6 Bahaya Sunat Perempuan Menurut Medis, Jangan Dilakukan!
Sunat perempuan sampai saat ini masih menjadi pro dan kontra.
Selain tindik telinga, banyak bayi perempuan juga menjalani sunat setelah lahir.
Mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sunat perempuan terdiri dari prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin wanita bagian luar, atau cedera lain pada alat kelamin wanita karena alasan non-medis.
Lantas, bagaimana sudut pandang medis tentang sunat pada wanita? Cek selengkapnya di bawah ini, yuk!
Apa Itu Sunat Perempuan?
Sunat perempuan adalah segala bentuk prosedur yang melibatkan pengangkatan, pemotongan, atau pembuangan sebagian atau seluruh alat kelamin eksternal perempuan.
Prosedur ini juga kerap disebut mutilasi genital perempuan yang berisiko menimbulkan cedera pada organ genital untuk alasan non-medis.
Sunat perempuan umumnya dilakukan paling tidak saat usia bayi kurang dari 7 hari. Beberapa kepercayaan bahkan melakukan sunat ini setelah bayi lahir.
Tidak semua prosedur sunat perempuan dilakukan dengan cara yang sama.
Badan kesehatan dunia, WHO mengelompokkan prosedur tersebut menjadi 4 tipe, yaitu:
Tipe 1: Clitoridectomy
Pada tipe ini, seluruh bagian klitoris vagina benar-benar diangkat.
Namun, ada juga yang hanya menghilangkan lipatan kulit di sekitar klitoris.
Tipe 2: Eksisi
Pada tipe ini, pengangkatan dilakukan pada sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora (lipatan vagina bagian dalam).
Pengangkatan ini dilakukan dengan atau tanpa pemotongan labia majora (lipatan luar vagina).
Tipe 3: Infibulasi
Sunat jenis ini membuat pembukaan vagina menjadi lebih sempit, dengan menempatkan semacam lapisan penutup.
Penutup dibuat dari pemotongan dan reposisi labia minora atau labia mayora, dan yang kemudian dijahit.
Prosedur ini bisa disertai dengan maupun tanpa pengangkatan klitoris.
Peraturan Pemerintah tentang Penghapusan Praktik Sunat Perempuan
Dalam peraturan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2024 pada pasal 102 secara jelas berisi menghapus praktik sunat perempuan sebagai bentuk upaya kesehatan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.
Peraturan tersebut ditetapkan pada tanggal 26 Juli 2024 oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga menyatakan bahwa sunat pada perempuan atau anak perempuan dengan pemotongan dan pelukaan adalah praktik berbahaya bentuk pelanggaran hak perempuan dan anak, dan termasuk kekerasan berbasis gender.
Sunat Perempuan Menurut Pandangan Dokter
Menurut dr. Muhammad Fadli, Sp. O. G Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi RS Pondok Indah - Pondok Indah, praktik ini tidak boleh dilakukan.
"Sunat perempuan tidak boleh dilakukan. Tidak sama dokter, tidak sama bidan, dan tidak sama perawat," tegasnya.
Jika organ perempuan ada kelainan, perlu dibawa ke dokter obgyn untuk mengecek kelainan tersebut dan apakah perlu melakukan tindakan bedah untuk menangani kelainan tersebut.
Bahkan, lebih lanjutnya lagi dr. Muhammad Fadli menegaskan bahwa sunat pada perempuan tidak ada manfaat.
"Sunat perempuan tidak ada manfaatnya. Justru, tindakan ini tinggi akan risiko efek buruknya," tuturnya.
Terlebih, khitan pada perempuan tidak ada standarnya.
"Dari sejak 2019, bahkan sebelum itu, saya pergi ke beberapa praktisi di Indonesia, melihat praktik sunat perempuan ini memang tidak ada standarnya," cerita dr. Muhammad Fadli.
"Ada yang memotong sampai klitoris, memotong labia minora; ada yang hanya memberikan betadin. Jadi, memang tidak ada standarnya," ungkapnya.
Hal tersebutlah yang membuat praktik sunat perempuan dinilai berbahaya.
Menurut WHO, khitan perempuan termasuk female genital mutilations.
Itu adalah tindakan non medis yang mengubah atau mencederai organ genitalia perempuan bagian luar tanpa indikasi medis.
"Kalau tanpa indikasi medis, tidak boleh dilakukan. Bidan pun tidak ada yang mengatakan atau mengajari tentang khitan pada perempuan," kata dr. Muhammad Fadli.
"Jadi, sebenarnya, sunat perempuan tidak memiliki dasar," tegasnya.
Sunat Perempuan Tidak Perlu Dilakukan
Menurut dr. Suzy Maria, Sp.PD dari Omni Hospitals Pulomas, dari sudut pandang kesehatan, tidak ada anjuran untuk melakukan sunat pada perempuan.
Hal ini didukung dengan panduan mengenai prosedur pelaksanaan sunat perempuan dalam dunia medis yang dikeluarkan oleh Kemenkes.
Pada tahun 2014, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2014, untuk mencabut dan menyebabkan tidak berlakunya lagi Permenkes No. 1636/Menkes/PER/XI/2010.
Dalam permenkes tersebut, dinyatakan bahwa:
“Sunat perempuan hingga saat ini tidak merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan”.
WHO telah menyatakan bahwa sunat pada perempuan tidak memberi manfaat terhadap kesehatan dan hanya membawa kerugian atau bahaya.
Tindakan sunat bayi perempuan akan membuang atau merusak struktur yang normal dan sehat dari kelamin perempuan.
Hal ini dapat berakibat terganggunya fungsi alami organ intim perempuan.
Sunat bayi perempuan dengan metode manapun akan merusak kelamin yang sangat sensitif, terutama bagian klitoris.
Akibatnya, sensitivitas seksual dapat terganggu sehingga dapat menimbulkan penurunan rangsangan dan kenikmatan seksual, nyeri saat berhubungan seks, bahkan hilangnya orgasme.
Bahaya Sunat Perempuan
"Sunat perempuan bisa menimbulkan risiko pendarahan, nyeri yang sangat hebat, jika salah potong maka bisa terjadi infeksi saluran kemih, infeksi pada organ genitalia bagian luar," kata dr. Muhammad Fadli.
Risiko terjadinya pendarahan akibat sunat perempuan terutamanya di bagian klitoris.
Dokter Fadli juga menambahkan, klitoris merupakan bagian yang paling sensitif karena terdapat banyak pembuluh darah dan pusatnya ujung syaraf.
Selain pendarahan, luka dengan pendarahan hebat yang timbul akibat praktik sunat pada perempuan yang tidak tertangani secara cepat dan tepat bahkan dapat menyebabkan kematian.
Berikut ini bahaya sunat perempuan menurut kesehatan.
1. Komplikasi yang Mungkin Menyebabkan Kematian
Komplikasi langsung dari sunat perempuan, termasuk:
- Nyeri kronis
- Syok
- Perdarahan
- Infeksi tetanus
- Retensi urine
- Ulserasi (luka terbuka yang sulit sembuh) pada area kelamin dan kerusakan pada jaringan di sekitarnya
- Infeksi luka
- Infeksi kandung kemih
- Demam tinggi
- Sepsis
Perdarahan hebat dan infeksi dari praktik ini bisa menjadi sangat serius hingga menyebabkan kematian.
2. Kesulitan untuk Hamil dan Komplikasi saat Melahirkan
Beberapa wanita yang menjalani prosedur sunat perempuan mungkin akan kesulitan untuk hamil.
Sedangkan mereka yang bisa hamil dapat mengalami komplikasi melahirkan.
Dibanding wanita yang tidak pernah menjalani prosedur sunat wanita, mereka yang menerima prosedur ini berisiko lebih besar untuk membutuhkan prosedur khusus.
Ambil contohnya, episiotomi, perdarahan setelah melahirkan, dan masa rawat inap di rumah sakit yang lebih panjang.
3. Kematian Bayi saat Dilahirkan
Wanita yang menjalani prosedur ini lebih mungkin untuk menjalani proses persalinan yang lebih lama dan penuh hambatan.
Janin dari ibu yang pernah mengalami sunat juga memiliki peningkatan risiko yang signifikan terhadap kematian saat lahir.
4. Haid Tidak Kunjung Selesai
Perempuan yang disunat dengan prosedur seperti tipe 3, dapat mengalami nyeri haid parah.
Sebab, menyempitnya bukaan vagina, menyebabkan darah menstruasi jadi lebih sulit keluar, dan membuat haid berlangsung lebih lama.
5. Konsekuensi Jangka Panjang
Konsekuensi jangka panjang dari sunat perempuan, di antaranya:
- Anemia.
- Pembentukan kista dan abses (benjolan bernanah akibat infeksi bakteri).
- Pembentukan jaringan parut keloid.
- Kerusakan pada uretra yang berakibat pada inkontinensia urine berkepanjangan.
- Dyspareunia (hubungan seksual yang menyakitkan).
- Disfungsi seks.
- Peningkatan risiko terhadap penularan HIV.
6. Trauma Psikis
Anak yang menerima prosedur sunat perempuan di usia yang sudah cukup besar dapat mengalami trauma yang menyebabkan sejumlah masalah emosional dalam hidupnya, termasuk:
- Depresi
- Kecemasan
- Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), atau bayangan reka ulang terhadap pengalaman tersebut yang berkepanjangan
- kepercayaan diri yang rendah
- gangguan tidur dan mimpi buruk
Stres psikologis dari sunat wanita tersebut memicu gangguan perilaku pada anak-anak yang mengalaminya.
Beda Sunat Laki-Laki dan Perempuan
Bagi sebagian orang mungkin berpandangan, jika laki-laki saja disunat, mengapa perempuan justru dilarang.
Dokter Fadli dalam laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI mengatakan sunat perempuan tidak diperlukan karena berbeda dengan sunat laki-laki, di mana sunat laki-laki ditujukan untuk kebersihan (hygine) diri.
“Anatomi kelamin laki-laki berbeda dengan anatomi kelamin perempuan.
Khitan pada laki-laki menghilangkan preputium ataupun kulit yang menutupi kelamin yang dapat menghambat saluran berkemih dan menyisakan urine di kulit sehingga berpotensi besar menyebabkan infeksi saluran kemih.
Sebaliknya, kelamin perempuan tidak tertutupi oleh preputium atau sudah terbuka sejak lahir, sehingga saluran kemih tidak terhambat dan membersihkannya lebih mudah," ujarnya.
Sunat Perempuan Masih Menjadi Masalah di Indonesia
Dokter Fadli menjelaskan bahwa tindakan ini masih menjadi masalah di Indonesia.
"Sunat di Indonesia memang menjadi masalah yang tidak mudah untuk diselesaikan karena ini juga dilatarbelakangi dengan adat dan kepercayaan," tandasnya.
Sunat pada perempuan itu sebenarnya tidak boleh dilakukan atau bisa disebut sebagai female genital mutilations (FGM).
Untuk menghentikan praktik ini, dr. Muhammad Fadli menjelaskan perlu adanya edukasi bersama-sama dengan tokoh agama, hingga tokoh adat.
"Contoh seperti di Gorontalo, ada namanya mandi lemon, ini adalah adat dan tradisi. Jadi, harus sama-sama meningkatkan edukasi," ceritanya.
Menurut dokter Fadli, anak perempuan jangan disunat, tapi harus diajari cara menjaga kesehatan sistem reproduksi wanita.
Ini bisa dimulai dengan mengenalkan anak anatomi atau bagian vagina agar ia paham fungsi, hingga cara menjaga kebersihan dan merawat organ kewanitaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, sunat perempuan adalah tindakan yang tidak dianjurkan secara medis.
Sebab, tidak ada landasan medis yang jelas dan tindakan tersebut tak memberikan manfaat bagi kesehatan.
Jadi, sebaiknya jangan dilakukan, ya, Moms!
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1497147/
- https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/female-genital-mutilation
- https://www.womenshealth.gov/a-z-topics/female-genital-cutting
- https://www.medicalnewstoday.com/articles/241726.php
- https://asiapacific.unfpa.org/en/news/tackling-fgm-indonesia-0
- https://www.unfpa.org/resources/female-genital-mutilation-fgm-frequently-asked-questions
- https://data.unicef.org/wp-content/uploads/country_profiles/Indonesia/FGMC_IDN.pdf
- https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/apakah-bayi-perempuan-perlu-disunat
- https://peraturan.bpk.go.id/Download/353434/PP%20Nomor%2028%20Tahun%202024.pdf
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.