Apa yang Bisa Anak Pelajari dari Ayah?
Anak Moms mungkin menghabiskan hampir 24 jam waktunya bersama Moms, ibunya. Dan hanya sebagian kecil saja dari total waktunya yang ia habiskan bersama ayah. Tak heran jika anak jauh lebih dekat kepada ibu ketimbang ayah. Dan tak heran pula jika banyak nilai-nilai yang berasal dari sang ibulah yang kemudian dianut dan diadopsi oleh anak. Meski begitu, bukan berarti anak tak perlu belajar apapun dari ayah, lho. Karena posisi ayah setara dengan ibu, maka anakpun seharusnya belajar ‘sesuatu’ dari ayah, kan?
Selama ini, Moms mungkin berpikir jika suami Moms terlalu santai dalam mendidik anak. Ia tampak tak peduli pada pekerjaan rumah anak-anak, tak pernah resah ketika nilai ulangan anaknya jelek, dan sebagainya. Akui saja, banyak ibu yang kemudian berpikir bahwa ia harus menjadi sempurna karena anak-anak akan belajar dan mencontoh segala hal darinya. Ternyata tidak juga, lho.
Dalam dunia parenting, tidak ada istilah siapa lebih hebat atau lebih baik dalam membesarkan anak. Moms dan suami mungkin memiliki gaya asuh yang berbeda. Meski begitu, tak perlu berdebat dalam menghadapi perbedaan cara asuh ini, karena anak-anak tetap akan mendapatkan manfaat tersendiri dari perbedaan pola asuh kalian berdua.
Jadi, tak perlu terburu-buru mengoreksi (apalagi menyalahkan) apa yang suami Moms lakukan pada anak. Cara asuh para orang tua pria ini memang tampaknya lebih santai dan terkesan cuek. Tapi, coba perhatikan deh, ada hal-hal yang ternyata bisa anak Moms pelajari dari para ayah ini, lho. Berikut di antaranya:
1. Anak belajar menjadi orang yang fleksibel
Jika para ibu cenderung akan panik ketika tas popok tertinggal di rumah saat berpergian, tidak begitu halnya dengan para ayah. Para ayah ini akan memilih untuk mampir ke minimarket untuk membeli berbagai keperluan seperti popok dan tisu basah alih-alih putar balik ke rumah untuk mengambil tas popok yang ketinggalan.
2. Jadi anak pemberani
Moms mungkin cemas ketika melihat anak terjatuh atau kotor saat bermain. Lain halnya dengan ayah. Bagi para ayah, terjatuh dan kotor akan membuat segala kegiatan menjadi lebih istimewa.
Bergulat dan perang-perangan, itu adalah kegiatan yang mengasyikkan. Memanjat pohon atau bahkan gunung, itu tantangan yang harus ditaklukkan. Hal-hal seperti ini biasanya tidak diajarkan oleh para ibu, kan?
3. Ada rangkaian proses dan hasil yang harus terus dicoba (trial and error)
Kata siapa mengerjakan ujian itu tidak boleh salah? Kata ayah, boleh, kok, salah. Asalkan, kesalahan yang sama tidak akan diulangi lagi di ujian berikutnya.
Asalkan, ada usaha perbaikan yang dilakukan setelah hasil ujian dibagikan. Berbuat salah bukan berarti akhir dari segalanya. Masih ada seribu satu rangkaian proses dan hasil yang bisa anak lakukan.
4. Tanggung jawab pada orang yang dicintai
Para ayah memiliki waktu terbatas untuk keluarga karena mereka harus mencari nafkah untuk keluarga. Inilah bentuk tanggung jawab ayah terhadap orang-orang yang disayanginya.
Anak Moms akan melihat ini dari ayahnya, dan belajar bahwa salah satu tujuan hidup adalah membahagiakan dan bertanggung jawab kepada orang-orang yang disayanginya.
5. Tidak malu terlihat lemah
Ketika para ayah sering minta bantuan Moms untuk menyiapkan susu anak, memilih merek popok, dan sebagainya, bukan berarti mereka ‘payah’. Secara tak langsung, para ayah ini ‘mengakui’ bahwa hal-hal semacam ini bukanlah keahlian mereka, tapi memang keahlian para ibu. Merekapun tak pernah malu untuk terus bertanya meski Moms sudah berulang kali menjawabnya. Nah, berani kelihatan lemah, itulah salah satu sikap yang perlu dimiliki oleh anak. Dengan begitu, anak tak akan down saat tak menjadi nomor satu, dan tak jumawa ketika berada di atas.
(VAN)
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.