Gejala Stunting pada Anak Selain Tinggi Badan, Wajib Tahu!
Stunting merupakan sebuah mimpi buruk orang tua dalam membesarkan Si Kecil. Untuk mencegah hal ini terjadi, Moms perlu mengetahui gejala stunting pada anak.
Secara garis besar, stunting adalah sebuah kondisi seorang anak yang mengalami gangguan pertumbuhan dengan efeknya menyebabkan tinggi badannya tidak tumbuh secara ideal.
Pertumbuhan bayi tentunya menjadi sesuatu yang sangat penting bagi orang tua.
Faktanya stunting ini terjadi akibat kurangnya nutrisi yang diterima oleh Si Kecil. masalah ini bisa terjadi ketika janin berada di dalam kandungan hingga 2 tahun pertama.
Bagaimana perasaan Moms ketika melihat Si Kecil tampak lebih pendek dibandingkan dengan bayi lain seusianya? Benarkah bayi yang cenderung pendek merupakan gejala stunting?
Untuk itu, simak informasi lengkap mengenai gejala stunting dan penyebabnya di bawah ini, ya Moms.
Baca Juga: Mencegah Stunting pada Anak dengan Berikan Nutrisi Tepat
Apa Itu Stunting pada Bayi?
Mengutip WHO, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh anak-anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai.
Stunting pada kehidupan awal, terutama dalam 1000 hari pertama sejak pembuahan hingga usia 2 tahun dapat menimbulkan konsekuensi fungsional yang merugikan pada anak-anak.
Beberapa dari konsekuensi tersebut termasuk kemampuan belajar dan kognitif yang buruk, produktivitas yang rendah, dan ketika disertai dengan kenaikan berat badan yang berlebihan.
Dalam masalah jangka panjang ini dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit kronis yang berhubungan dengan gizi ketika dewasa.
Baca Juga: Pahami Kondisi Stunting pada Anak, Mulai dari Ciri hingga Penyebabnya
Gejala Stunting pada Bayi
Sederhananya, ketika bayi lebih pendek dibandingkan dengan bayi lain seusianya dapat dikatakan ini menjadi salah satu gejala stunting.
Tetapi, stunting bukan hanya berhubungan dengan ukuran fisik. Pasalnya, tinggi badan juga dapat dipengaruhi oleh faktor genetik.
Menurut WHO, anak-anak dapat didefinisikan mengalami stunting jika tinggi badan mereka setara dengan standar untuk usia lebih dari dua standar deviasi di bawah median, berdasarkan Standar Pertumbuhan Anak WHO.
Hal tersebut serupa dengan penelitian Perspective: What Does Stunting Really Mean? A Critical Review of the Evidence yang diterbitkan dalam jurnal Advance in Nutrition tahun 2019, yang menyebutkan bahwa stunting didefinisikan memiliki skor z untuk tinggi usia (HAZ) <- 2SD.
Di mana HAZ dihitung dengan mengurangi nilai median usia dan jenis kelamin yang sesuai dari populasi standar, kemudian dibagi dengan SD dari populasi standar.
Ada beberapa tanda dan gejala stunting yang membedakan anak dengan stunting, antara lain:
- Memiliki tubuh yang lebih pendek dari usianya
- Berat badan tidak bertambah, bahkan cenderung menurun
- Mengalami keterlambatan perkembangan sesuai dengan usianya
- Anak-anak menjadi lebih rentan terhadap berbagai penyakit menular
- Memiliki gangguan intelektual di kemudian hari
Untuk mengetahui tinggi badan Si Kecil normal atau tidak, Moms bisa memeriksakannya dengan rutin datang imunisasi atau ke layanan kesehatan seperti dokter anak.
Selain tinggi badan, gejala stunting juga dapat dikenali dengan munculnya masalah pada fungsi otak, perkembangan organ, dan sistem kekebalan tubuh anak.
Kemudian jika Moms melihat Si Kecil menunjukkan beberapa gejala stunting seperti yang telah disebutkan di atas, ada baiknya untuk segera berkonsultasi ke dokter anak.
Baca Juga: Tubuh Anak Pendek, Apakah Pasti Akibat Stunting? Ini Jawabannya!
UCara Mendeteksi Stunting pada Anak
Setelah mengetahui beberapa gejala stunting pada anak yang sudah disebutkan di atas, Moms bisa mendeteksi stunting lebih awal melalui beberapa cara di bawah ini, seperti:
1. Rutin Mengukur Tinggi Badan Anak
Cara mudah mengetahui apakah anak menunjukkan gejala stunting adalah rutin mengukur tinggi badan anak.
Caranya dengan mengukur lewat kurva tinggi menurut usia dari WHO atau yang bisa disebut WHO Child Growth Standards.
Kurva ini bisa diperoleh dari situs WHO atau biasanya ada di buku kesehatan anak. Lengkapnya lagi, bisa dilihat di bawah ini:
Di kurva itu dapat terlihat beberapa garis. Garis hijau yang berada di tengah dan ada angka 0 adalah garis tengah dari panjang/tinggi badan anak menurut usia sesuai kurva WHO.
Garis merah di atas dengan angka 2 dan garis merah di bawah dengan angka-2 adalah batas panjang atau tinggi badan anak dapat dikatakan normal.
Apabila panjang atau tinggi badan anak berada di bawah garis merah -2 maka dikatakan memiliki perawakan pendek atau stunting.
Jangan lupa untuk menandai posisi pertumbuhan bayi di kurva WHO atau yang ada di buku kesehatan anak, agar mengetahui apakah anak tumbuh dengan baik sesuai kurva.
Stunting sebenarnya dapat dicegah hanya saja dalam 1000 hari pertama atau sebelum anak berusia 2 tahun.
Untuk itu, asupan gizi yang terbaik harus diberikan pada anak sejak masih dalam kandungan.
2. Memantau Pertumbuhan Anak
Deteksi gejala stunting pada bisa dipantau secara berkala, biasanya sebulan sekali saat imunisasi.
Selain mengukur tinggi badan, anak harus dipantau terus melalui berat badan dan lingkar kepala.
Perkembangan dapat dipantau dengan mengacu pada tabel perkembangan bayi dan anak yang bisa diperoleh secara mudah di berbagai situs ataupun buku kesehatan.
Misalnya, paling lambat saat usia 1 tahun anak seharusnya sudah dapat berdiri tanpa berpegangan.
Baca Juga: 4 Aspek Perkembangan Bayi 4 Bulan, Catat ya Moms!
3. Anak Pendek Bukan Berarti Stunting
Moms, perlu diperhatikan bahwa setiap pertumbuhan anak itu berbeda karena banyak faktor yang memengaruhi, salah satunya adalah faktor genetik.
Menurut dr. Caessar, jika anak memiliki postur tubuh lebih pendek dari anak seusianya, bukan berarti ia mengalami stunting.
“Anak yang pertumbuhannya naik secara konsisten, meskipun memiliki tubuh berpostur pendek, tidak dapat dikatakan sebagai stunting. Jangan sampai hanya berdasarkan perasaan subyektif kita saja, karena kenaikan berat setiap bulannya tidak sepesat saat bulan-bulan pertama,” jelasnya.
Perlu dikhawatirkan jika berat dan panjangnya tidak sesuai dengan alur kurva yang sebelumnya maka anak berisiko stunting, apalagi kalau panjang badannya berada di bawah -2 standar deviasi kurva panjang menurut usia WHO.
Anak yang stunting juga tidak dapat dilihat dari perubahan psikologisnya, semua berasal dari pertumbuhan dan perkembangannya.
Baca Juga: 5 Manfaat Cod Liver Oil, Mendukung Perkembangan Anak
Penyebab Stunting
Sebagaimana dikutip dari Concernusa, ada banyak faktor berbeda yang menyebabkan gejala stunting.
Misalnya, ketersediaan makanan bergizi, cara bayi diberi makan dan diasuh, akses ke air minum bersih, perawatan kesehatan yang layak, dan dukungan kebersihan serta sanitasi.
Sementara penyebab yang masih terkait secara tidak langsung adalah faktor-faktor kesetaraan gender, keterlibatan laki-laki dan ayah, penghasilan atau tingkat ekonomi, harga pangan, dan peristiwa iklim.
Anak-anak yang mengalami stunting juga lebih cenderung memiliki bayi lebih pendek dan cenderung menjadi kelebihan berat badan saat dewasa, yang juga berisiko kesehatan lain.
Hubungan Kebersihan Lingkungan dan Infeksi
Menurut dr. Caessar Pronocitro, seorang dokter spesialis anak dari RS Pondok Indah Bintaro Jaya, kebersihan lingkungan ternyata bisa menjadi penyebab tidak langsung dari gejala stunting.
“Ketika lingkungan tidak memiliki sanitasi yang baik, maka akan berisiko menimbulkan infeksi pencernaan seperti diare. Atau ketika ada perokok di rumah maka dapat meningkatkan risiko terkena infeksi pernapasan,” ujar dr. Caessar pada Kulwap Orami Community pada Kamis (7/2).
Seperti yang diketahui, stunting bisa terjadi tak hanya karena kekurangan nutrisi namun juga infeksi yang berulang-ulang.
Untuk itu, selalu jaga kebersihan lingkungan di sekitar anak agar anak terhindar dari paparan infeksi berbahaya bagi tubuhnya.
Baca Juga: 4 Cara Mencegah Stunting pada Anak, Pastikan Kebutuhan Gizinya Terpenuhi dengan Optimal
Cara Mencegah Stunting
Setelah seorang bayi lahir, penting bagi ibu dan bayi untuk menerima perawatan pasca-melahirkan, dan bayi harus segera menerima ASI ibunya.
ASI memperkuat sistem kekebalan bayi dan dapat memberikan nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk tumbuh secara normal dan sehat.
Meskipun berat lahir rendah dapat pula menyebabkan bayi stunting di kemudian hari, nutrisi dan perawatan yang baik selama dua tahun pertama kehidupan dapat membantu mencegahnya.
Nah, bayi lebih pendek tidak selalu menjadi tanda stunting. Terutama jika Moms dan Dads memiliki genetika dengan tinggi badan yang cenderung pendek.
Selama nutrisinya selalu tercukupi dengan baik, Si Kecil tentunya akan terhindar dari bahaya stunting.
Pentingnya Pemberian Imunisasi
Selain pemberian ASI, cara mencegah anak agar terhindar dari paparan infeksi dan gejala stunting adalah pemberian vaksin melalui proses imunisasi.
Vaksin diberikan sejak bayi baru lahir hingga seiring pertumbuhannya.
Moms bisa langsung ke puskesmas atau pusat kesehatan terdekat agar mengetahui jenis vaksin yang tepat untuk anak dan sesuai jadwal.
Menurut dr. Caessar juga, cara menjaga anak agar terhindar dari infeksi adalah menjaga agar anak tidak terekspos dengan zat-zat berbahaya.
“Di dalam anggota keluarga, seharusnya tidak ada yang merokok karena memberikan dampak kesehatan pada bayi dan anak. Walaupun perokok tidak merokok di dekat bayi atau anak, namun partikel rokok akan menempel di badan, rambut, mulut, baju, dinding hingga 2 minggu dan terakumulasi terus-menerus. Hal ini bisa menyebabkan infeksi pada anak,” ujarnya.
Baca Juga: Pentingnya Konsumsi Makanan yang Mengandung Asam Amino untuk Cegah Stunting pada Anak
Nah, itulah beberapa gejala stunting pada anak serta informasi lainnya yang bisa Moms ketahui.
- https://www.who.int/news/item/19-11-2015-stunting-in-a-nutshell
- https://www.concernusa.org/story/what-is-stunting/
- https://ourworldindata.org/stunting-definition
Konten di bawah ini disajikan oleh advertiser.
Tim Redaksi Orami tidak terlibat dalam materi konten ini.
Orami Articles — Artikel Seputar Parenting, Kesehatan,
Gaya Hidup dan Hiburan
Copyright © 2024 Orami. All rights reserved.