5 Eksperimen Paling Kejam yang Pernah Dilakukan Pada Anak, Ngeri!
Terkadang eksperimen yang dilakukan para peneliti memang kejam, bahkan tak jarang memakan korban jiwa. Namun adakah eksperimen sains yang kejamnya hingga harus melibatkan keselamatan dan masa depan seorang anak?
Jawabannya ada Moms, ternyata ada beberapa eksperimen kejam yang dilakukan pada anak, mulai dari membiarkan mereka ke hutan tanpa pengamanan, sampai membuat anak yatim sebagai percobaan. Apa saja eksperimen kejam yang pernah dilakukan pada anak?
Membiarkan Anak di Alam Liar
Pada tahun 1954, psikolog sosial Muzafer Sherif ingin melihat apakah dua kelompok yang terjebak di alam liar akan belajar untuk saling membenci. Kemudian ia pun bereksperimen dengan menempatkan sekelompok anak laki-laki berusia 11 tahun untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan membentuk tim.
Untuk melihat seberapa banyak konflik yang dapat mereka rencanakan antara kedua kelompok, para pelaku eksperimen mengatur sebuah turnamen seperti baseball dan tarik tambang lalu menjanjikan piala mengkilap dan pisau saku kepada para pemenang.
Saat turnamen selesai, pertarungan harus dihentikan, namun hal ini tak berhasil sekelompok anak laki-laki tersebut tetap bertarung dan keluar sebagai anak yang liar dan agresif meski turnamen telah selesai. Mirip seperti Hunger Games ya?
Memprogram Anak-anak untuk Kekerasan
Pada awal tahun 60-an, seorang psikolog, Albert Bandura ingin menyelidiki apakah anak-anak akan meniru perilaku agresif tanpa dorongan. Ia memfilmkan video orang dewasa memukul dan menendang boneka dengan palu. Kemudian ia menunjukkan video itu kepada sekelompok 24 anak kecil.
Kelompok kedua diberi video non-kekerasan, dan kelompok ketiga tidak diberi video sama sekali. Keadaannya kemudian diubah, psikolog tersebut memasukkan badut dalam ruangan dan benar saja, anak-anak dengan senang hati menyerang pria itu dengan pukulan, tendangan, dan pukulan palu.
Baca Juga: Ngeri! Ini 5 Peristiwa Melahirkan di Tempat yang Paling Tak Terduga
Merusak Mainan
Psikolog di University of Iowa ingin mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana anak-anak prasekolah dan balita mengalami rasa bersalah. Jadi, mereka mencoba eksperimen mainan yang rusak.
Percobaannya sederhana, orang dewasa akan menunjukkan mainan kepada seorang anak kecil. Orang dewasa akan terus menjelaskan bahwa mainan itu adalah sesuatu yang sangat istimewa bagi mereka dan bahwa mainan itu sudah mereka miliki sejak kecil. Kemudian, orang dewasa pun meminta anak tersebut untuk berhati-hati dengan mainan itu.
Namun, mainan itu rupanya telah dicurangi dan mudah rusak. Ketika mainan itu rusak, orang dewasa akan menatap anak tersebut sampai ia merasa sangat bersalah. Anak pun jadi terdiam, membungkukan pundak, memeluk diri mereka sendiri, dan menutupi wajah mereka dengan tangan mereka akibat rasa bersalah.
Eksperimen ini diduga dirancang untuk mengajari anak-anak konsep rasa bersalah dan bahwa sebuah kesalahan akan membuat hidup mereka terasa tidak menyenangkan.
Membuat Bayi untuk Merangkak dari 'Tebing'
Begitu bayi mencapai usia merangkak, mereka cenderung tidak merangkak lurus dan berpotensi untuk cedera. Untuk mempelajari fenomena tersebut adalah mengamati beberapa bayi ketika mereka menemukan jurang yang tanpa ujung, lalu mencoba meyakinkan mereka untuk terjun dari sana.
Tahun 1960, dua psikolog di Cornell University bernama Eleanor J. Gibson dan Richard D. Walk membangun apa yang mereka sebut "jurang visual", yakni alat yang terbuat dari papan yang diletakkan di atas lembaran kaca tebal.
Mereka menaruh sekelompok bayi di dari sana dengan meminta sang ibu membujuk mereka menyeberangi kaca. Bayi-bayi itu harus memilih antara patuh pada orang tua atau menahan diri mereka dari sinyal bahaya.
Baca Juga: Salut! Bocah 3 Tahun Selamatkan Nyawa Ibu Dengan Hubungi 911
Menggunakan Anak Yatim Piatu untuk Praktek
Sekitar tahun 1920, sebuah perguruan tinggi meminjam ratusan bayi dari panti asuhan untuk dijadikan bahan percobaan. Bayi-bayi itu tinggal di apartemen dan dirawat oleh sekelompok siswi yang beranggotakan 8 sampai 12 orang. Para murid juga tidak mengetahui nama asli bayi-bayi itu, sehingga seringkali mereka diberikan nama julukan.
Departemen Kesejahteraan Anak Nasional Illinois berusaha menutup program ini pada pertengahan 1950, akibat ada seorang anak bernama David North (nama julukan) yang telah diasuh oleh 12 murid berbeda. Sayangnya, pemerintah tidak bisa melakukan apa-apa karena ibu kandung David mengizinkan anaknya dijadikan percobaan.
Akhirnya program ini ditutup pada 1960, karena orang-orang mulai sadar bahwa menjadikan bayi sebagai bahan percobaan adalah sesuatu yang kejam dan tidak manusiawi.
Menurut Moms, mana eksperimen yang paling mengerikan?
(MDP)
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.