30 Agustus 2024

Perang Banjar: Penyebab, Kronologi, dan Akhir Perang

Belajar sejarah lengkap Perang Banjar, yuk!

Perang Banjar juga dikenal sebagai Perang Banjar-Barito atau Perang Kalimantan Selatan, adalah perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda di Kerajaan Banjar.

Perang ini terjadi di wilayah Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan, pada tahun 1859 hingga 1905.

Kerajaan Banjar sendiri meliputi wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah, dan memiliki hasil alam seperti intan, emas, lada, rotan, dan damar.

Perang Banjar merupakan perang yang sengit antara rakyat Kerajaan Banjar dan Pemerintah Kolonial Belanda.

Bagi rakyat yang berjuang saat itu, perang ini merupakan peperangan memperjuangkan kemerdekaan, menjunjung agama yang suci, dan mempertahankan tanah Banyu Banjar.

Baca Juga: Sejarah Perang Aceh: Penyebab, Tokoh, Kronologinya

Penyebab Perang Banjar

Ilustrasi Perang Banjar
Foto: Ilustrasi Perang Banjar (Jejakrekam.com)

Perang Banjar berlangsung selama hampir setengah abad, menjadikannya perang terlama yang tercatat di Nusantara.

Periode perlawanan ini dapat dibagi menjadi dua fase utama, yakni fase ofensif yang berlangsung dalam waktu relatif pendek dari tahun 1859 hingga 1863, dan fase defensif yang melibatkan perjuangan yang berlarut-larut dari tahun 1863 hingga 1905.

Beberapa faktor utama yang menjadi penyebab Perang Banjar meliputi:

1. Penyempitan Wilayah Kerajaan Banjar

Pada tahun 1817, Kerajaan Banjar terpaksa menjalin perjanjian dengan Belanda yang mengakibatkan Sultan Sulaiman harus menyerahkan sebagian wilayah Banjar kepada Belanda.

Kemudian, berdasarkan perjanjian lain pada tahun 1826, wilayah yang dikuasai oleh Sultan Sulaiman mencakup hulu sungai, Martapura, dan Banjarmasin.

Penyempitan wilayah kekuasaan ini berdampak signifikan pada kondisi politik, sosial, dan ekonomi di Kerajaan Banjar pada saat itu.

2. Pengaruh Belanda

Upaya awal Belanda untuk menguasai Kerajaan Banjar melibatkan penandatanganan perjanjian dengan Sultan Sulaiman pada tahun 1817.

Masuknya pengaruh Belanda ini juga memiliki dampak besar pada dinamika politik, sosial, dan ekonomi di Kerajaan Banjar.

3. Perlawanan Rakyat Banjar

Rakyat Banjar memberontak terhadap penjajahan Belanda. Pangeran Hidayatullah II dan Pangeran Antasari memimpin perlawanan ini dengan menerapkan strategi perang gerilya.

Pada 25 April 1859, pasukan Pangeran Antasari menyerang kawasan tambang batu bara di wilayah Pengaron.

Serangan ini dilanjutkan dengan aksi dari orang-orang Muning yang dipimpin oleh Panembahan Aling dan putranya, Sultan Kuning.

Pasukan Muning berhasil membakar kawasan tambang dan pemukiman Belanda serta melancarkan serangan di perkebunan yang dimiliki oleh Belanda di Gunung Jabok, Kalangan, dan Bangkal.

Serangkaian kejadian ini menjadi pemicu utama meletusnya Perang Banjar.

Baca Juga: Perjanjian Roem Royen: Latar Belakang dan Isi Perjanjiannya

Sejarah Kerajaan Banjar

Kerajaan Banjar yang juga dikenal sebagai Kesultanan Banjar, merupakan kerajaan Islam pertama yang berdiri di Kalimantan Selatan.

Asal usul kerajaan ini berasal dari perpecahan dalam Kerajaan Negara Daha, yang pada masa itu mayoritas penduduknya menganut agama Hindu.

Pada akhir abad ke-15, Kerajaan Daha yang dipimpin oleh Raja Sukarama mengalami kekalahan.

Sebelum meninggal, Raja Sukarama menyarankan Raden Samudera sebagai penggantinya, yang merupakan cucu dari perkawinan putrinya Galuh Intan Sari dan Raden Manteri Jaya.

Raden Samudera, yang kemudian memeluk agama Islam, pergi ke Kerajaan Demak dan kembali ke Kerajaan Banjar dengan ribuan prajurit dan armada.

Kembalinya Raden Samudera ini menjadi awal berdirinya Kesultanan Banjar yang beragama Islam, dengan dia sebagai pendiri dan menjadi raja pertama yang bergelar Sultan Suriansyah.

Pada masa kejayaannya, Kesultanan Banjar berhasil menguasai sejumlah daerah di sekitarnya, termasuk Sukadana, Kotawaringin, Kahayan Hilir, Sambas, Kintap, Satui, Asam Asam, Swarangan, Lawai, dan Mendawai.

Selama berdirinya, pusat pemerintahan Kesultanan Banjar beberapa kali berpindah, dari Banjarmasin hingga Martapura.

Kesultanan Banjar juga memiliki pengaruh budaya yang kuat terhadap masyarakat Banjar, termasuk dalam hal agama, bahasa, seni, dan sistem sosial.

Namun, kehadiran Belanda di wilayah Kalimantan, bersama dengan konflik internal dan perang saudara, akhirnya menyebabkan runtuhnya Kesultanan Banjar pada tahun 1852.

Meskipun kerajaan ini runtuh, beberapa peninggalan sejarahnya masih dapat ditemukan hingga saat ini, termasuk Candi Agung di Amutai, Masjid Sultan Suriansyah, Masjid Al-Karomah, Kitab Sabilal Mutadin, dan beberapa hidangan tradisional.


Jalannya Perang Banjar

Ilustrasi Perang Banjar
Foto: Ilustrasi Perang Banjar (Jejakrekam.com)

Perang dipimpin oleh Pangeran Antasari dan melibatkan perlawanan di berbagai wilayah. Pada tanggal 28 April 1859, pasukan Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura dan Pengaron.

Beberapa bulan kemudian, Pangeran Antasari bersama pasukan Haji Buyasin, Kiai Lang Lang, dan Kiai Demang Leman berhasil merebut benteng milik Belanda di Tabanio.

Setelah itu, pertempuran berkobar di daerah Banua Lima, Martapura, dan Tanah Laut.

Mereka berusaha mempertahankan Benteng Tabanio yang saat itu diserbu oleh pasukan Belanda, yang dipimpin oleh berbagai pemimpin berbeda. Pertempuran sengit terjadi dengan korban yang banyak.

Pada bulan September 1859, Kiai Demang Leman, Tumenggung Jalil, dan Pangeran Muhammad Aminullah pergi ke Kandangan untuk melakukan perundingan dengan tokoh pejuang lain.

Hasil pertemuan ini adalah kesepakatan untuk menolak perundingan dengan pasukan Belanda.

Setelah pertemuan tersebut, perlawanan terus berlanjut dan semakin meluas.

Pada bulan Maret 1860, Belanda mengirim surat kepada Pangeran Hidayatullah yang meminta penyerahan diri segera.

Namun, tawaran tersebut ditolak oleh Pangeran Hidayatullah mengingat semua pengorbanan pasukan yang telah dilakukan.

Selama pertempuran berikutnya, mereka menghadapi kendala dalam pasokan senjata, yang membuat Pangeran Hidayatullah terpaksa mundur.

Pada akhirnya, Belanda berhasil menangkap Pangeran Hidayatullah.

Baca Juga: Perjanjian Renville: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Tokoh Pemimpin Perang Banjar

Perang Banjar melibatkan sejumlah tokoh yang berperan aktif dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda.

Berikut adalah beberapa tokoh kunci yang terlibat dalam perang Banjar:

  1. Pangeran Antasari: Pangeran Antasari adalah sosok yang sangat terkenal dalam perang Banjar. Ia memimpin perlawanan rakyat Banjar dan Dayak melawan Belanda. Pada tahun 1862, Pangeran Antasari dinobatkan sebagai Sultan Banjar oleh rakyat Banjar dan Dayak.
  2. Pangeran Hidayatullah II: Pangeran Hidayatullah II adalah salah satu dari putra Sultan Adam yang aktif berjuang untuk merebut takhta Kesultanan Banjar. Ia berperan penting dalam perlawanan bersama Pangeran Antasari.
  3. Panembahan Muning/Aling: Aling adalah tokoh perjuangan dari pedalaman Borneo yang ikut serta dalam perlawanan melawan Belanda.
  4. Sunan Kuning: Sunan Kuning adalah salah satu tokoh yang berperan dalam perlawanan melawan Belanda selama perang ini.
  5. Tumenggung Surapati: Tumenggung Surapati adalah tokoh yang turut serta dalam perlawanan melawan Belanda dalam perang ini.
  6. Demang Lehman: Demang Lehman adalah salah satu tokoh yang ikut serta dalam perlawanan melawan Belanda selama perang ini.
  7. Patih Masih: Patih Masih juga merupakan salah satu tokoh yang berperan aktif dalam perlawanan melawan Belanda dalam perang ini.
  8. Panglima Batur: Panglima Batur adalah tokoh yang turut serta dalam perlawanan melawan Belanda selama perang ini.
  9. Khatib Dayan: Khatib Dayan juga merupakan salah satu tokoh yang berperan dalam perlawanan melawan Belanda selama perang ini.

Para tokoh di atas merupakan figur utama yang memimpin perjuangan rakyat Banjar dan Dayak dalam melawan penjajahan Belanda.

Meskipun perang ini berakhir dengan kekalahan rakyat Banjar, perjuangan mereka tetap dihargai sebagai bentuk perlawanan yang gigih terhadap penjajahan kolonial.

Baca Juga: Memahami Hasil Sidang BPUPKI Pertama dan Kedua, Simak yuk!

Akhir Perang

Perang Banjar
Foto: Perang Banjar (Jejakrekam.com)

Pada bulan Februari 1862, Belanda berhasil menangkap Pangeran Hidayatullah. Ia dibawa dan diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat.

Kabar ini memicu kemarahan Pangeran Antasari, yang kemudian melancarkan serangan-serangan ke benteng-benteng di Tundakan sebagai tindakan protes kepada Belanda.

Selama serangan ini, Pangeran Antasari berhasil meraih kemenangan dan memperoleh gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin, yang merupakan gelar tertinggi dalam agama.

Namun, kemenangan tersebut tidak berlangsung lama karena Pangeran Antasari meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 1862.

Setelah kematian Pangeran Antasari, perjuangan dilanjutkan oleh rekan-rekannya serta putra-putranya.

Belanda kemudian menyadari bahwa kekuatan rakyat Banjar sangat bergantung pada kepemimpinan mereka.

Oleh karena itu, Belanda berusaha untuk menangkap semua pemimpin yang ada pada masa itu.

Akhirnya, dengan gugurnya semua pemimpin tersebut, perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda pun berakhir.

Baca Juga: Mengenal Perang Jamal dan Perkembangan Sejarah Islam

Demikian sejarah Perang Banjar yang menjadi salah satu kisah peperangan terbesar dalam sejarah Indonesia.

Semoga dapat memperkaya wawasan kebangsaan kita, ya!

  • https://id.scribd.com/document/374372340/Tokoh-Tokoh-Perang-Banjar
  • https://www.studocu.com/id/document/universitas-islam-negeri-sunan-kalijaga-yogyakarta/sejarah-islam-indonesia-masa-kolonial/perang-banjar-monopoli-perdagangan-hingga-hilangnya-kesultanan-banjar/46666721

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.