Mengenal Tradisi Sunat Perempuan dan Hukumnya Menurut Islam
Tradisi sunat perempuan banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini bahkan sudah menjadi kebiasaan yang kental di tengah masyarakat.
Namun, sunat perempuan masih menuai pro dan kontra hingga kini.
Mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sunat perempuan terdiri dari prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin wanita bagian luar, atau cedera lain pada alat kelamin wanita karena alasan non-medis.
Dalam studi di Journal of General Internal Medicine, praktik sunat pada wanita adalah tindakan yang kompleks dan kontroversial.
Lantas, bagaimana Islam memandang tradisi sunat perempuan? Temukan jawabannya dalam artikel ini, yuk!
Baca Juga: 18 Penyebab Vagina Gatal dan Cara Mengatasinya
Apa Itu Tradisi Sunat Perempuan?
Sunat perempuan adalah segala bentuk prosedur yang melibatkan pengangkatan, pemotongan, atau pembuangan sebagian atau seluruh alat kelamin eksternal perempuan.
Prosedur ini juga kerap disebut mutilasi genital perempuan yang berisiko menimbulkan cedera pada organ genital untuk alasan non-medis.
Sunat perempuan umumnya dilakukan paling tidak saat usia bayi kurang dari 7 hari. Beberapa kepercayaan bahkan melakukan sunat ini setelah bayi lahir.
Tidak semua prosedur sunat perempuan dilakukan dengan cara yang sama.
Badan kesehatan dunia, WHO mengelompokkan prosedur tersebut menjadi 4 tipe, yaitu:
Tipe 1: Clitoridectomy
Pada tipe ini, seluruh bagian klitoris benar-benar diangkat.
Namun, ada juga yang hanya menghilangkan lipatan kulit di sekitar klitoris.
Tipe 2: Eksisi
Pada tipe ini, pengangkatan dilakukan pada sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora (lipatan vagina bagian dalam).
Pengangkatan ini dilakukan dengan atau tanpa pemotongan labia majora (lipatan luar vagina).
Tipe 3: Infibulasi
Sunat jenis ini membuat pembukaan vagina menjadi lebih sempit, dengan menempatkan semacam lapisan penutup.
Penutup dibuat dari pemotongan dan reposisi labia minora atau labia mayora, dan yang kemudian dijahit.
Prosedur ini bisa disertai dengan maupun tanpa pengangkatan klitoris.
Tipe 4
Prosedur yang berbahaya bagi alat kelamin.
Ini bukan merupakan indikasi medis, contohnya seperti menusuk area tersebut dengan jarum, mengiris atau menggoresnya, dan masuk ke dalam genital.
Secara umum, semua tipe sunat perempuan berisiko untuk kesehatan.
Baca Juga: Jangan Takut! Ketahui Prosedur Aman Operasi Cantengan
Sudut Pandang Islam tentang Tradisi Sunat Perempuan
Pada dasarnya, tradisi sunat perempuan telah difatwakan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia), yaitu pada Fatwa No. 9A Tahun 2008 terkait Fatwa menolak larangan khitan bagi perempuan.
Adapun bunyinya “Khitan bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Dan khitan terhadap perempuan adalah makrumah (kemuliaan). Pelaksanaannya sebagai ibadah yang dianjurkan."
Adapun tinjauan fikih mengenai tradisi sunat perempuan, yang terdiri atas tiga pendapat berbeda.
Sunnah Bagi Laki-laki dan Kemuliaan Bagi Perempuan
Pendapat pertama menyatakan bahwa khitan hukumnya sunnah bukan wajib.
Pandangan ini dipegang oleh mazhab Hanafi, mazhab Maliki, dan Syafii dalam riwayat yang syaz.
Mereka berpendapat bahwa khitan hanya merupakan tindakan yang dianjurkan (sunnah) dalam Islam, bukan suatu kewajiban (wajib).
Mazhab Hanafi dan Maliki juga menganggap bahwa khitan bagi perempuan hukumnya sunnah.
Dalil digunakan adalah hadits dari Ibnu Abbas yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Khitan itu sunnah buat laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan." (HR Ahmad dan Baihaqi).
Argumen tambahan yang menguatkan adalah bahwa dalam hadits disebutkan bahwa khitan adalah bagian dari fitrah (sifat fitrah alami manusia).
Juga disejajarkan dengan tindakan seperti mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.
Semua tindakan tersebut dianggap sunnah.
Baca Juga: Ingin Coba Sunat Cincin? Intip Kelebihan dan Kekurangannya!
Wajib Bagi Laki-laki dan Perempuan
Pendapat Kedua menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib, bukan hanya sunnah.
Pandangan ini didukung oleh mazhab Syafii dan mazhab Hanbali. Menurut pandangan mereka, khitan diwajibkan baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Dalil yang mereka gunakan adalah ayat Al-Quran yang berbunyi,
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus" (QS. Al-Nahl: 123).
Selain itu, hadis yang meriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim AS berkhitan saat berusia 80 tahun dengan kapak juga menjadi dalil bagi kewajiban khitan.
Rasulullah SAW menyuruh untuk mengikuti millah Ibrahim karena itu merupakan bagian dari syariat umat Islam.
Pendapat ini berpendapat bahwa khitan tidak hanya dianjurkan, tetapi juga diwajibkan dalam Islam berdasarkan ayat Al-Quran dan hadis Nabi Ibrahim AS.
Baca Juga: Ahli Waris Menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata, Catat!
Wajib Bagi Laki-laki dan Kemuliaan Bagi Perempuam
Pendapat Ketiga menyatakan bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki dan merupakan kemuliaan bagi perempuan, meskipun tidak diwajibkan secara mutlak.
Pendapat ini dipegang oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, yang menyatakan bahwa khitan diwajibkan bagi laki-laki, tetapi bagi perempuan merupakan suatu kemuliaan, namun tidak menjadi kewajiban (tidak wajib).
Dalil tentang khitan bagi perempuan termasuk hadits yang meski tidak mencapai tingkat shahih, namun menyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah menyuruh Ummu 'Athiyyah, seorang perempuan yang berprofesi sebagai pengkhitan anak perempuan.
Rasulullah SAW bersabda,
لا تُنهِكي فإنَّ ذلك أحظى للمرأةِ وأحبُ إلى البَعل
"Sayatlah sedikit dan jangan berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami."
Jadi, menurut pendapat ini, untuk perempuan dianjurkan untuk hanya melakukan khitan dalam ukuran yang sedikit, tanpa mencapai pangkalnya.
Hal ini dianggap sebagai suatu kemuliaan bagi perempuan.
Bahaya Sunat Perempuan
Sunat perempuan umumnya dilakukan karena tradisi.
Namun, menurut dr. Suzy Maria, Sp.PD dari Omni Hospitals Pulomas, dari sudut pandang kesehatan, tidak ada anjuran untuk melakukan sunat pada perempuan.
Hal ini didukung dengan panduan mengenai prosedur pelaksanaan sunat perempuan dalam dunia medis yang dikeluarkan oleh Kemenkes.
Pada tahun 2014, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2014, untuk mencabut dan menyebabkan tidak berlakunya lagi Permenkes No. 1636/Menkes/PER/XI/2010.
Dalam permenkes tersebut, dinyatakan bahwa:
“Sunat perempuan hingga saat ini tidak merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan”.
WHO telah menyatakan bahwa sunat pada perempuan tidak memberi manfaat terhadap kesehatan dan hanya membawa kerugian atau bahaya.
Tindakan sunat bayi perempuan akan membuang atau merusak struktur yang normal dan sehat dari kelamin perempuan.
Hal ini dapat berakibat terganggunya fungsi alami organ intim perempuan.
Sunat bayi perempuan dengan metode manapun akan merusak kelamin yang sangat sensitif, terutama bagian klitoris.
Akibatnya, sensitivitas seksual dapat terganggu sehingga dapat menimbulkan penurunan rangsangan dan kenikmatan seksual, nyeri saat berhubungan seks, bahkan hilangnya orgasme.
Secara umum, risiko sunat perempuan dapat meningkat keparahan (yang di sini sesuai dengan jumlah jaringan yang rusak), meskipun semua bentuk sunat dikaitkan dengan peningkatan risiko kesehatan.
Baca Juga: 10+ Cara Melindungi Anak dari Bahaya Predator Seksual
Prosedur Tradisi Sunat Perempuan
Meskipun tidak memiliki manfaat dalam kesehatan, bagaimana jika orang tua tetap ingin memberikan sunat untuk anak perempuannya?
Bila orang tua tetap ingin melakukan sunat pada bayi perempuannya, pastikan hal-hal ini:
- Tindakan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
- Menggunakan alat yang steril.
- Bayi tidak merasa kesakitan akibat tindakan sunat tersebut (meskipun anestesi jarang digunakan pada sunat perempuan).
Sunat perempuan biasanya dilakukan oleh orang yang dituakan di masyarakat (biasanya perempuan, tetapi tidak selalu) yang ditunjuk oleh masyarakat untuk mengemban tugas tersebut.
Praktik ini juga mungkin dilakukan oleh bidan tradisional, tabib atau dukun beranak, tukang cukur laki-laki, maupun terkadang anggota keluarga sendiri.
Pada kasus tertentu, tenaga medis profesional menyediakan layanan praktik sunat wanita.
Hal ini disebut dengan “medikalisasi” sunat perempuan.
Menurut perkiraan UNFPA baru-baru ini, sekitar 1 dari 4 anak perempuan menerima perlakuan sunat wanita yang disediakan oleh penyedia layanan kesehatan profesional.
Berikut prosedur sunat bayi perempuan:
- Praktik sunat bayi perempuan dapat dilakukan menggunakan pisau, gunting, pisau bedah, potongan kaca, bahkan silet.
- Anestesi dan antiseptik tidak umum digunakan pada prosedur tradisional, kecuali jika dilakukan di bawah pengawasan praktisi medis.
- Setelah prosedur infibulasi, kedua kaki bayi akan diikat bersama-sama agar anak tak bisa berjalan selama 10-14 hari yang memungkinkan pembentukan jaringan parut.
Setelah tindakan sunat, orang tua juga harus memantau penyembuhan luka sunat dan mengatasi nyeri yang dirasakan bayi bila ada.
Demikian penjelasan tentang tradisi sunat perempuan yang masih jadi perdebatan di kalangan masyarakat.
Semoga bermanfaat, ya!
- https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/female-genital-mutilation
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1497147/
- https://mui.or.id/mui-provinsi/mui-sulsel/32775/apa-hukum-dan-kajian-tentang-sunat-bagi-perempuan/
- https://www.unfpa.org/resources/female-genital-mutilation-fgm-frequently-asked-questions
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.