07 November 2024

Perjanjian Renville: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Bentuk mempertahankan kemerdekaan melalui diplomasi
Perjanjian Renville: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Foto: id.wikipedia.org

Pasca kemerdekaan, Indonesia mencetak berbagai peristiwa bersejarah melalui lahirnya perjanjian Renville.

Perjanjian ini dibuat sebagai upaya memperjuangkan kedaulatan bangsa Indonesia.

Pada saat itu, Belanda berupaya untuk menguasai negara Indonesia meski telah resmi merdeka.

Yuk, ikuti perjalanan tokoh hingga ketahui isi perjanjian Renville selengkapnya berikut ini!

Latar Belakang Perjanjian Renville

Perjanjian Renville
Foto: Perjanjian Renville (70yearsindonesiaaustralia.com)

Perjanjian Renville adalah sebuah perjanjian yang terjadi pasca Agresi Militer I yang diselenggarakan dalam rangka meredakan konflik Indonesia dan Belanda.

Latar belakang perjanjian Renville bermula akibat sikap Belanda yang mengingkari perjanjian Linggarjati.

Meski telah resmi merdeka, Belanda tak kunjung mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto.

Tak hanya itu, penjajah Indonesia terlama ini juga terus berusaha menguasai wilayah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Belum lagi dengan isi perjanjian Linggarjati yang nyatanya tidak menguntungkan bagi Indonesia.

Wilayah Indonesia yang diakui sangatlah sempit dan tidak mencerminkan tanah air secara keseluruhan.

Tokoh yang Terlibat dalam Perjanjian Renville

Kapal Renville
Foto: Kapal Renville (Sma13smg.sch.id)

Pada 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB ikut turun tangan untuk menyelesaikan serangan Belanda pada Agresi Militer I.

Akan tetapi pada 5 Agustus 1947, Belanda dan Indonesia kembali mengumumkan akan melakukan gencatan senjata.

Hal ini kemudian diteruskan Van Mook untuk menghentikan agresi pada 5 Agustus 1947.

Menanggapi Agresi Militer Belanda I, PBB akhirnya membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Australia, Belgia, dan Amerika Serikat.

Australia merupakan wakil dari Indonesia, Belgia sebagai wakil dari Belanda, dan Amerika Serikat sebagai pihak penengah.

KTN berusaha mendekatkan kedua belah pihak, yaitu Belanda dan Indonesia agar segera menuntaskan segala pertikaian.

Pada tanggal 29 Agustus 1947, Belanda mendeklarasikan Garis Van Mook yang memisahkan wilayah tersebut dari Indonesia dan Belanda.

Indonesia mendapatkan sepertiga pulau Jawa dan sebagian besar pulau Sumatra.

Namun, Indonesia tidak mendapatkan daerah penghasil pangan utama.

Di sisi lain, Belanda melakukan blokade atas wilayah Indonesia.

Keduanya tampak saling mengklaim wilayah.

Pada 8 Desember 1947, dilaksanakan perundingan antara Indonesia dan Belanda di atas kapal Renville sebagai tempat yang netral.

Kapal ini merupakan pengangkut Angkatan Laut Amerika Serikat yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok.

Karena dilakukan di atas kapal Renville, maka perjanjian ini dinamakan sebagai perjanjian Renville.

Delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Sjarifuddin yang dibantu dengan wakilnya Mr. Ali Sostroamidjojo dan Agus Salim.

Sementara anggotanya terdiri dari Dr. Leimena, Mr. Latuharharu, dan Kolonel T.B. Simatupang.

Dari pihak Belanda, ada Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo sebagai delegasi.

PBB sebagai mediator diwakili oleh Frank Graham sebagai Ketua.

Ada pula Paul Van Zeeland dan Richard Kirby yang turut hadir sebagai delegasi PBB.

Isi Perjanjian Renville

Perundingan dalam Perjanjian Renville
Foto: Perundingan dalam Perjanjian Renville (Commons.wikimedia.org)

Pada tangal 17 Januari 1948, Perdana Menteri Amir Sjarifuddin menyepakati poin-poin perdamaian yang kemudian dikenal dengan perjanjian Renville.

Isi perjanjian Renville tersebut meliputi:

  1. Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera
  2. Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS
  3. Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk
  4. Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera
  5. Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook
  6. Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerah kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur)
  7. Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan kepalanya Raja Belanda
  8. Akan diadakan plebisit atau semacam referendum (pemungutan suara) untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS
  9. Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS

Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia

Suasana Perjanjian Renville
Foto: Suasana Perjanjian Renville (Commons.wikimedia.org)

Lahirnya perjanjian Renville tentu memberikan dampak bagi kedua belah pihak, termasuk Indonesia.

Dampak positifnya adalah Indonesia mendapatkan perhatian internasional tentang sepak terjang Belanda.

Namun, di sisi lain, perjanjian ini justru menjadi awal mula terjadinya pemberontakan PKI 1948 di Madiun.

Meski Indonesia mendapatkan sepertiga pulau Jawa dan sebagian besar pulau Sumatera, Indonesia justru tidak mendapatkan daerah penghasil sumber kebutuhan pokok.

Justru, Belanda lah yang menguasai daerah-daerah penting tersebut.

Blokade Belanda juga mencegah masuknya senjata, makanan, dan pakaian ke wilayah Indonesia.

Momen ini menjadi saat-saat pahit kemunduran ekonomi bagi bangsa Indonesia.

Perjanjian Renville juga memaksa pemerintahan Indonesia untuk membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).

Alih-alih membentuk perdamaian, hal ini justru jauh dari cita-cita persatuan seluruh Indonesia.

Bangsa Indonesia justru semakin lemah dalam melawan penjajahan Belanda.


Dampak perjanjian Renville juga mengharuskan para TNI di Jawa Barat melakukan long march of Siliwangi.

Ribuan pasukan dari Divisi Siliwangi dan pasukan dari Jawa Timur melakukan hijrah atau perjalanan panjang dari Jawa Barat ke Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Pada saat itu, Yogyakarta menjadi ibukota baru Indonesia.

Hal ini menyebabkan terjadinya pemberontakan Kartosuwiryo yang tak ingin meninggalkan Jawa Barat

Mereka yang kala itu berada di bawah kendali Belanda ingin mendirikan Negara Islam Indonesia di Jawa Barat.

Kesepakatan adanya Garis Van Mook juga membuat wilayah Indonesia semakin sempit.

Keberadaan garis ini dianggap sebagai bentuk hinaan terhadap bangsa Indonesia yang wilayahnya semakin menciut.

Wilayah yang disepakati pun semakin kecil melebihi dari Perjajian Linggarjati yang menyepakati Jawa, Sumatra, dan Madura.

Republik Indonesia hanya menyisakan Banten, sebagian Jawa Tengah, dan Madura.

Ruang gerak pemerintahan Indonesia jadi terbatas hingga melemahkan perjuangan revolusi Indonesia.

Akibatnya, Perdana Menteri Amir Sjarifuddin memilih mundur dari jabatannya pada 23 Januari 1948 karena dianggap gagal mempertahankan wilayah Republik Indonesia.

Posisi perdana menteri digantikan oleh Moch. Hatta.

Keputusan ini lantas menimbulkan kekecewaan dari pihak Amir Sjarifuddin dan pengikutnya.

Dari kekecewaan tersebut, terbentuklah poros sayap kiri yang dikenal sebagai Front Demokrasi Rakyat (FDR).

Puncaknya, Belanda kembali menghianati kesepakatan Perjanjian Renville dengan memulai Agresi iliter Belanda II.

Peristiwa ini ditandai dengan pemboman lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta pada 18 Desember 1948.

Itu dia sejarah panjang lahirnya perjanjian Renville hingga dampaknya bagi Indonesia.

Meski banyak menyisakan luka, perjanjian ini juga memiliki sisi positif bagi Indonesia.

Keputusan-keputusan dalam perjanjian Renville kian membuka mata dunia internasional untuk menyadari adanya pengorbanan besar untuk mencapai kemerdekaan.

Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari sejarah ini, ya Moms!

  • https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=292643
  • https://munasprok.go.id/Web/baca/324
  • https://museum.kemdikbud.go.id/koleksi/profile/foto+perjanjian+renville+17+januari+1948_61570
  • https://fahum.umsu.ac.id/perjanjian-renville/

Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.


FOLLOW US

facebook
twitter
instagram
spotify
tiktok

Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan

Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.