risiko efek samping serius cukup kecil.
Moms perlu memahami dan mempertimbangakan kalau penggunaan kortikosteroid bisa menyebabkan efek samping, baik ringan hingga serius.
Jadi, obat ini tidak bisa dikonsumsi sembarang tanpa arahan dokter karena efek sampingnya yang bisa serius.
Karena itu pula seseorang tidak boleh menghentikan konsumsi kortikosteroid mendadak.
Baca Juga: 10 Rekomendasi Obat Flu untuk Kucing, dari Medis Hingga Alami
Itu dia Moms informasi lengkap seputar kortikosteroid. Semoga bermanfaat, ya!
- https://www.medicinenet.com/corticosteroids-oral/article.htm
- https://www.livescience.com/64488-corticosteroids.html
- https://www.hss.edu/conditions_steroid-side-effects-how-to-reduce-corticosteroid-side-effects.asp
- http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-3-sistem-saluran-napas-0/32-kortikosteroid
- https://www.healthline.com/health/corticosteroids-what-are-they#overview
- https://www.nhsinform.scot/tests-and-treatments/medicines-and-medical-aids/types-of-medicine/corticosteroids
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554612/
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.